Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan yang mula-mula
masuk Islam, termasuk kelompok sepuluh yang diberi kabar gembira oleh
Rasulullah masuk surga, termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah (sebagai
formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab, dan seorang mufti
yang dipercayai Rasulullah saw untuk berfatwa di Madinah selagi beliau masih
hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.
Namanya pada masa jahiliah adalah Abdul Amar keturunan Bani
Zuhrah, lahir tahun 580 M dan setelah masuk Islam Rasulullah saw memanggilnya
Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum Rasulullah saw masuk
ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar ash Shidiq masuk Islam.
Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama masuk Islam,
Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir
Quraisy, tetapi dia sabar dan tetap sabar. Pendiriannya teguh dan senantiasa
teguh. Dia menghindari dari kekejaman kaum Quraisy, tetapi selalu setia dan
patuh membenarkan risalah Nabi Muhammad saw. Kemudian dia turut pindah (hijrah)
ke Habasyah bersama-sama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama
dari tekanan kaum Quraisy yang senantiasa menerornya.
Tatkala Rasulullah saw. dan para sahabat beliau diijinkan
Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor bagi orang-orang yang
hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah mempersaudarakan
orang-orang muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ al Anshari .
Pada suatu hari Sa’ad berkata kepada saudaranya,
Abdurrahman, “Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya di antara
penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas,
dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu di antara kedua kebun itu,
kuberikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang di antara
kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku nikahkan
engkau dengan dia.”
Jawab Abdurrahman bin Auf, “Semoga Allah melimpahkan
berkah-Nya kepada Saudara, kepada keluarga Saudara, dan kepada harta Saudara.
Saya hanya akan minta tolong kepada Saudara menunjukkan di mana letaknya pasar
Madinah ini.”
Sa’ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada
Abdurrahman. Maka, mulailah Abdurrahman berniaga di sana, berjual beli, melaba
dan merugi. Belum berapa lama dia berdagang, terkumpullah uangnya sekadar cukup
untuk mahar menikah. Dia datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman. Beliau
menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata, “Wah, alangkah wanginya kamu,
hai Abdurrahman.”
Kata Abdurrahman, “Saya hendak menikah ya Rasulullah.”
Tanya Rasulullah, “Apa mahar yang kamu berikan kepada istrimu?”
Jawab Abdurrahman, “Emas seberat biji kurma.”
Kata Rasulullah, “Adakan kenduri, walau hanya dengan
menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.”
Kata Abdurrahman, “Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku
(hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka
dibawahnya kudapati emas dan perak.”
Dalam Perang Badar, Abdurrahman turut berjihad fi
sabilillah, dan dia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, antara lain Umair
bin Utsman bin Ka’ab bin Auf At Taimy. Dalam Perang Uhud, dia tetap teguh
bertahan di samping Rasulullah, ketika tentara muslimin banyak yang
meninggalkan medan laga. Ketika selesai perang dan kaum muslimin keluar sebagai
pemenang, Abdurrahman mendapatkan hadiah sembilan luka parah menganga di
tubuhnya dan dua puluh luka kecil. Walau luka kecil, namun di antaranya ada
yang sedalam anak jari. Sekalipun begitu, perjuangan dan pengorbanan
Abdurrahman di medan tempur jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
perjuangan dan pengorbanannya dengan harta benda.
Pada suatu hari Rasulullah saw. berpidato membangkitkan
semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri ditengah-tengah
para sahabat. Beliau berkata, “Bersedekahlah tuan-tuan! Saya hendak mengirim
satu pasukan ke medan perang.”
Mendengar ucapan Rasulullah saw. tersebut, Abdurrahman
bergegas pulang ke rumahnya dan cepat pula kembali ke hadapan Rasululalh di
tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, “Ya Rasulullah! saya mempunyai uang empat
ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah dan dua ribu saya tinggalkan untuk
keluarga saya.” Lalu uang yang dibawa dari rumah itu diserahkan kepada
Rasulullah dua ribu.
Sabda Rasulullah, “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya
kepadamu terhadap harta yang kamu berikan dan semoga Allah memberkati pula
harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu.”
Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi Perang Tabuk,
beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah
tentara musuh, yaitu tentara Rum cukup banyak. Di samping itu, Madinah tengah
mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang
tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi. Banyak di
antara kaum muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah saw.
menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak
mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata bercucuran
kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka
yang tidak terima itu terkenal dengan nama “Al Bakkaain” (orang yang menangis)
dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan “Jaisyul ‘Usrah” (pasukan
susah).
Karena itu, Rasulullah saw memerintah kaum muslimin
mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fi sabilillah. Dengan patuh dan setia
kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut
memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab
berbisik kepada Rasulullah saw., “Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak
meninggalkan uang sedikit juga untuk istrinya.”
Rasulullah saw. bertanya kepada Abdurrahman, “Adakah engkau
tinggalkan uang belanja untuk istrimu?”
Abdurrahman menjawab, “Ada! mereka saya tinggali lebih
banyak daripada yang saya sumbangkan.”
Tanya Rasulullah saw., “Berapa?”
Jawab Abdurrahman, “Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang
dijanjikan Allah.”
Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah
memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperolah kaum
muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah
terlambat hadir. Maka, Abdurrahman menjadi imam salat berjamaah bagi kaum
muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba,
lalu beliau salat di belakang Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum.
Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat
dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad Rasulullah saw.
Setelah Rasululalh saw. wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas
menjaga kesejahteraan dan keselamatan “ummahatul mukminin” (istri-istri Rasulullah).
Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan
pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para ibu
tersebut pergi haji, Abdurrahman turut pula bersama-sama mereka. Dia yang
menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas “haudaj” (sekedup) khusus mereka.
Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman. Dia pantas bangga
dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang
mukmin kepadanya.
Salah satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu
yang mulia, ia pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu
tanah itu dibagi-bagikannya seluruhnya kepada fakir miskin Bani Zuhrah dan
kepada para ibu-ibu orang mukmin, istri Rasulullah. Ketika jatah ibu Aisyah. disampaikan
orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah
itu buat saya?”
Orang itu menjawab, “Abdurrahman bin Auf.”
Aisyah berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tidak ada
orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang
sabar.”
Begitulah doa Rasulullah saw. bagi Abdurrahman. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan berkah-Nya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman
menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat
dan berkembang. Kafilah dagangnya terus-menerus hilir mudik dari dan ke Madinah
mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah-belah,
wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk.
Pada suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman
terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan penuh tiba di Madinah. Ya! tujuh ratus
ekor unta bermuatan penuh, tidak salah. Semuanya membawa pangan, sandang, dan
barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi
seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Sehingga Aisyah
bertanya, “Suara apa hiruk pikuk itu?”
Dijawab orang, “Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan
tujuh ratus ekor unta bermuatan penuh membawa pangan, sandang serta lainnya.
Asiyah berkata, “Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya bagi
Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya
mendengar Rasululalh saw. bersabda, “Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan
merangkak (karena surga sudah dekat sekali kepadanya).”
Sebelum menghentikan iring-iringan unta, seorang pembawa
berita mengatakan kepada Abdurrahman bin Auf berita gembira yang disampiakan
Aisyah, bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga. Serentak mendengar berita itu,
bagaikan terbang ia menemuai ibu Aisyah. Katanya, “Wahai Ibu, apakah Ibu mendengar
sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?”
Jawab Aisyah, “Ya, saya mendengar sendiri.”
Abdurrahman melonjak kegirangan. Katanya, “Seandainya aku
sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah
ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya, kuserahkan untuk jihad
fisabilillah.
Sejak berita yang membahagiakan itu, Abdurrahman pasti masuk
surga, maka semangatnya semakin memuncak mengorbankan kekayaannya di jalan
Allah. Hartanya dinafkahkannya dengan kedua belah tangan, baik secara
sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, sehingga mencapai 40.000 dirham perak.
Kemudian menyusul pula 40.000 dinar emas. Sesudah itu dia bersedekah lagi 200
uqiyah emas. Lalu diserahkannya pula 500 ekor kuda kepada para pejuang. Sesudah
itu 1500 ekor unta untuk pejuang-pejuang lainnya dan tatkala dia hampir
meninggal dunia, dimerdekakannya sejumlah besar budak-budak yang dimilikinya.
Kemudian diwasiatkannya supaya memberikan 400 dinar emas kepada masing-masing
bekas pejuang Perang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua mengambil
bagiannya masing-masing. Dia berwasiat pula supaya memberikan hartanya yang
paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin, sehingga ibu Aisyah sering
mendoakannya, “Semoga Allah memberikannya minum dengan minuman dari telaga
salsabil.”
Di samping itu, dia meningggalkan warisan pula untuk ahli
warisnya sejumlah harta yang hampir tidak terhitung banyaknya. Dia meninggalkan
kira-kira 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3000 ekor kambing, dia beristri empat
orang. Masing-masing mendapatkan pembagian khusus 80.000, di samping itu masih
ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dia bagi-bagikan kepada
ahli warinsnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup menjadikan
seorang ahli warisnya manjadi kaya raya.
Begitulah karunia Allah SWT kepada Abdurrahman berkat doa
Rasulullah kepadanya semoga Allah memberkatinya dan hartanya.
Walaupun begitu kaya rayanya, harta kekayaan itu seluruhnya
tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh iman dan takwa. Apabila ia berada di tengah-tengah
budaknya, orang tidak dapat membedakan di antara mereka, mana yang majikan dan
mana yang budak.
Pada suatu hari dihidangkan orang kepadanya makanan, padahal
dia puasa. Dia menengok makanan itu seraya berkata, “Mushab bin Umair tewas di
medan juang. Dia lebih baik daripada saya, waktu dikafani, jika kepalanya
ditutup, maka terbuka kainnya. Kemudian Allah membentangkan dunia ini bagi kita
seluas-luasnya. Sesungguhnya saya sangat takut kalau-kalau pahala untuk kita
disegerakan Allah memberikannya kepada kita (di dunia ini).”
Sesudah berkata begitu, dia mengangis tersedu-sesudu,
sehingga nafsu makannya jadi hilang.
Berkatalah Abdurrahman bin Auf dengan ribuan karunia dan
kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah saw, yang ucapannya selalu
terbukti benar telah memberinya kabar gembira dengan surga yang penuh dengan
kenikmatan.
Telah turut menghantarkan jenazahnya ke tempatnya terakhir
di dunia, antara lain sahabat yang mulia Sa’ad bin Abi Waqqash. Pada shalat
jenazahnya turut pula, antara lain, Dzun Nurain, Utsman bin Affan. Kata
sambutan saat pemakaman, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Dalam sambutannya antara lain Ali berkata, “Anda telah
mendapatkan kasih sayang, dan Anda berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga
Allah senantiasa merahmati Anda. Amin!”
Sumber : http://myjourneyintheworld.wordpress.com/2011/08/08/biografi-sahabat-baginda-rasulullah-saw-abdurrahman-bin-auf/
0 Komentar:
Post a Comment