Monday, 22 October 2012

0 Yang Unik Dari Jihad Nusantara

1. Hanzhalah dari Jawa Ada sebuah kisah yang mengharukan pada masa jihad Diponegoro. Seorang panglima pasukan Diponegoro, Kiai Imam Nawawi dari Purworejo, adalh pengantin baru. Suatu malam beliau meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan istrinya karena harus memimpin serangan terhadap markas Belanda. Pertahanan Belanda porak-poranda, benteng musuh jatuh ke tangan mujahidin. Para prajurit anak buah Kiai Imam Nawawi bersorak-sorai karena kemenangan. Namun, tiba-tiba mereka harus bersedih karena ditemukan jenazah Kiai Imam Nawawi yang syahid. Kesedihan bertambah karena tak jauh dari jenazah beliau, tergeletak jenazah istrinya. Agaknya sepenginggal Kiai Imam Nawawi, sang istri yang baru di nikahi itu diam-diam menyusul suaminya ke medan perang dengan menyamar sebagai seorang laki-laki. Subhanallah kisah ini mirip dengan dengan syahidnya sahabat Hanzhalah Ra yang gugur dan dimandikan oleh para bidadari. Bahkan turut gugurnya sang istri menunjukkan tingginya semangat jihad Muslim dan Muslimah dalam jihad Diponegoro. 2. Bai’at dalam Perjuangan Ternyata bai’at tidak sekedar dikenal dalam jihad Timur Tengah. Mujahidin Indonesia juga pernah melakukan bai’at, antara lain : • Pangaran Diponegoro membai’at para panglima dan pasukannya di Tegalrejo. Hal ini seperti yang dilakukan oleh “katibatul maut” Ikrimah yang berbai’at untuk tidak mundur ke belakang, hingga menang atau mati syahid. • Sultan Babullah meminta rakyatnya untuk berbai’at menuntut balas atas kematian sang ayah, Sultan Khairun, yang di bunuh Portugis saat berunding di benteng mereka. Hal ini mengingatkan pada peristiwa Bai’at Ridhwan, saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam meminta bai’at dari para sahabatnya di bawah pohon untuk menuntut balas darah Utsman yang di kabarkan di bunuh oleh orang kafir Quraisy, pada saat berunding di benteng Quraisy. • Bai’at rakyat Banjar untuk Pangeran Antasari yang di angkat sebagai Amiruddin Khalifatul Mukminin. Ini mengingatkan pada peristiwa pembai’atan Umar bin Khattab ra sebagai Amirul Mukminin. 3. Al-Wala’ wal Bara’ Ternyata prinsip Al-wala’ wal Bara’ telah diterapkan oleh para mujahid Indonesia. Sultan Ageng Tirtayasa menyerang anaknya, Sultan Haji, yang memberikan loyalitasnya kepada Belanda. Hal ini mengingatkan kita tentang Abu Bakar yang mencari anaknya Abdurrahman untuk di bunuh pada Perang Badar, karena anaknya loyal kepada kafir Quraisy.

Related Post:

0 Komentar:

Post a Comment