Putra kedua dari perkawinan Ali bin Abu Talib dengan Fatimah. Dia tidak mau membaiat Yazid, sehingga dia terbunuh dalam perang Karbala tanggal 10 Muharam 61 H/680 M.
Riwayat Hidup Al-Husein dan Peristiwa Pembunuhannya
Beliau dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun ke-empat Hijriyah. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam men-tahnik (yakni mengunyahkan kurma kemudian dimasukkan ke mulut bayi dengan digosokkan ke langit-langitnya -pent.), mendoakan dan menamakannya Al-Husein. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah, juz VIII, hal. 152.
Berkata Ibnul Arabi dalam kitabnya Al-Awashim minal Qawashim: “Disebutkan oleh ahli tarikh bahwa surat-surat berdatangan dari ahli kufah kepada Al-Husein (setelah meninggalnya Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu). Kemudian Al-Husein mengirim Muslim Ibnu Aqil, anak pamannya kepada mereka untuk membai’at mereka dan melihat bagaimana keikutsertaan mereka. Maka Ibnu Abbas radhiyal¬lahu ‘anhu memberitahu beliau (Al-Husein) bahwa mereka dahulu pernah mengkhianati bapak dan saudaranya. Sedangkan Ibnu Zubair mengisya¬ratkan kepadanya agar dia berangkat, maka berang¬katlah Al-Husein. Sebelum sampai beliau di Kufah ternyata Muslim Ibnu Aqil telah terbunuh dan dise¬rahkan kepadanya oleh orang-orang yang memanggilnya. “Cukup bagimu ini sebagai peringat¬an bagi yang mau mengambil peringatan” (kelihatannya yang dimaksud adalah ucapan Ibnu Abbas kepada Al-Husein -pent.). Tetapi beliau radhi¬yallahu ‘anhu tetap melanjutkan perjalanannya de¬ngan marah karena dien dalam rangka menegakkan al-haq. Bahkan beliau tidak mendengarkan nasehat orang yang paling alim pada jamannya yaitu ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan menyalahi pendapat syaikh para shahabat yaitu Ibnu Umar. Beliau mengharapkan permulaan pada akhir (hidup -pent.), mengharapkan kelurusan dalam kebengkokan dan mengharapkan keelokan pemuda dalam rapuh ke¬tuaan. Tidak ada yang sepertinya di sekitarnya, tidak pula memiliki pembela-pembela yang memelihara haknya atau yang bersedia mengorbankan dirinya untuk membelanya. Akhirnya kita ingin mensucikan bumi dari khamr Yazid, tetapi kita tumpahkan darah Al-Husein, maka datang kepada kita musibah yang menghilangkan kebahagiaan jaman. (lihat Al-Awashim minal Qawashim oleh Abu Bakar Ibnul ‘Arabi dengan tahqiq dan ta’liq Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, hal. 229-232)
Yang dimaksud oleh beliau dengan ucapannya ‘Kita ingin mensucikan bumi dari khamr Yazid, tetapi kita tumpahkan darah Al-Husein‘ adalah bahwa niat Al-Husein dengan sebagian kaum muslimin untuk mensucikan bumi dari khamr Yazid yang hal ini masih merupakan tuduhan-tuduhan dan tanpa bukti, tetapi hasilnya justru kita menodai bumi dengan darah Al-Husein yang suci. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhibbudin Al-Khatib dalam ta’liq-nya terhadap buku Al-Awashim Minal Qawashim.
Ketika Al-Husein ditahan oleh tentara Yazid, Samardi Al-Jausyan mendorong Abdullah bin Ziyad untuk membunuhnya. Sedangkan Al-Husein meminta untuk dihadapkan kepada Yazid atau dibawa ke front untuk berjihad melawan orang-orang kafir atau kembali ke Mekah. Namun mereka tetap mem¬bunuh Al-Husein dengan dhalim sehingga beliau meninggal dengan syahid radhiyallahu ‘anhu. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Al-Husein terbunuh di Karbala di dekat Eufrat dan jasadnya dikubur di tempat terbunuhnya, sedangkan kepalanya dikirim ke hadapan Ubaidillah bin Ziyad di Kufah. Demikianlah yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dan dari para imam yang lain.
Adapun tentang dibawanya kepala beliau kepada Yazid telah diriwayatkan dalam beberapa jalan yang munqathi’ (terputus) dan tidak benar sedikitpun tentangnya. Bahkan dalam riwayat-riwayat tampak sesuatu yang menunjukkan kedus¬taan dan pengada-adaan riwayat tersebut. Dise¬butkan padanya bahwa Yazid menusuk gigi taringnya dengan besi dan bahwasanya sebagian para shahabat yang hadir seperti Anas bin Malik, Abi Barzah dan lain-lain mengingkarinya. Hal ini adalah pengkaburan, karena sesungguhnya yang menusuk dengan besi adalah ‘Ubaidilah bin Ziyad. Demikian pula dalam kitab-kitab shahih dan musnad, bahwasanya mereka menempatkan Yazid di tempat ‘Ubaidilah bin Ziyad. Adapun ‘Ubaidillah, tidak diragukan lagi bahwa dialah yang memerin¬tahkan untuk membunuhnya (Husein) dan meme¬rintahkan untuk membawa kepalanya ke hadapan dirinya. Dan akhirnya Ibnu Ziyad pun dibunuh karena itu.
Dan lebih jelas lagi bahwasanya para shahabat yang tersebut tadi seperti Anas dan Abi Barzah tidak berada di Syam, melainkan berada di Iraq ketika itu. Sesungguhnya para pendusta adalah orang-orang jahil (bodoh), tidak mengerti apa-apa yang menunjukkan kedustaan mereka.” (Majmu’ Fatawa, juz IV, hal. 507-508)
Adapun yang dirajihkan oleh para ulama tentang kepala Al-Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhuma adalah sebagaimana yang disebutkan oleh az-Zubair bin Bukar dalam kitabnya Ansab Quraisy dan beliau adalah seorang yang paling ‘alim dan paling tsiqah dalam masalah ini (tentang keturunan Quraisy). Dia menyebutkan bahwa kepala Al-Husein dibawa ke Madinah An-Nabawiyah dan dikuburkan di sana. Hal ini yang paling cocok, karena di sana ada kuburan saudaranya Al-Hasan, paman ayahnya Al-Abbas dan anak Ali dan yang seperti mereka. (Dalam sumber yang sama, juz IV, hal. 509)
Demikianlah Al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma terbunuh pada hari Jum’at, pada hari ‘Asyura, yaitu pada bulan Muharram tahun 61 H dalam usia 54 tahun 6 bulan. Semoga Allah merahmati Al-Husein dan mengampuni seluruh dosa¬dosanya serta menerimanya sebagai syahid. Dan semoga Allah membalas para pembunuhnya dan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih. Amin.
Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Yazid bin Mu’awiyyah
Untuk membahas masalah ini kita nukilkan saja di sini ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah secara lengkap dari Fatawa-nya sebagai berikut:
Belum terjadi sebelumnya manusia mem¬bicarakan masalah Yazid bin Muawiyyah dan tidak pula membicarakannya termasuk masalah Dien. Hingga terjadilah setelah itu beberapa perkara, sehingga manusia melaknat terhadap Yazid bin Muawiyyah, bahkan bisa jadi mereka menginginkan dengan itu laknat kepada yang lainnya. Sedangkan kebanyakan Ahlus Sunnah tidak suka melaknat or¬ang tertentu. Kemudian suatu kaum dari golongan yang ikut mendengar yang demikian meyakini bahwa Yazid termasuk orang-orang shalih yang besar dan Imam-imam yang mendapat petunjuk.
Maka golongan yang melampaui batas terhadap Yazid menjadi dua sisi yang berlawanan:
Sisi pertama, mereka yang mengucapkan bahwa dia kafir zindiq dan bahwasanya dia telah membunuh salah seorang anak perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membunuh shahabat-shahabat Anshar, dan anak-anak mereka pada kejadian Al-Hurrah (pembebasan Madinah) untuk menebus dendam keluarganya yang dibunuh dalam keadaan kafir seperti kakek ibunya ‘Utbah bin Rab’iah, pamannya Al-Walid dan selain keduanya. Dan mereka menyebutkan pula bahwa dia terkenal dengan peminum khamr dan menampakkan maksiat-maksiatnya.
Pada sisi lain, ada yang meyakini bahwa dia (Yazid) adalah imam yang adil, mendapatkan petunjuk dan memberi petunjuk. Dan dia dari kalangan shahabat atau pembesar shahabat serta salah seorang dari wali-wali Allah. Bahkan sebagian dari mereka meyakini bahwa dia dari kalangan para nabi. Mereka mengucapkan bahwa barangsiapa tidak berpendapat terhadap Yazid maka Allah akan menghentikan dia dalam neraka Jahannam. Mereka meriwayatkan dari Syaikh Hasan bin ‘Adi bahwa dia adalah wali yang seperti ini dan seperti itu. Barangsiapa yang berhenti (tidak mau mengatakan demikian), maka dia berhenti dalam neraka karena ucapan mereka yang demikian terhadap Yazid. Setelah zaman Syaikh Hasan bertambahlah perkara-perkara batil dalam bentuk syair atau prosa. Mereka ghuluw kepada Syaikh Hasan dan Yazid dengan perkara-perkara yang menyelisihi apa yang ada di atasnya Syaikh ‘Adi yang agung -semoga Allah mensucikan ruhnya-. Karena jalan beliau sebelumnya adalah baik, belum terdapat bid’ah-bid’ah yang seperti itu, kemudian mereka mendapatkan bencana dari pihak Rafidlah yang memusuhi mereka dan kemudian membunuh Syaikh Hasan bin ‘Adi sehingga terjadilah fitnah yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya.
Dua sisi ekstrim terhadap Yazid tersebut menyelishi apa yang disepakati oleh para ulama dan Ahlul Iman. Karena sesungguhnya Yazid bin Muawiyyah dilahirkan pada masa khalifah Utsman bin ‘Affan radliallahu ‘anhu dan tidak pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak pula termasuk shahabat dengan kesepakatan para ulama. Dia tidak pula terkenal dalam masalah Dien dan keshalihan. Dia termasuk kalangan pemuda-pemuda muslim bukan kafir dan bukan pula zindiq. Dia memegang kekuasaan setelah ayahnya dengan tidak disukai oleh sebagian kaum muslimin dan diridlai oleh sebagian yang lain. Dia memiliki keberanian dan kedermawanan dan tidak pernah menampakkan kemaksiatan-kemaksiatan sebagaimana dikisahkan oleh musuh-musuhnya.
Namun pada masa pemerintahannya telah terjadi perkara-perkara besar yaitu:
1. Terbunuhnya Al-Husein radhiyallahu ‘anhu se¬dangkan Yazid tidak memerintahkan untuk membunuhnya dan tidak pula menampakkan kegembiraan dengan pembunuhan Husein serta tidak memukul gigi taringnya dengan besi. Dia juga tidak membawa kepala Husein ke Syam. Dia memerintahkan untuk melarang Husein dengan melepaskannya dari urusan walaupun dengan memeranginya. Tetapi para utusannya melebihi dari apa yang diperintahkannya tatkala Samardi Al-Jausyan mendorong ‘Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ibnu Ziyad pun me¬nyakitinya dan ketika Al-Husein radhiyallahu ‘anhu meminta agar dia dibawa menghadap Yazid, atau diajak ke front untuk berjihad (memerangi orang-orang kafir bersama tentara Yazid -pent), atau kembali ke Mekkah, mereka menolaknya dan tetap menawannya. Atas perintah Umar bin Sa’d, maka mereka membunuh beliau dan sekelompok Ahlul Bait radhiyallahu ‘anhum dengan dhalim. Terbunuhnya beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk musibah besar, karena sesungguhnya terbunuhnya Al-Husein -dan ‘Utsman bin ‘Affan sebelumnya- adalah penyebab fitnah terbesar pada umat ini. Demikian juga pembunuh keduanya adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah. Ketika keluarga beliau radhiyallahu ‘anhu mendatangi Yazid bin Mua’wiyah, Yazid memuliakan mereka dan mengantarkan mereka ke Madinah.
Diriwayatkan bahwa Yazid melaknat Ibnu Ziyad atas pembunuhan Husein dan berkata: “Aku sebenarnya meridlai ketaatan penduduk Irak tanpa pembunuhan Husein.” Tetapi dia tidak menampakkan pengingkaran terhadap pembunuhnya, tidak membela serta tidak pula membalasnya, padahal itu adalah wajib bagi dia. Maka akhirnya Ahlul Haq mencelanya karena meninggalkan kewajibannya, ditambah lagi dengan perkara-perkara yang lain. Sedangkan musuh-musuh mereka menambahkan kedustaan-kedustaan atasnya.
2. Ahlil Madinah membatalkan bai’atnya kepada Yazid dan mereka mengeluarkan utusan-utusan dan penduduknya. Yazid pun mengirimkan tentara kepada mereka, memerintahkan mereka untuk taat dan jika mereka tidak mentaatinya setelah tiga hari mereka akan memasuki Madinah dengan pedang dan menghalalkan darah mereka. Setelah tiga hari, tentara Yazid memasuki Madinah an-Nabawiyah, membunuh mereka, merampas harta mereka, bahkan menodai kehormatan-kehormatan wanita yang suci, kemudian mengirimkan tentaranya ke Mekkah yang mulia dan mengepungnya. Yazid meninggal dunia pada saat pasukannya dalam keadaan mengepung Mekkah dan hal ini meru¬pakan permusuhan dan kedzaliman yang dikerjakan atas perintahnya.
Oleh karena itu, keyakinan Ahlus Sunnah dan para imam-imam umat ini adalah mereka tidak melaknat dan tidak mencintainya. Shalih bin Ahmad bin Hanbal berkata: Aku katakan kepada ayahku: “Sesungguhnya suatu kaum mengatakan bahwa mereka cinta kepada Yazid.” Maka beliau rahimahullah menjawab: “Wahai anakku, apakah akan mencintai Yazid seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir?” Aku bertanya: “Wahai ayahku, mengapa engkau tidak melaknatnya?” Beliau menjawab: “Wahai anakku, kapan engkau melihat ayahmu melaknat seseorang?”
Diriwayatkan pula bahwa ditanyakan kepadanya: “Apakah engkau menulis hadits dari Yazid bin Mu’awiyyah?” Dia berkata: “Tidak, dan tidak ada kemulyaan, bukankah dia yang telah melakukan terhadap ahlul Madinah apa yang dia lakukan?”
Yazid menurut ulama dan Imam-imam kaum muslimin adalah raja dari raja-raja (Islam -pent). Mereka tidak mencintainya seperti mencintai orang-orang shalih dan wali-wali Allah dan tidak pula melaknatnya. Karena sesungguhnya mereka tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta yin), berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu: Bahwa seseorang yang dipanggil dengan Hammar sering minum khamr. Acap kali dia didatangkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dicambuknya. Maka berkatalah seseorang: “Semoga Allah melaknatnya. Betapa sering dia didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan engkau melaknatnya, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. ” (HR. Bukhari)
Walaupun demikian di kalangan Ahlus Sunnah juga ada yang membolehkan laknat terhadapnya karena mereka meyakini bahwa Yazid telah melakukan kedhaliman yang menyebabkan laknat bagi pelakunya.
Kelompok yang lain berpendapat untuk mencintainya karena dia seorang muslim yang memegang pemerintahan di zaman para shahabat dan dibai’at oleh mereka. Serta mereka berkata: “Tidak benar apa yang dinukil tentangnya padahal dia memiliki kebaikan-kebaikan, atau dia melakukannya dengan ijtihad.”
Pendapat yang benar adalah apa yang dikatakan oleh para imam (Ahlus Sunnah), bahwa mereka tidak mengkhususkan kecin¬taan kepadanya dan tidak pula melaknatnya. Di samping itu kalaupun dia sebagai orang yang fasiq atau dhalim, Allah masih mungkin meng¬ampuni orang fasiq dan dhalim. Lebih-lebih lagi kalau dia memiliki kebaikan-kebaikan yang besar.
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dari Ummu Harran binti Malhan radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…وَأَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِى يَغْزُوْنَ مَدِيْنَةَ قَيْصَرَ مَغْفُوْرٌ لَهُمْ. (رواه البخارى)
Tentara pertama yang memerangi Konstantiniyyah akan diampuni. (HR. Bukhari)
Padahal tentara pertama yang memeranginya adalah di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyyah dan pada waktu itu Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bersamanya.
Catatan:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah melanjutkan setelah itu dengan ucapannya: “Kadang-kadang sering tertukar antara Yazid bin Mu’ awiyah dengan pamannya Yazid bin Abu Sufyan. Padahal sesungguhnya Yazid bin Abu Sufyan adalah dari kalangan Shahabat, bahkan orang-orang pilihan di antara mereka dan dialah keluarga Harb (ayah Abu Sufyan bin Harb -pent) yang terbaik. Dan beliau adalah salah seorang pemimpin Syam yang diutus oleh Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ketika pembebasan negeri Syam. Abu Bakar ash-Shiddiq pernah berjalan bersamanya ketika mengantarkan¬nya, sedangkan dia berada di atas kendaraan. Maka berkatalah Yazid bin Abu Sufyan: “Wahai khalifah Rasulullah, naiklah! (ke atas kendaraan) atau aku yang akan turun.” Maka berkatalah Abu Bakar: “Aku tidak akan naik dan engkau jangan turun, se¬sungguhnya aku mengharapkan hisab dengan langkah-langkahku ini di jalan Allah. Ketika beliau wafat setelah pembukaan negeri Syam di zaman pemerintahan Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau mengangkat saudaranya yaitu Mu’awiyah untuk menggantikan kedudukannya.
Kemudian Mu’awiyah mempunyai anak yang bernama Yazid di zaman pemerintahan ‘Utsman ibnu ‘Affan dan dia tetap di Syam sampai terjadi peristiwa yang terjadi.
Yang wajib adalah untuk meringkas yang demikian dan berpaling dari membicarakan Yazid bin Mu’awiyah serta bencana yang menimpa kaum muslimin karenanya dan sesungguhnya yang demikian merupakan bid’ah yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah. Karena dengan sebab itu sebagian orang bodoh meyakini bahwa Yazid bin Mu`awiyah termasuk kalangan shahabat dan bahwasanya dia termasuk kalangan tokoh-tokoh orang shalih yang besar atau imam-imam yang adil. Hal ini adalah kesalahan yang nyata.” (Diambil dari Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jilid 3, hal. 409-414)
Bid’ah-bid’ah yang Berhubungan dengan Terbunuhnya Al-Husein
Kemudian muncullah bid’ah-bid’ah yang banyak yang diadakan oleh kebanyakan orang-or-ang terakhir berkenaan dengan perisiwa terbunuhnya Al-Husein, tempatnya, waktunya dan lain-lain. Mulailah mereka mengada-adakan An-Niyaahah (ratapan) pada hari terbunuhnya Al-Husein yaitu pada hari ‘Asyura (10 Muharram), penyiksaan diri, mendhalimi binatang-binatang ternak, mencaci maki para wali Allah (para shahabat) dan mengada-adakan kedustaan-kedustaan yang diatasnamakan ahlul bait serta kemungkaran-kemungkaran yang jelas dilarang dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.
Al-Husein radhiyallahu ‘anhu telah dimu¬liakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan mati syahid pada hari ‘Asyura dan Allah telah menghi¬nakan pembunuhnya serta orang yang mendukung¬nya atau ridla dengan pembunuhannya. Dan dia mempunyai teladan pada orang sebelumnya dari para syuhada, karena sesungguhnya dia dan saudaranya adalah penghulu para pemuda ahlul jannah. Keduanya telah dibesarkan pada masa kejayaan Is¬lam dan tidak mendapatkan hijrah, jihad, dan kesabaran atas gangguan-gangguan di jalan Allah sebagaimana apa yang telah didapati oleh ahlul bait sebelumnya. Maka Allah mulyakan keduanya dengan syahid untuk menyempurnakan kemulyaan dan mengangkat derajat keduanya.
Pembunuhan beliau merupakan musibah besar dan Allah subhanahu wa ta’ala telah mensyari’atkan untuk mengucapkan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika musibah dalam ucapannya:
…وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ.
…. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orangyang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 155-157)
Sedangkan mereka yang mengerjakan apa-apa yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka meratapinya seperti memukul pipi, merobek baju, dan menyeru dengan seruan-seruan jahiliyah, maka balasannya sangat keras sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُوْدَ، وَشَقَّ الْجُيُوْبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ. (رواه البخارى ومسلم)
Bukan dari golongan kami, siapa yang memukul-mukul pipi, merobek-robek baju, dan menyeru dengan seruan-seruan jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain, juga dalam Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia berkata: “Aku berlepas diri dari orang-orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya, yaitu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari al-haliqah, ash-shaliqah dan asy-syaaqqah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam Shahih Muslim dari Abi Malik Al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُوْنَهُنَّ: الْفَخْرُ فِى اْلأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى اْلأَنْسَابِ وَاْلإِسْتِسْقَاءُ بِالنُجُوْمِ وَالنِّيَاحَةُ. (رواه مسلم)
Empat perkara yang terdapat pada umatku dari perkara perkara jahiliyah yang mereka tidak meninggalkannya: bangga dengan kedudukan, mencela nasab (keturunan), mengharapkan hujan dengan bintang-bintang dan meratapi mayit. (HR. Muslim)
Dan juga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…وَإِنَّ النَّائِحَةَ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ الْمَوْتِ جَائَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانِ، وَدَرْعٌ مِنْ لَهَبِ النَّارِ. (صحيح رواه أحمد والطبرانى والحاكم)
Sesungguhnya perempuan tukang ratap jika tidak bertaubat sebelum matinya dia akan dibangkitkan di hari kiamat sedangkan atasnya pakaian dari timah dan pakaian dada dari nyala api neraka. (HR. Ahmad, Thabrani dan Hakim)
Hadits-hadits tentang masalah ini bermacam-¬macam.
Demikianlah keadaan orang yang meratapi mayit dengan memukul-mukul badannya, merobek-robek bajunya dan lain-lain. Maka bagaimana jika ditambah lagi bersama dengan itu kezaliman terhadap or¬ang-orang mukmin (para shahabat), melaknat mereka, mencela mereka, serta sebaliknya membantu ahlu syiqaq orang-orang munafiq dan ahlul bid’ah dalam kerusakan dien yang mereka tuju serta kemungkaran lain yang Allah lebih mengetahuinya.
Maraji’:
Minhajus-Sunnah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Al-’Awashim Minal Qawashim, oleh Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi dengan tahqiq dan ta’liq Syaikh Muhibbudin Al-Khatib.
Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir.
Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Shahih Muslim dengan Syarh Nawawi.
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
Oleh: Ustadz Muhammad Umar Sewed
Sumber: ahlulhadist.wordpress.com
Saturday, 29 September 2012
0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 13 : Husain Bin Ali Bin Abi Thalib RA.
Thursday, 27 September 2012
0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 12 : Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib RA.
Nama lengkap beliau
adalah Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. bin Abdul Muth Thalib
ra. bin Hasyim al-Qurasyi al-Hasyimi, cucu Rasulullah saw., putera dari puteri
beliau Fathimah az-Zahra dan raihanah (kesayangan) beliau. Orang yang
paling mirip wajahnya dengan beliau, Lahir pada pertengahan Ramadhan tahun 3 H.
Rasulullah saw. mentahniknya dengan ludah beliau dan memberinya nama al-Hasan.
la adalah putera tertua Ali bin Abi Thalib ra.. Rasulullah saw. sangat
mencintainya dan kadang kala beliau menjilati lidahnya sewaktu ia masih kecil,
memeluknya dan bercanda dengannya. Kadang kala ia mendatangi Rasulullah saw.
saat beliau sedang sujud lalu naik ke atas punggung beliau. Beliau
membiarkannya dan meman-jangkan sujud karenanya. Dan kadang kala beliau
membawanya naik ke atas mimbar.
Dalam hadits
shahih1147 disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. berkhutbah, beliau melihat
al-Hasan dan al-Husain datang menghampiri beliau. Beliau turun dari mimbar dan
menggendong mereka berdua lalu membawa keduanya ke atas mimbar, kemudian beliau
berkata, “Maha benar Allah SWT.. ‘ Sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)‘ (At-Taghabun:15).
Sesungguhnya aku
melihat kedua anak ini berjalan dan jatuh, aku tidak sabar hingga turun
mengambil keduanya.” Kemudian beliau berkata, ” Sesungguhnya kalian
(anak-anak tersebut) termasuk kesayangan Allah SWT.. Dan kalian
membuat kami bakhil dan penakut. “1148
Dalam Shahih
al-Bukhari1149 disebutkan bahwa Abu Bakar mengimami kaum muslimin shalat
beberapa malam setelah Rasulullah saw. Sll wafat. Kemudian beliau bersama Ali
berjalan keluar. Lalu beliau melihat al-Hasan sedang bermain bersama anak-anak
lainnya. Abu Bakar menggendongnya di atas punggungnya seraya berkata, “Demi Allah
SWT., anak ini sangat mirip dengan Rasulullah saw., tidak mirip dengan Ali.”
Ali tertawa saja mendengarnya.
Diriwayatkan dari
Abu Juhaifah ia berkata,” Aku pernah melihat Rasulullah saw., dan al-Hasan bin
Ali adalah orang yang paling mirip dengan beliau.”
Diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim.1150 Imam Ahmad281 berkata, “Abu Dawud ath-Thayalisi
telah mencerita-kan kepada kami, ia berkata, Zam’ah telah menceritakan kepada
kami dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata, Fathimah menimang1151 al-Hasan bin Ali
sambil mengatakan: Aduhai sungguh sangat mirip dengan nabi Tidak
mirip dengan Ali
Abdurrazzaq dan yang
lainnya1152 meriwayatkan dari Ma’mar dari az-Zuhri dari Anas bin Malik ia
berkata, “Al-Hasan bin Ali adalah orang yang paling mirip wajahnya dengan Rasulullah
saw.1153.”
Imam Ahmad1154
berkata, “Hajjaj telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Israil telah
menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq dari Hani’ dari Ali, ia berkata,
‘Al-Hasan sangat mirip dengan Rasulullah saw. antara dada dan atas kepalanya.
Dan al-Husain mirip dengan Rasulullah saw. dari dada ke bawah.”
Diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi1155 dari hadits Israil, beliau berkata, Hadits ini hasan gharib.
Abu Dawud ath-Thayalisi1156 berkata, Qais telah meriwayatkan kepada kami dari
Abu Ishaq dari Hani’ bin Hani’ dari Ali ia berkata, “Al-Hasan bin Ali adalah
orang yang paling mirip dengan Rasulullah saw. dari wajah sampai ke pusarnya.
Dan al-Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah saw. dari pusar
ke bawah.”
Telah diriwayatkan
juga dari Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin az-Zubair bahwa al-Hasan bin Ali
sangat mirip dengan Rasulullah saw..1157
Keutamaan
al-Hasan bin Ali
Diriwayatkan dari
al-Bara’ bin ‘Azib 4& ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. menggendong
al-Hasan bin Ali di atas pundak beliau seraya berkata, “Ya Allah SWT., aku
mencintainya maka cintailah dia.”
Diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim dari hadits Syu’bah.1158 Imam Ahmad1159 meriwayatkan dari
Abu Hurairah ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. pergi ke pasar Bani
Qainuqa’ dengan dituntun oleh kedua tanganku. Beliau berkeliling di pasar
tersebut. Kemudian kembali dan duduk di dalam masjid. Beliau berkata, ‘Di
mana si Laka’ ? Panggil kemari si Laka’!’ Lalu datanglah al-Hasan berlari
ke arah beliau lalu duduk di pang-kuan beliau. Rasulullah saw. memasukkan lidah
beliau ke dalam mulutnya sembari berkata, “Ya Allah SWT., aku mencintainya
maka cintailah dia dan cintailah orangorang yang mencintainya.”
Beliau katakan sebanyak tiga kali.
Abu Hurairah
berkata, “Tidaklah aku melihat al-Hasan melainkan menetes air mataku atau
berlinang air mataku atau melainkan aku menangis.” Hadits ini shahih sesuai
dengan syarat Muslim dan tidak dikeluarkan oleh keduanya.
Imam Ahmad1160
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, “Rasulullah saw. keluar
menemui kami bersama al-Hasan dan al-Husain. Keduaduanya beliau gendong di atas
pundak beliau. Sekali-kali beliau men-cium al-Hasan dan sekali kali mencium
al-Husain, hingga beliau sampai di hadapan kami. Seorang lelaki berkata, “Wahai
Rasulullah saw., engkau kelihatannya sangat mencintai keduanya.” Rasulullah
saw. berkata, “Barangsiapa mencintai keduanya berarti ia telah mencintaiku
dan barang-siapa membuat keduanya marah berarti ia telah membuatku
marah.” Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.
Diriwayatkan dalam
hadits Ali, Abu Sa’id, Buraidah1161 dan Hudzaifah bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin para pemuda penduduk
Surga, dan ayah mereka lebih baik daripada mereka.” Dalam hadits
Abdullah bin Syaddad dari ayahnya disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw.
mengimami mereka shalat dalam sebuah shalat di malam hari. Beliau sujud dan
memperpanjang sujud. Setelah salam beliau berkata kepada para makmum: ” Sesungguhnya
cucuku ini -yakni al-Hasan- naik ke atas punggungku dan aku tidak
ingin mengusirnya hingga ia merasa puas. ” 1162
Ats-Tsauri1163
meriwayatkan dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata, “Aku menemui Rasulullah
saw. sementara beliau membawa al-Hasan dan al-Husain di atas pundak beliau.
Beliau berjalan merangkak sambil menggen-dong mereka di atas punggung beliau.
Aku berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian berdua.” Rasulullah saw.
menimpali, “Sebaik-baik anak unta adalah kalian berdua.”
Sanadnya sesuai
dengan syarat Muslim dan belum dikeluarkan oleh mereka. Imam Ahmad 1164
berkata, Hasyim bin al-Qasim telah menyampaikan kepada kami dari Jarir dari
Abdurrahman bin Abi Auf al-Jursyi dari Mu’awiyah ia berkata, “Aku melihat
Rasulullah saw. mencium lidahnya.” Atau ia berkata, “Aku melihat Rasulullah
saw. mencium bibirnya.” Yakni al-Hasan bin Ali . Sesungguhnya tidak
akan terkena siksa lidah atau bibir yang dicium oleh Rasulullah saw. .” Imam
Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.
Dalam kitab ash-Shahih
telah diriwayatkan dari Abu Bakrah, demikian pula diriwayatkan oleh Ahmad
dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah saw. bersabda:
” Sesungguhnya
cucuku ini adalah sayyid, kelak Allah SWT. Akan mendamaikan dua kelompok besar
kaum muslimin melalui dirinya.“ Al-Hasan turun jabatan dan
menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah. Terjadilah apa yang
dikatakan oleh Rasulullah saw. tadi.
Penghormatan
Para Khalifah dan Para Sahabat yang Lainnya Kepada Beliau
Abu Bakar
ash-Shiddiq memuliakan, menghormati, mencintai dan setia kepada al-Hasan.
Demikian pula Umar bin al-Khaththab. Al-Waqidi 1165 meriwayatkan dari
Musa bin Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits at-Taimi dari ayahnya bahwa ketika
Umar mencatat nama-nama sahabat yang berhak mendapat santunan negara, beliau
memasukkan al-Hasan dan al-Husain dalam deretan sahabat yang mengikuti perang
Badar yang mendapat lima ribu dirham sebulan.
Demikian pula Utsman
bin Affan memuliakan al-Hasan dan al-Husain dan mencintai keduanya. Pada hari
pengepungan terhadap Utsman bin Affan al-Hasan bin Ali berada di sisinya dengan
pedang terhunus untuk melindungi1166 Utsman. Akan tetapi Utsman mengkhawatirkan
keselamatannya. Utsman bersumpah menyuruhnya kembali ke rumah agar hati Ali
menjadi tenang. Karena beliau sangat mengkhawatirkan keselamatannya.
Demikian pula Ali
sangat memuliakan al-Hasan, menghormati dan mengagungkannya. Pada suatu hari ia
pernah berkata kepada puteranya itu,1167 “Wahai anakku, maukah engkau
berkhutbah? Aku ingin sekali mendengarkannya.” Al-Hasan menjawab, “Aku malu berkhutbah
sementara aku melihatmu.”
Lalu Ali pergi dan
duduk di tempat yang tidak terlihat oleh al-Hasan. Kemudian al-Hasan bangkit
dan berkhutbah di depan manusia sedangkan Ali mendengarkannya. Ia menyampaikan
khutbah yang sangat indah dan fasih. Setelah selesai Ali berkata, ” (sebagai)
satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain.” (Ali Imran:
34).
Abdullah bin Abbas
biasanya mengambil sanggurdi untuk al-Hasan dan al-Husain apabila keduanya
hendak menunggang hewan tunggangan. Beliau menganggap itu sebagai salah satu
nikmat Allah SWT. kepadanya. Apabila keduanya melakukan thawaf di Baitullah
al-Haram maka orang-orang berdesakdesakkan mengerumuni keduanya untuk
mengucapkan salam kepada keduanya, semoga Allah SWT. meridhai keduanya dan
membuat keduanya ridha.
Mu’awiyah juga
memuliakan dan menghormati al-Hasan. la sering mengirim hadiah setiap tahun
sebanyak seratus ribu dirham. Al-Hasan pernah datang mengunjunginya lalu
Mu’awiyah memberinya hadiah sebanyak empat ratus ribu dirham. 1168 Ibnu az-Zubair
pernah berkata, 1169 “Demi Allah SWT., wanita-wanita tidak akan lari dari orang
seperti al-Hasan bin Ali.”
Ibadah dan
Kemuliaan Beliau
Ibnu Sa’ad 1170
meriwayatkan bahwasanya apabila al-Hasan bin Ali shalat subuh di masjid,
selesai shalat beliau duduk di tempat shalat dan berdzikir hingga matahari
meninggi. Para tokoh dan orang-orang terkemuka duduk berbincang-bincang bersama
beliau. Kemudian beliau pulang dan menemui Ummahatul Mukminin untuk mengucapkan
salam kepada mereka. Kadang kala Ummahatul Mukminin memberi bingkisan buat
beliau, baru sete-lah itu beliau pulang ke rumah. Allah SWT. membagikan harta
kepada beliau sebanyak tiga kali dan beliau melepaskannya sebanyak dua kali.
Beliau menunaikan haji dua puluh lima kali dengan berjalan kaki, sementara
unta-unta dituntun di depan beliau.
Demikianlah yang
diriwayatkan oleh al-Baihaqi.1171 Imam al-Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq
dalam kitab Shahih1172 beliau bahwasanya al-Hasan athpergi
menunaikan haji dengan berjalan kaki. Beliau memiliki kemuliaan yang sangat
agung. Muhammad bin Sirin berkata, “Kadangkala al-Hasan bin Ali memberi
seseorang hadiah sebesar seratus ribu dirham.”1173
Mereka juga
mengatakan bahwa beliau banyak menikah,1174 empat orang istri hampir setiap
saat selalu menyertai beliau. Beliau suka kawin cerai. Bahkan ada yang
mengatakan bahwa beliau telah menikahi tujuh puluh orang wanita. Mereka juga
menyebutkan1175 bahwa beliau mentalak dua istri dalam sehari. Seorang dari Bani
Asad dan seorang dari suku Fazariyyah. Lalu beliau mengirim hadiah kepada
keduanya masing-masing sebesar sepuluh ribu dirham dan satu drum madu. Beliau
berkata kepada pelayan, “Coba dengar-kan apa komentar mereka berdua!”
Adapun wanita dari
suku Fazariyyah mengatakan, “Semoga Allah SWT. mem-balasnya dengan kebaikan.”
Lalu ia mendoakan kebaikan untuk al-Hasan bin Ali. Adapun wanita dari Bani Asad
mengatakan: Hadiah yang sedikit Dari kekasih yang pergi
Pelayan itu menyampaikan apa yang didengarnya kepada al-Hasan. Lalu beliau
rujuk kepada wanita Bani Asad dan meninggalkan wanita Fazariyyah.
Ali bin Abi Thalib
ra. mengatakan kepada penduduk Kufah,1176 “Janganlah nikahkan dia, karena dia
suka mentalak istri.” Mereka berkata, “Demi Allah SWT. wahai Amirul Mukminin,
sekiranya ia datang meminang kepada kami setiap hari niscaya akan kami nikahkan
ia kepada wanita yang ia sukai karena keinginan kami mendapat hubungan keluarga
dengan Rasulullah saw..”
Mereka juga
menyebutkan sebuah kisah1177 bahwasanya beliau tidur bersama istri beliau
bernama Khaulah binti Manzhur al-Fazariy -ada yang mengatakan Hindun binti
Suhail- di atas atap rumah mereka yang tidak berpagar. Sang istri bangun dan
mengikat kaki beliau dengan kerudungnya kepada gelang kakinya. Ketika beliau
bangun beliau berkata, “Apa-apaan ini?” Istrinya menjawab, ” Aku khawatir
engkau bangun dari tidur lalu engkau jatuh dari atap sehingga aku menjadi
wanita yang paling tercela di kalangan masyarakat Arab.”
Al-Hasan takjub
mendengar penuturannya itu dan meneruskan malam-malam
berikutnya
bersamanya selama tujuh malam. Abu Ja’far al-Baqir berkata,1178 “Seorang lelaki
datang menemui al-Husain bin Ali meminta bantuan kepadanya untuk suatu
keperluan. Lelaki itu mendapati beliau sedang i’tikaf. Al-Husain menolak secara
halus permintaan lelaki itu. Lalu ia pergi menemui al-Hasan dan meminta bantuan
kepadanya. al-Hasan memenuhi permintaan lelaki itu. Beliau berkata, “Membantu
keperluan saudaraku fillah lebih aku sukai daripada beri’tikaf sebulan penuh.”
Petikan
Ucapan, Sikap dan Kebijakan Beliau
Imam Ahmad berkata,
Muth Thalib ra. bin Ziyad Abu Muhammad telah menyampaikan kepada kami, ia
berkata, Muhammad bin Aban telah menceritakan kepada kami, ia berkata, al-Hasan
bin Ali berpesan kepada anak-anaknya dan keponakan-keponakannya, “Tuntutlah
ilmu, karena pada hari ini kalian adalah anak-anak kecil. Namun kelak kalian
akan menjadi orang besar. Barangsiapa yang tidak kuat hafalannya hendaklah ia
mencatat.”
Diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dari jalur al-Hakim dari al-Asham dari Abdullah bin Ahmad dari
ayahnya.1179 Muhammad bin Sa’ad1180 berkata, “Al-Hasan bin Musa dan Ahmad bin
Yunus telah menyampaikan kepada kami, keduanya berkata, Zuhair bin Mu’awiyah
telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ishaq telah menceritakan kepada
kami dari Amru bin al-Asham ia berkata, Aku ber-tanya kepada al-Hasan,
“Sesungguhnya kaum Syi’ah mengira bahwa Ali akan dibangkitkan sebelum hari
Kiamat?” Beliau menjawab, “Demi Allah SWT. mereka dusta! Mereka itu bukan
pengikut Ahli Bait! Sekiranya kami tahu Ali akan dibangkitkan tentunya kami
tidak akan menikahkan istrinya dan tidak akan membagi-bagikan harta
warisannya.”
Shalih bin
Muhammad1181 berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, Sebanyak sembilan puluh
ribu pasukan telah berbai’at kepada al-Hasan, namun beliau meninggalkan jabatan
khalifah, beliau berdamai dengan Mu’awiyah. Tidak setitik darahpun mengalir
selama masa pemerintahannya.” Muhammad bin Sa’ad1182 berkata, “Abu Dawud
ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah
menyampaikan kepada kami dari Yazid bin Khumair ia berkata, Aku mendengar
Abdurrahman bin Jubair bin Nufair al-Hadhrami menyampaikan bahwa ayahnya
berkata, Aku bertanya kepada al-Hasan bin Ali, ‘Orang-orang mengatakan bahwa
engkau menginginkan khilafah?’ Al-Hasan berkata, ‘Sesungguhnya orang-orang Arab
di
bawah kendaliku.
Mereka berdamai dengan orang-orang yang berdamai denganku dan mereka memerangi
orang-orang yang aku perangi. Namun aku lepaskan jabatan itu demi mencari wajah
Allah SWT..
Apakah lantas
kemudian aku mengutamakan khilafah daripada kambing hutan penduduk Hijaz?!”
Muhammad bin Sa’ad1183 berkata, “Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada
kami dari Zaid bin Aslam ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui al-Hasan di
Madinah sementara lembaran kertas berada di tangan-nya. Lelaki itu
bertanya,”Apa itu?” Beliau menjawab, “Surat dari Mu’awiyah berisi janji dan
ancaman.”
Lelaki itu berkata,
“Dahulu engkau menuntut hal yang serupa darinya.” Beliau menjawab, “Benar, akan
tetapi aku khawatir pada hari Kiamat nanti tujuh puluh ribu orang, atau delapan
puluh ribu orang bisa lebih dan bisa kurang, datang pada hari Kiamat seluruhnya
dengan urat leher mengalirkan darah. Mereka semua menuntut kepada Allah SWT.
mengapa darah mereka ditumpahkan?”
Wafat Beliau
Al-Waqidi1184
berkata, Abdullah bin Ja’far telah menceritakan kepadaku dari Abdullah bin
Hasan ia berkata,”Al-Hasan bin Ali adalah seorang yang banyak sekali menikahi
wanita. Dan sangat sedikit dari mereka yang istimewa di sisinya. Setiap wanita
yang menikahi beliau pasti mencintai beliau dan menikmati hidup dengan beliau’.”
Disebutkan bahwa
beliau disuguhi minum kemudian beliau pingsan, kemudian beliau diberi minum
lagi, beliau kembali pingsan hingga pada akhirnya beliau meninggal. Menjelang
wafat seorang dokter yang terus memantau perkembangan kesehatannya berkata, “Orang
ini telah diputus-putus ususnya oleh racun.”
Al-Husain berkata,
“Wahai Abu Muhammad, katakan padaku siapakah yang menyuguhimu minum!” “Mengapa
wahai saudaraku?” Tanya al-Hasan. Al-Husain menjawab, “Demi Allah SWT., aku
akan membunuhnya sebelum aku mengubur jenazahmu, atau aku tidak mampu
menjumpainya atau ia berada di suatu tempat maka aku akan berusaha
menjumpainya!”
Al-Hasan berkata,
“Wahai saudaraku, dunia ini hanyalah malam-malam yang fana, biarkanlah ia
hingga kelak aku dan dia bertemu di hadapan Allah SWT..” Al-Hasan enggan
menyebutkan nama orang itu. Aku mendengar dari sebagian orang bahwa Mu’awiyah
menyuruh salah seorang khadim (pelayannya) untuk menyuguhkan racun kepadanya.
Sebagian orang1185 meriwayatkan bahwa Yazid bin Mu’awiyah mengirim perempuan
bernama Ja’dah binti al-Asy’ats untuk meracun al-Hasan dengan janji ia akan
menikahinya setelah itu. Lalu Ja’dah pun melakukan perintah itu. Setelah
al-Hasan wafat, Ja’dah menemui Yazid dan menagih janjinya. Yazid berkata, “Demi
Allah SWT. kami tidak merelakan dirimu untuk dinikahi al-Hasan, bagaimana
mungkin kami bisa merelakan dirimu untuk kami nikahi.”
Ibnu Katsir berkata,
“Menurutku riwayat ini tidak shahih, dan lebih tidak shahih lagi riwayat dari
ayahnya, yakni Mu’awiyah.” Sufyan bin Uyainah1186 meriwayatkan dari Raqabah bin
Mashqalah ia berkata, “Ketika al-Hasan bin Ali menjelang wafat ia berkata,
‘Keluarkanlah aku ke halaman agar aku dapat melihat langit yang luas.’
Merekapun mengeluarkan tempat tidurnya. Beliau mengangkat kepalanya kemudian berkata,
“Ya Allah, aku mengikhlaskan jiwaku berada di sisiMu, karena jiwaku adalah yang
paling berharga bagiku.”
Dan salah satu
ketetapan Allah SWT. bagi dirinya adalah ia mengikhlaskan dirinya berada di
sisiNya. Al-Waqidi berkata,1187 “Ibrahim bin Fadhl telah menyampaikan kepada
kami dari Abu Atiq ia berkata, Aku mendengar Jabir bin Abdillah berkata, ‘Kami
datang menjenguk al-Hasan di hari beliau wafat. Saat itu keributan hampir saja
terjadi antara al-Husain bin Ali dan Marwan bin al-Hakam. Al-Hasan telah mewasiatkan
kepada saudaranya agar dikebumikan bersama Rasulullah saw. Jika dikhawatirkan
akan menimbulkan pertumpahan darah dan keributan hendaklah jenazahnya
dikebumikan di Baqi’ saja.
Akan tetapi Marwan
tidak mengizinkan al-Husain menguburkannya bersama Rasulullah saw. . Pada saat
itu Marwan telah dicopot dari jabatannya. Ia lakukan itu untuk mencari muka
kepada Mu’awiyah’.” Jabir berkata, ‘Aku berbicara kepada al-Husain bin Ali,
kukatakan kepadanya, ‘Wahai Abu Abdillah, bertakwalah kepada Allah SWT., sesungguhnya
saudaramu tidak ingin keributan ini terjadi. Kebumikanlah jenazahnya di
perkuburan Baqi’ bersama ibunya.’ Maka al-Husain pun melakukannya’.”
Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa al-Hasan mengutus seseorang untuk meminta izin kepada ‘ Aisyah
agar jenazahnya dikebumikan di kamar bersama Rasulullah saw.. ‘Aisyah ra.
mengizinkannya. Ketika al-Hasan wafat, terjadi keributan. Al-Husain mengenakan
senjatanya sementara Bani Umayyah juga menyiapkan senjata mereka. Mereka
berkata, “Kami tidak akan membiarkannya dikebumikan bersama Rasulullah saw..
Apakah ia dikuburkan di kamar bersama Rasulullah saw. sementara Utsman
dikuburkan di Baqi?”
Ketika dikhawatirkan
keributan itu akan menimbulkan pertumpahan darah Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu
Hurairah, Jabir dan Ibnu Umar menyarankan kepada al-Husain agar tidak
berperang. Ia pun mengikuti saran tersebut lalu menguburkan saudaranya di dekat
kubur ibunya di Baqi’.” 1188 Sufyan bin Uyainah1189 meriwayatkan dari Salim bin
Abi Hafshah dari Abu Hazim ia berkata, “Aku melihat al-Husain bin Ali
menpersilahkan Sa’id bin al-Ash (Amir Madinah) untuk menshalati jenazah
al-Hasan (yakni me-mimpin
shalat jenazah).
Beliau berkata, ‘Sekiranya hal itu bukanlah sunnah nabi niscaya
aku tidak akan
mempersilahkannya’.”
Muhammad bin
Ishaq1190 berkata, Musawir maula Bani Sa’ad bin Bakar menyampaikan kepadaku, ia
berkata, “Aku melihat Abu Hurairah berdiri di masjid Rasulullah saw. pada hari
wafatnya al-Hasan bin Ali, beliau meneriakkan dengan suara keras, “Wahai
sekalian manusia pada hari ini telah wafat kekasih Rasulullah saw.,tangisilah
kepergiannya.”
Manusia berkumpul
mengantar jenazahnya sampai-sampai perkuburan Baqi’ penuh sesak dengan para
pengantar. Lelaki, wanita sampai anak-anak menangisi kepergian beliau. Ibnu
Ulayyah meriwayatkan 1191 dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya,”Al-Hasan wafat
dalam usia tujuh puluh empat tahun. Demikianlah yang dikatakan oleh sejumlah
orang dan itulah yang benar. Menurut perkataan yang masyhur beliau wafat pada
tahun 49 H.Sementara yang lain mengatakan, Wafat pada tahun 50 H.”
DAFTAR
REFERENSI
• Al-Qur’anul Karim
• Abu Dawud
Sulaiman bin al-Asy ats as-sajistani (W.275 H), Sunan Abu Dawud (5
jilid dengart daftar isi) tahqiq Izat Ubaid, Da’as, Darul hadits, Beirut
; al-Mu’jam al-mukhtash, tahqiq Muhamad al-Habib al-Hailah, Maktabah
ash-Shiddiq di Thayyi’f Cet I ,tahun 1408 H.
• Abu Ubaid
al-Qasim bin Sallam wafat tahun 224 H, al-Amwal ditahqiq oleh
Muhammad Khalil Hiras cetakan maktabah kulliyat al- Azhariyah.
• Ad-Daraquthni
(Ali bin Umar bin Ahmad wafat tahun 385 H), al-Ilal al-Waaridah ft
Ahaadits An-nabawiyah (7juz) tahqiq Mahfuzh ar-Rahman as- Salafi,
Daru Thayyibah Riyadh.
• Adz-Dzahaby
(Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, wafat 748
Hijriyah), Siyar
‘Alam Nubala’ (23 jilid) tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Iainlain, Daru
Risalah. Beirut ; Tarikh Islamy (‘Ahdu Khulafaur Rasyidin) tahqiq
Doktor Abdus Salam Tadmury, darul Kitab al-’Araby, Beirut; Tajrid Asma
ash-Shahabah (2 jilid) tauzi1 darul Ma’arif, Beirut dan Darul Baz.
Makkah.
• Ahmad bin
Hanbal as-Syaibani(W.240), al-Musnad (enam jilid) dicopy oleh
Dar ash-Shadir di Beirut ; al-Musnad dengan tahqiq Ahmad Syakir hingga
juz 16, Dar al-Ma’arif di mesir tahun 1368-1375 H ; Fadhail Shahabah (2
jilid) tahqiq Washiyullah Muhammad Abbas, Markaz al-Bahts al-llmi wa Ihyaa
at-Turats Jami’ah Ummul Qura.
• Ahmad bin
Hanbal asy-Syaibany (wafat tahun 240 Hijriyah), al- Musnad (6
jilid) Dar ash-Shadir, Daru Beirut; al-Musnad (16 jilid) tahqiq Ahmad
Syakir, Darul Ma’arif mesir 1368-1375 Hijriyah ; Fadhail Shahabah (2
jilid) Tahqiq Washallah . Muhammad Abas, Markaz al-Bahts al-ilmy di Jamiah
Ummul Qura.
• Ahmad
Muhammad Syakir, Umdah at-Tafsir ‘an al-Hafizh Ibnu Katsir (lima
juz), Dar al-Ma’arif Mesir Tahun 1376 H.
• Al-Ajurriy
(Abu Bakar Muhammad bin al-Husain wafat tahun 360 H), Kitabusy
Syari’ah (6 jilid dengan daftar isi) tahqiq Dr. Abdullah bin Umar bin
Sulaiman Ad-Dumaijy, Darul Wathan, Riyadh 1418 Hijriyah.
• Al-Albani
(Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati), Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah juz III, diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami, Cet I tahun
1399 H,Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (6 jilid), diterbitkan oleh
alMaktab al-Islami dan Maktab Ma’arif Riyadh ; Silsilah al-ahadits
adh-Dhaifah (5 jilid) diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami dan Maktab
Ma’arif Riyadh ; Shahih al-]amV ash-Shaghir (6 juz) diterbitkan oleh
al-Maktab al-Islami ; Dhaif al-jami’ ash-Shaghir (6 juz) diterbitkan
oleh al-Maktab al-Islami, Mukhtasar as-Syamail al-Muhammadiyah HI imam
at-Tirmidzi, al-Maktabah al- Islamiyah, Amman, Yordania cet I
tahun 1405 H.
• Al-Asy’ari
Abul Hasan Ali bin Ismail (W. 320 H), al-Ibanah ‘an Usul ad-
Diyanah, diterbitkan oleh Dar at-Thiba’ah al-Muniriyyah.
• Al-’Audah
(Doktor Salaiman bin Hamd), Abdullah bin Saba’ wa atasaruhufi
ahdats al-fitnahfi ‘ashril Islam. Dar ath-Thayibah 1406 Hijriyah.
• Al-Azdi
(Abu Ismail Muhammad bin Abdullah) (tahun ketiga H),
Futuh as-Syam, tahqiq
Abdul Mun’im Abdullah ‘Amir,diterbitkan oleh Sijil al-Ab tahun 1970 M.
• Al-Azdi
(Abu Ismail Muhammad bin Abdullah) (tahun ketiga H), Futuh
as-Syam, tahqiq Abdul Mun’im Abdulllah ‘Amir,diterbitkan oleh Sijil al-Ab
tahun 1970 M.
• Al-Azruqi
(Muhammad bin Abdillah wafat tahun 244 H), Akhbar Makkah wa ma
ja’a film minal atsar ditahqiq oleh Rusydi Milhas, cetakan ketiga
Daruts Tsaqafah Makkah tahun 1398 H.
• Al-Baihaqi
(Abu Bakar Ahmad bin al-Husain wafat 458), Sunan al-Kubra (10
Jilid) darul fikr Beirut.
• Al-Baihaqi
Abu Bakar Ahmad bin al-Husain (W. 458), Dalail an-Nubuwwah urn
Ma’rifatu ahwal Shahib asy-Syariah(yil Jilid) Tahqiq: Abdul Mu’ti
Qal’aji, dar al-Kutub al-Ilmiyah Cet.I tahun 1405 H.
• Al-Baladzari
Ahmad bin Yahya bin Jabir (W.279), futuh al-Buldan(?Juz)
tahqiq Dr. Sholahuddin al-Munajid, Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah ; Anshabul
Asyraf (13 jilid) tahqiq Suhail Zikar Riyadh Zarkaly, maktabah
At-Tijariyah Makkah, Darul Fikr Beirut.
• Al-Balazari
Ahmad bin Yahya bin Jabir (W.279), Futuh al-Buldan (3 Juz)
tahqiq Dr. Sholahuddin al-Munjid, Maktabah an-Nahdah al-Mishriyyah.
• Al-Biladi,
Atiq bin Ghaits, Mu’jam al-Ma]alim al-Jughrafiijahfis Sirah
an-Nabaiviyah, cetakan Darul Makkah lin nasyr cetakan pertama 1402 H.
• Al-Bilady
(‘Atiq bin Ghaits), Ma’ajim al-Ma’alim al-Jughrafiyahfi as-Sirah
an-Nabawiyah, Daru Makkah cetekan I 1402 Hijriyah ; Anshabul Asyraf (13jilid)
tahqiq Suhail Zikar Riyadl Zarkaly, maktabah at-Tijariyah Makkah, Darul Fikr
Beirut; Futuh Buldan (3 jilid) tahqiq Shalahuddin al-Munjid, maktabah
Nahdlatul Masriyah.
• Al-Fakih
Muhammad bin Ishaq bin Abbas wafat setelah tahun 272 H,
Akhbar Makkah fi
qaditn az-zaman wa haditsihi (6 juz) ditahqiq oleh Abdul Malik bin Dahisy,
Maktabah an-Nahdhah al-Haditsiyah Makkah, cetakan pertama tahun 1407 H.
• Al-Fasawy
(abu yusuf Ya’qub bin Sufyan wafat 277 Hijriyah), al- Ma’rifatu
wat Tarikh (3 jilid), tahqiq Doktor Akram Dhiya’ al-Umary, Dar Risalah,
Beirut.
• Al-Fazary
(Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Harits wafat 186 Hijriyah), Kitab
as-Siyar. Tahqiq Doktor Faruq Hammadah. Muassah ar- Risalah,
Beirut 1408 Hijriyah.
• Al-Ghaban
(Doktor Muhammad bin Abdullah); Fitnah maqtal utsman bin Affan
4k>. Skripsi Majister di Jami’ah Islamiyah, 1410 Hijriyah.
• Al-Ghaits
(Doktor Khalid bin Muhammad), Istisyhad ‘Utsman wa ma’rakatul
jamal (Dirasatul Marwiyat Said bin Umar fi Tarikh ath Thabari).
Darul Andalus al-Khadhra’. Jeddah 1418 Hijriyah.
• Al-Haitsamy
(Nuruddin Ali bin Abi Bakar wafat 807 Hijriyah), Mujma’ az-Zawaid
wa manba’ul Fawail (5 jilid). Daru Kitab Araby Beirut; Mawariduzh
Zham’an ila zawaid Ibnu Hibban, tahqiq dannasyr Muhammad Abdur
Razzaq Hamzah. Darul Kutubil ‘Ilmiyah,Beirut.
• Al-Hakim
(Abu Abdullah Muhammad bin abdullah An-Naisabury) wafat 405 Hijriyah), al-Mustadrak
Ala Shahihain (4 jilid) Darul KitabAraby, Beirut.
• Al-Imam
al-Bukhari Muhammad bin Ismail (W. 265 H), al-Jami’ ashshahih (Cetakan
Istanbul, 8 juz) ; al-]amV ash-Shahih beserta Faihu al-Bari (13
juz) cetakan al-Maktabah as-Salafiyyah di Mesir ; at-Tarikh al-Kabir (8
jilid) diterbitkan oleh Darul Fikr dicopi dari cetakan Hindia.
• Al-Imam
al-Bukhari (Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il Aj-Ja’fy wafat tahun 256
Hijriyah), }ami’ ash-Shahih ma’a Fathil Bari. Cetakan
Maktabah Salafiyah Mesir.
• Al-Imam
Muslim (Abul Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairy wafat 261 Hijriyah), Shahih
Muslim (5 jilid dengan daftar isi) Tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul
Baqy., Dar Ihya’ at-Turats al-Araby.
• Al-Imam
Muslim (Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, shahih Muslim (5 jilid
beserta Daftar isi), Tahqiq Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya at-Turats al-Arabi.
• Al-Khatib
(Ahmad bin Tsabit al-Baghdaadi), Tarikh Baghdad (14 jilid)
Maktabah Salafiyah Madinah
• Al-Kindi,
Muhammad bin Yusuf al-Mishri, Tarikh Wulatil Mishri wa Qudhatiha, cetakan
yayasan al-Kutubuts Tsaqafiyah, cetakan 1,1407 H.
• Al-Lalika’i
(Hibatullah bin Hasan Ath Thabari wafat 418 Hijriyah), Syarh
i’itiqad ahlu sunnah waljama’ah (5 jilid) tahqiq Doktor Ahmad Sa’id
Hamdan. Daru Thayibah, Riyadh.
• Al-Lalika’i
(Hibatullah bin Hasan Ath Thabari wafat 418 Hijriyah), Syarh
i’itiqad ahlis sunnah zoaljama’ah (5 jilid) tahqiq Doktor Ahmad Sa’id
Hamdan. Daru Thaiyibah, Riyadh.
• Al-Maidani
(Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim an-Nisaburi, (W. 518 H), Majma’
al-Amtsal (3 jilid), Tahqiq dan Ta’liq Hasyiahnya Muhammad Muhyiddin
Abdul hamid , diterbitkan oleh Makabah as-Sunnah an- Nabawiyyah,
tahun 1374 H.
• Al-Mizzy
(Jamaluddin Yusuf bin Hajjaj wafat 742 Hijriyah), Tuhfatul
Asyraffi ma’rifatil Athraf(lA jilid), tahqiq Abdush-Shamad Syarafudin.
• Al-Umary
(Abdul Aziz bin Ibrahim), al-wilayah alal buldanfi ‘ashry
alkhulafaur rasyidin. Cetakan I Riyadh.
• Al-Yahya (Yahya
bin Ibrahim bin Ali), Manviyyat Abi Mikhnaffi Tarikh ath-Tlmbari, ‘Ashru
al-Khilafah ar-Rasyidah, Darul ‘Ashimah Riyadh, cetakan pertama 1410
H.
• An-Nai’imi
Abdul Qadir ibnMuhammad ad-Dimasyqi(W. 927 H), ad- Doris fi Akhbar
al-Madaris (II jilid), Tahqiq Ja’far al-Husaini, diterbitkan oleh Majma1
al-Lughah al-Arabiyyah di Damaskus, tahun 1367 H.
• An-Nasa’i
(Abu Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib wafat 303 Hijriyah), al-Mujtaba
minas Sunanil kubra ma’a syarhil imam Suyuthy (4 jilid).Nasyr
daru Kitab Araby Beirut.
• Ar-Razi
Muhammad bin Abu Bakar (W. 666 H), Mukhtar as-Suhhan, Dar
al-Kitab al-Arabi, Cet I, tahun 1968 M.
• As-Sa’ati
(Ahmad bin Abdur Rahman al-Banna), al-Fathu ar-Rabbani bitartib
Musnad al-lmam Ahmad asy-Syaibani (12 Jilid), Dar Ihya at-Turats al-Arabi,
Cairo.
• As-Sakhawi
Muhammad bin Abdurrahman (902 H), Flan bit Taubikh liman dzamma
at-Tarikh, Darul kutub al-Arabi.
• As-Samhudi
(Nuruddin ali bin Ahmad wafat 911), WafaulWafa’bi akhbar daril
mushthafa. Tahqiq Muhammad Muhyuddin abdul Hamid, Darul Ihya’
turats al-Araby. Beirut.
• As-Sulamy
(Muhammad bin Shamil), Manila} Kitabah at-Tarikh al-Islamy cetakan
II 1419 Hijriyah Dar Risalah Makkah; Tartib wa Tahdzib Kitab Bidayah wan
Nihayah Khilafah Umar bin Khaththab cetakan 1,1418 H. Darul
Wathan Riyadh.
• as-Suyuthi
Abdurrahman bin Abi Bakar (911 H), asy-Syamarikh fi limit Tarikh, ditahqiq
oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Darus salafiyah Kuwait, Ad-Durr
al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur (8 juz) Darul Fikr Beirut cetakan
pertama tahun 1403 H.
• Ath
Thabari (Muhammad bin Jarir bin Yazid wafat 310 Hijriyah), Tarikh
ar-Rusul wal muluk (10 jilid dengan daftar isi) tahqiq Muhammad Abul
Fadhl Ibrahim. Darul Ma’arif. Mesir.
• Ath-Thabrani
Sulaiman bin Ahmad wafat tahun 360 H, al-Mu’jamul Kabir (25
juz), tahqiq Hamdi Abdul Majid as-Salafi.
• At-Thabari
Muhammad bin Jarir (W.310 H), Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (10
jilid dengan daftar isi) Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim, Dar al- Ma’arif
di Mesir cet. II; Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayi al-Quran (12 jilid).
Cet.Ill, tahun 1388 H, diterbitkan oleh Maktabah Mushtafa al-Babi, di Mesir.
• At-Tirmidzi
(Muhammad bin ‘Isa as-Surah wafat 279 Hijriyah), Sunan at-Tirmidzi
(5 Jilid) tahqiq Ahmad Syakir, Darul Ihya’ Turats al-Araby.
• At-Tirmizi
Muhammad bin Isa bin Saurah (W. 279), Sunan at-Tirmidzi,(5
Jilid), Tahqiq Ahmad Syakir, Dar Ihya at-Turats al-Arabi.
• Az-Zubairy
(Mush’ab bin Abdullah wafat 236 Hijriyah), Nasabu Quraisy, tashhih
Laifi Brunfisal, Darul Ma’arif. Mesir.
• Az-Zubairi
Mush’ab bin Abdullah (236 H), Nasab Quraisy, direvisi oleh
Ir. Lifi Burfansal, Darul Ma’arif Mesir.
• Bakdasy
Said bin Muhammad Yahya, Fadhl al-Hajar al-Aswad wa Maqam Ibrahim,
cetakan Darul Basyair Beirut, cetakan pertama (1416 H)
• Fuad Abdul Baqi,
Dar Ihya at-Turats al-Arabi, Ibnu Manzhur Muhammad bin Mukrim al-Ifriqi
(W. 711 H), Lisanul Arab (15 jilid), Darus Shadir, Beirut.
• Ibn Sa’ad
Muhammad bin Sa’ad bin Muni1 (W. 230 H), at-Thabaqat al- Kubra (9
jilid) Dar ash-Shadir , Dar Beirut; at-Thabaqah ar-Rabiah min ash- Sahabah (2
jilid), Tahqiq Dr. Abdul Aziz as-Salumi, Maktabah ash-Shiddiq di Thayyif
tahun 1416 H.
• Ibn Taghri
Bardi Jamaluddin Yusuf al-Harrani (W. 874), an-Nujum az- Zahirafi
Muluk Misra wal Qahira, al-Muassasah al-Mashriyyah li at-Tarjamah.
• Ibn
Taimiyah Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani (W. 728 H), Majmu’
Fatawa (37 jilid), cetakan II, Maktabah Ibnu Taimiyah, Cairo Mesir.
• Ibn
Taimiyah Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani (W. 728 H), Minhaj
as-Sunnah an-Nabawiyyah fi Naqdhi Kalam as-Syi’ah wa al-Qadariyyah (9
jilid dengan daftar isi), tahqiq Muhammad Rasyad Salim, dicetak di
Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud.
• Ibnu Abdil
Bar (yusuf bin Abdullah an-Numairy wafat 4673 H.), al-Isti’ab fi
ma’rifatil ashhab (4 jilid) tahqiq Ali Muhammad al-Bajawy, Maktabah Nahdhah
Mesir.
• Ibnu Abdul
Hakim (Abdur Rahman bin Abdullah) tahqiq Abdul Mun’im ‘Amir. Nasyr lajnah
al-Bayan al-Araby, Futuh Mishr wal Maghrib (qism
Tarikh) tahqiq Abdul Mun’im Amir. Nasyr Lajnah al-bayan al-Araby.
• Ibnu Abi
Hatim (Abu Muhammad Abdur Rahman bin Muhammad bin Idris at-Tamimy wafat 327
Hijriyah), Kitab al-Jarh xuat Ta’dil cetakan I tahun
1371 Hijriyah Darul Ma’arif al-’Utsmaniyah Haidarabad tashwir Darul ilmiyah
Beirut.
• Ibnu Abi
Syaibah (Abdullah bin Muhammad al-Kufi al-Absi, (W. 235H), al-Kitab
al-Mushannaffi al-Ahadits wa al-Atsar (15 jilid) Cet. Ill, tahun 1388
H. diterbitkan oleh Maktabah Musthafa al-Babi, di Mesir.
• Ibnu Abi
Syaibah (Abdullah bin Muhammad al-Kufy al-Abasy wafat 235 Hijriyah), Kitab
al-Mushanniffi ahadits wal atsar (15 jilid) Daru Slafiyah Bombai.
• Ibnu Abu
Dawud (abu Bakar abdullah bin Sulaiman bin al-Asyats as-Sajistany. Wafat tahun
316 Hijriyah), Kitab Mashahif, muassasah Qardhafah
Mesir.
• Ibnu
al-Atsir (Ali bin Muhammad al-Jazri (W. 630 H), al-Kamilfi
at-Tarikh (13 jilid),Dar ash-Shadir dan Dar Beirut
• Ibnu
al-Atsir (Ali bin Muhammad al-Jazri (W. 630 H), al-Kamil
fi’ at-Tarikh(13 jilid), Dar ash-Shadir dan Dar Beirut; Usudul Ghabah
Fi Ma’rifa-tis Shahabah (5 jilid) tahqiq Muhammad al-Banna dan kedua
rekannya, Darus Sya’b Mesir.
• Ibnu
al-Atsir al-Mubarak bin Muhammad al-Jazri, (W.606 H), an-Nihayah
fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, Tahqiq Thahir az-Zawi dan Mahmud
at-Thanaji, diterbitkan oleh al-Maktabah al-Islamiyah.
• Ibnu
al-Imad Abdul Hamid bin Ahmad al-Hanbali (W. 1089 H), Syazarat
adz-Dzahab fi Akhbar man Dzahab (4 jilid), Darul Afaq al-Jadidah,Beirut.
• Ibnu
an-Nadim Muhammd Ibnu Ishaq (W. 377) H), al-Fahrasat, Thabqah
Ridha Tajaddud, Teheran, tahun 1971 M.
• Ibnu
‘Arafah (al-hasan bin ‘Arafah al-abdy wafat 257 H.), Juz al-Hasan
bin ‘Arafah, tahqiq abdur rahman al-Fariwa’i, Maktabah al-Aqsha,Kuwait.
• Ibnu
‘Asakir (Abul qasim Ali bin al-Hasan), Tarikh Madinah Dimasyq, foto
cofy dari manuskrip Darul Kutub azh-Zhahiriyah (19 jilid), tashwir Maktabah
ad-Dar Madinah.
• Ibnu
Asakir Abu al-Qashim Ali bin al-Hasan (W. 571 H), Tarikh Dimasyq, dicopi
dari Manuskrip, Nuskha al-Maktabah az-Zhahiriyyah (19 jilid).
• Ibnu Atsir
(Ali bin Muhammad al-Zajary wafat tahun 630 H), al-Kamilfi
at-Tarikh (13 jilid) Darul Beirut, Dar ash- Shadir.
• Ibnu
Farhun Ibrahim bin Ali al-Maliki)(W. 799 H), ad-Dibaj al-Madzhab
fi ‘A’Yan ulama al-Madzhab (2 jilid), Tahqiq Dr. Muhammad al-Ahmadi Abu
an-Nur, diterbitkan oleh Dar al-Hadits di Cairo.
• Ibnu Hajar
(Ahmad bin Ali al-Asqalany wafat 852 Hijriyah), DarulKitab al-Araby,
Beirut ; al-Ishabah fi Makrifati Shahabah (8 jilid) tahqiqi Muhammad
al-Bajawy, Darun Nahdhah mesir ; Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (13
jilid) Maktabah Salafiyah Kairo ; Taqrib (1 jilid) tahqiq Abul Asybal
Shaghir Ahmad al-Bakistany. Darul ‘Ashimah Riyadh.
• Ibnu Hajar
(Ahmad bin Ali al-Asqolani), al-Isabah fi ma’rifah ashshahabah (8
Jilid), tahqiq Ali Muhammad al-Bajawi, Dar an-Nahdah Mesir ; Lisan al-mizan
(7 Jilid), Cet.II. Dar al-A’lam HI Matbu’at ; Tabshirah almuntabih bi
tahrir al-Musytabih (4 Jilid) Tahqiq Ali Muhammad al-Bajawi, al-Maktabah
al-’Ilmiyyah, Beirut.
• Ibnu Hajar
(Ahmad bin Ali al-Asqolani), al-Ishabah fi Makrifatis Shahabah (8
jilid) tahqiqi Muhammad al-Bajawy, Darun Nahdhah Mesir; Fathul Bary Syarh
Shahih Bukhari (13 jilid) Maktabah Salafiyah Kairo; Taqrib (1
jilid) tahqiq Abul Asybal Shaghir Ahmad al-Bakistany. Darul ‘Ashimah
Riyadh.
• Ibnu Hazm
(Ali bin Ahmad bin Said, (W 456 H), Jamharah Ansabul ‘Arab, tahqiq
Abdus Salam Harun, Darul Ma’arif mesir cetekan III.
• Ibnu Hazm
(Ali bin Hazm az-Zhahiri (W. 240 H), Jamharah Ansab al- Arab, Tahqiq
Abdus Salam harun, Dar al-Ma’arif Cet IV.
• Ibnu
Hisyam Abdul Malik Ibnu Hisyam al-Humairi (W. 218 H), as-Sirah
an-Nabaioiyyah (2 jilid) tahqiq Musthafa as-Saqa dkk, al-Babi al-Halabi.
Cet. II tahun 1375 H; as-Sirah an-Nabawiyyah, ma’a as-Syarh abi Zar
al-Khusani, (4 jilid), Tahqiq Muhammad Abu Shuailik dan Hammam Sa’id Dar,
diterbitkan oleh Maktabah al-Manar di Yordania, Cet I, tahun 1409 H.
• Ibnu
Katsir Ismail Ibnu Umar al-Qurasy (W. 774 H), al-Bidayah wa an-
Nihayah (7 jilid) Dar al-Fikri, Beirut, Tahun 1398 H, Tafsir al-Quran
alAzhim (4 jilid), Dar al-Ma’rifah, Beirut ; Tafsir al-Quran al-Azim (8
jilid), Tahqiq Muhammad Ibrahim al-Banna dan Iain-lain, Dar as-Sya’b
di Mesir.
• Ibnu Majah
(Muhammad bin Yazid al-Qazwainy wafat 275 Hijriyah), Sunan Ibnu
Majah (2 jilid) Tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqy,Nasyr Maktabah al-Baby
al-Halaby Mesir.
• Ibnu
Manzhur (Muhammad bin Mukarram al-Afriqy wafat 71 Hijriyah), Lisan
Araby (15 jilid) Dar ash- Shadir, Beirut.
• Ibnu
Manzhur Muhammad bin mukrim al-Ifriqi (W. 711 H), Lisan al-Arab (15
jilid) Dar ash-Shadir, Beirut.
• Ibnul
Qayim (Muhammad bin Abu Bakar az-Zar’y wafat 751 Hijriyah), Zadul
Ma’ad ft Huda Khairil ‘Ibad (5 jilid), tahqiq Syu’aib dan Abdul
Qadir al-Arnauth, cetakan 11401 Hijriyah Dar ar-Risalah, Beirut.
• Ibnu Sa’ad
(Muhammad bin Saad bin Muni’ wafat 230 Hijriyah), ath-Thabaqatul
Kubra (9 jilid dengan daftar isi) Dar ash- Shadir, Beirut.
• Ibnu
Syabbah (Abu Zaid Umar bin Syabbah an-Numairy wafat 262 Hijriyah), Akhbar
Madinah (4 jilid), tahqiq Fahim Syaltut, Darul Ash-Fahany,Jeddah.
• Ibnul
Jauzy (Abul Faraz Abdur Rahman bin Ali wafat 597 Hijriyah), Manaqib
Umar bin al-Kahthtab, Tahqiq Zainab al-Qarut, cetakan I, Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Beirut ; al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk ival Umam (18jilid) tahqiq
Muhammad abdul qadir ‘Atha dan Iain-lain, cetakan II tahun 1415 Hijriyah,
Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut, -Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayi al-Quran (12
jilid). Cet. Ill, tahun 1388 H, diterbitkan oleh Maktabah Mushtafa al-Babi, di
Mesir.
• Khalifah
bin Khayyath al-Asfari (W. 240), Tarikh Khalifah, Tahqiq
Akram Dhiya al-Umari, Muassasah ar-Risalah, Dar al-Qolam Cet II, tahun 1397H.
• Khursyid
Ahmad Faruq, Tarikh ar-Riddah, Iqtibas wa Tahdzib min Kitab
al-iktifa li al-lalaka’i al-Balnisi, cet II, Dar al-Kitab al-Islami,
Kairo.
• Mas’ud
ar-Rahman Khan an-Nadawi, ibn Katsir Kamuarrikh, markaz
ad-Dirasat al-Gharbiyyah, jamiah Aligarth di Hindia, Tahun 1980 M.
• Muhammad
Farid Bek al-Muhaami, Tarikh Ad-Daulah al-Ulayyah al-Utsmaniyah, ditahqiq
oleh Ihsan Haqi, Daarun Nafaais Beirut, 1403 H.
• Waki’
(Muhammad bin Khlaf al-Qadhi(W. 306 H), Akhbar al-Qudhat (2jilid)
Ala al-Kutub, Beirut.
• Yaqut (Abu
Abdullah Yaqut bin Abdullah ar-Rumy al-Hamawy wafat 262 Hijriyah), Mu’jamul
Buldan (5 jilid) Dar ash-Shadir Beirut 1397 Hijriyah.
• Yaqut
al-Hamawi (Yaqut bin Abdullah ar-Rumi, 626 H), Mu’jam al-Buldan (5
jilid) ) Dar ash-Shadir Beirut 1397 Hijriyah.
Sumber : http://hbis.wordpress.com/2010/03/31/biografi-singkat-al-hasan-bin-ali-bin-abi-thalib-ra/
0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 11 : Muawwiyah bin Abu Sufyan (20 SH-60 H/ 603-680 M)
Muawiah bin Abu Sofyan bin Harb bin
Umaiah Al Qurasyi Al Umawi adalah pendiri Daulat Umaiah di Suriah. Beliau lahir
di Mekah dan sempat memusuhi Islam dan akhirnya memeluk Islam ketika penaklukan
kota Mekah (8 H). Beliau sempat belajar tulis baca dan matematika, sehingga
Rasulullah mengangkatnya menjadi juru tulisnya. Beliau bertugas di Suriah di
masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Beliau menentanag Ali
dan berkonfrontasi dengan Ali dalam perang Shiffin (37 H/657 M) yang berakhir
dengan sebuah arbitrase. Beliau dinobatkan menjadi khalifah (40-60 H/661-680 M)
di mana ibu kota pemerintahan dia pindahkan ke Damaskus. Beliau termasuk tokoh
penakluk ternama dalam sejarah Islam, di mana penaklukannya sampai ke daerah di
Lautan Atlantik
Dia meriwayatkan hadits dari
Rasulullah sebanyak seratus enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan
tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Abdullah bin Abbas,
Abdulah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Darda’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin
Basyir dan yang lain. Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain: Sa’id bin al-Musayyib,
Hamid bin Abdur Rahman dan lain-lain.
Dia termasuk salah seorang yang
memiliki kepintaran dan kesabaran. Banyak hadits yang menyatakan keutamaan
pribadinya, namun dari hadits-hadits tersebut hanya sedikit yang bisa diterima.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan (dia
mengatakan bahwa hadits ini hasan) dari Abdur Rahman bin Abi Umairah (seorang
sahabat Rasulullah) dari Rasulullah bahwa dia bersabda kepada Mu’awiyah, “Ya
Allah, jadikanlah dia orang yang memberi petunjuk dan mendapat petunjuk.”
Imam Ahmad dalam Musnadnya
meriwayatkan dari al-Mirbadh bin Sariyyah dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah bersabda, “Ya Allah ajarilah Mu’awiyah al-Qur’an dan hisab serta
lindungilah dia dari adzab.”
Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya
dan Imam ath-Thabarani dalam kitabnya al-Kabir meriwayatkan dari Abdul Malik
bin Umair dia berkata: Mu’awiyyah berkata: Sejak Rasulullah bersabda kepada
saya. “Wahai Mu’awiyah, jika kamu menjadi raja, maka berbuat baiklah!” saya
selalu menginginkan jabatan kekhilafahan.
Mua’wiyyah adalah seorang lelaki yang bertubuh tinggi berkulit putih dan tampan
serta karismatik. Suatu ketika Umar bin Khaththab melihat kepadanya dan
berkata, “Dia adalah kaisar Arab.”
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib
dia berkata, “Janganlah kalian membenci pemerintahan Mu’awiyah. Sebab andai
kalian kehilangan dia, niscaya akan kalian lihat beberapa kepala lepas dari
lehernya.”
Al-Maqbari berkata: Kalian sangat
kagum kepada kaisar Persia dan Romawi namun kalian tidak mempedulikan
Mu’awiyah! Kesabarannya dijadikan sebuah pepatah. Bahkan Ibnu Abid Dunya dan
Abu Bakar bin ‘Ashim mengarang buku khusus tentang kesabarannya.
Ibnu ‘Aun berkata, “Ada seorang
lelaki berkata kepada Mu’awiyah: Demi Allah hendaknya kamu menegakkan hukum
dengan lurus wahai Mu’awiyah. Jika tidak, maka kamilah yang akan meluruskan
kamu!”
Mu’awiyah berkata, “Dengan apa kalian akan meluruskan kami?’
Dia menjawab, “Dengan pentungan kayu!”
Muawiyyah menjawab, “Jika begitu kami akan berlaku lurus.”
Qubaishah bin Jabir berkata: Saya
menemani Mu’awiyah beberapa lama, ternyata dia adalah seorang yang sangat
sabar. Tidak saya temui seorang pun yang sesabar dia, tidak ada orang yang lebih
bisa berpura-pura bodoh darinya, sebagaimana tidak ada orang yang lebih
hati-hati daripadanya.
Tatkala Abu Bakar mengutus pasukan
ke Syam, dia dan saudaranya Yazid bin Abu Sufyan berangkat ke sana. Tatkala
Yazid meninggal dia ditugaskan untuk menggantikan saudaranya di Syam untuk
menjadi gubernur. Umar mengokohkan apa yang ditetapkan Abu Bakar dan Utsman
menetapkan apa yang ditetapkan oleh Umar. Utsman menjadikan Syam seluruhnya
berada di bawah kekuasaannya. Dia menjadi gubernur di Syam selama dua puluh
tahun dan menjadi khalifah juga selama dua puluh tahun.
Muawwiyah Bin Abu Sofyan adalah juru
tulis Rasulullah saat turunnya wahyu.
Dan sungguh telah meriwayatkan Imam
Muslim didalam Sohihnya dari hadits Ikrimah bin Ammar, dari Abi Zamil Sammak
bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu sofyan Berkata : Wahai Rasulullah
berikanlah tiga perkara kepadaku? Rasulullah menjawab: “ya”. Beliau berkata:
perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir sebagaimana dulu aku
memerangi orang-orang Islam., Rasulullah menjawab: “ya”, Beliau berkata lagi:
dan Muawiyah engkau jadikan sebagai penulis disisimu? Rasulullah menjawab:
“ya”.
Muawwiyah di Jamin Syurga
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan di
dalam Sohihnya dari Kholid bin Ma’dan dan bahwasanya Umair bin Mas’ud telah
menceritakan kepadanya bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Pasukan pertama daripada kalangan umatku yang berperang di laut,
telah dipastikan bagi mereka (tempat di syurga).”
Fakta sejarah mencatat bahawa armada
laut yang pertama bagi umat Islam dipimpin oleh Muawiyah pada zaman
pemerintahan Amirul Mukminin Usman ibn Affan Radhiallahu.
عَنْ
خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ
حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ ، وَهُوَ نَازِلٌ فِي
سَاحَةِ حِمْصَ ، وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ ، أُمُّ حَرَامٍ ،
قَالَ عُمَيْرٌ :
فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ
قَدْ أَوْجَبُوا ، قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَنَا فِيهِمْ ، قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ، ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ
قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ ، فَقُلْتُ : أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ،
قَالَ : لَا . رواه البخاري (2924)
.
قال الحافظ ابن حجر في ” الفتح ” (6/120) : قَالَ
الْمُهَلَّب : فِي هَذَا الْحَدِيثِ مَنْقَبَة لِمُعَاوِيَة لِأَنَّهُ أَوَّلُ
مَنْ غَزَا الْبَحْرَ وَمَنْقَبَةٌ لِوَلَدِهِ يَزِيد لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ
غَزَا مَدِينَةَ قَيْصَرَ .ا.هـ.
Muawwiyah adalah orang yang Faqih
Pada zaman pemerintahan Umar bin
khottob Radiallahu anhu pernah seorang mengadu kepada Ibn Abbas radhiallahu
‘anh bahwa Muawiyah melaksanakan solat witir dengan hanya satu rakaat. Ibn
Abbas menjawab: “(Biarkan), sesungguhnya dia seorang yang faqih (faham agama).”
[Shahih al-Bukhari – hadis no: 3765]
Muawwiyah adalah orang yang didoakan
untuk mendapat hidayah
Dalam sebuah hadis yang dinilai
sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah mendoakan Muawiyah: “Ya Allah! Jadikanlah beliau orang yang
memimpin kepada hidayah dan berikanlah kepada beliau hidayah.” [Silsilah
al-Ahadits al-Shahihah (Maktabah al-Ma`arif, Riyadh, 1995), hadis no: 1969]
Pujian Para Sahabat Kepada Muawwiyah
1. Sahabat besar Saad bin Abi Waqqas
r.a. berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih pandai memutuskan
hukum selepas Sayyidina Utsman daripada tuan pintu ini ( beliau maksudkan Mu’awiyah)
(Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 133)
2. Seorang lagi sahabat Qabishah bin
Jabir berkata: “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun, lebih
layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan lebih luas tangan di dalam
melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah” ( Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s.
135)
3. Abdullah bin Mubarak, seorang
tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat anda tentang Mua’awiyah dan
Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih utama?”. Mendengar
pertanyaan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak naik Pitam lalu berkata: “Kamu bertanya
tentang perbandingan keutamaan antara mereka berdua. Demi Allah! Debu yang
masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad bersama-sama Rasulullah
itu saja lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz” (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8
m.s. 139)
Pujian para Ulama kepada Muawwiyah
Imam Adz-Dzahabi berkata bahwa
hadist2 riwayat Muawiyah berjumlah 163 hadist dalam Musnad Baqiyi (bin
Makhlad). Al Ahwazi telah menyusun Musnad Muawiyah dalam satu jilid kitab.
Hadisnya (Muawiyah) yg disepakati Bukhari-Muslim sebanyak 4 hadist, dan yg
diriwatkan oleh Imam Bukhari sebanyak 4 hadist dan Imam Muslim sebanyak 5
hadist (Siyar A’lam Nubala 3/162)
Dari Irbadh bin Sariyah berkata,
“Saya mendengar Rasulullah bersabda,” Ya Allah, ajarkanlah Muawiyah ilmu tulis
dan hitung dan lindungilah dia dari siksa.” (Hasan Lighairihi Diriwayatkan oleh
Ibnu Khuzaimah 1938, Ibnu Hibban 2278, Ahmad 4/127, dan Fadhail Ash-Shahihah
1748, Al-Bazzar 2723, Al Fai dalam Tarikh 2/345, Att-Thabrani dalam Al Mu’jam
18/252/628)
Dari Abdur Rahman bin Abi Umairah
Al-Muzanni, berkata Said dan dia termasuk sahabat Nabi dari Nabi bahwa beliau
berdo’a untuk Muawiyah,” Ya Allah, jadikanlah dia penunjuk dan yang memberi
petunjuk, tunjukilah ia dan berilah manusia petunjuk karenanya.”(Hasan Shahih
Diriwayatkan Bukhari dalam Tarikh 4/1/327, Tirmidzi 2/316, Ibnu Asakir
16/684-686, dan Adz-Dzabi dalam Siyar 8/38)
Umar bin Khattab berkata tatkala
mengangkatnya sebagai Gubernur Syam,”Janganlah kalian menyebut Muawiyah kecuali
dengan kebaikan” (Al-Bidayah 8/125)
Ali bin Abi Thalib berkata
sepulangnya dari perang Shiffin,” Wahai manusia, janganlah kalian membenci
kepemimpinan Muawiyah, seandainya kalian kehilangan dia, niscaya kalian akan
melihat kepala kepala bergelantungan dari badannya (banyak pembunuhan)”
(Al-Bidayah 8/134)
Ibnu Umar ra berkata,” Saya tidak
melihat setelah Rasulullah orang yg lebih pandai memimpin manusia daripada
Muawiyah.”
Dikatakan padanya,” Sekalipun
Ayahmu?” katanya,” Ayahku Umar lebih baik daripada Muawiyah, tetapi Muawiyah
lebih pandai berpolitik darinya.” (As-Sunnah I/443 Al-Khallal, Siyar A’lam
Nubala 3/152, Al-Bidayah 8/138)
Ibnu Abbas berkata,”Saya tidak
melihat seorang yang lebih arif tentang kenegaraan daripada Muawiyah”
(Al-Bidayah 8/138) Beliau juga mensifati Muawiyah dengan “faqih” (Shahih
Bukhari 3765)
Mujahid berkata,” Seandainya kalian
melihat Muawiyah, niscaya kalian akan mengatakan: Inilah Al Mahdi.” Ucapan
senada juga dikatakan Qatadah (As-Sunnah I/438 Al-Khallal)
Zuhri berkata,” Muawiyah bekerja
dalam pemerintahan Umar bin Khattab bertahun-tahun tiada cela sedikit pun
darinya.” (As-Sunnah I/444 Al-Khallal).
Suatu kali pernah diceritakan kepada
A’masy tentang keadlian Muawiyah, maka dia berkata,” Bagaimana kiranya
seandainya kalian mendapati Muawiyah?” Mereka berkata,” Wahai Abu Muhammad
apakah dalam kelembutannya?” Dia menjawab.” Tidak, demi Allah, bahkan dalam
keadilannya.” (As-Sunnah I/437}
Al-Muafa bin Amran pernah ditanya,”
Wahai Abu Mas’ud, siapakah yang lebih utama: Umar bin Abdul Aziz atau
Muawiyah?” Beliau langsung marah sekali seraya berkata,” Seorang sahabat tidak
dibandingkan dengan seorang pun. Muawiyah adalah sahabat Nabi, iparnya, penulis
wahyunya.” (Tarikh Dimasyq 59/208)
Ibrahim bin Maisarah berkata,” Saya
tidak melihat Umar bin Abdul Aziz memukul sesorang kecuali seorang yang mencela
Muawiyah, beliau mencambuknya dengan beberapa cambukan.” (Tarikh Dimasyq
59/211)
Imam Ahmad pernah ditanya tentang
seseorang yang Muawiyah dan Amr bin Ash, “Apakah dia Rafidhah?” Katanya,” Tak
seorang pun berani mencela keduanya kecuali mempunyai tujuan jelek.” (Tarikh
Dimasyq 59/210)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,”
Muawaiyah adalah paman kaum mukminin, penulis wahyu Alloh, salah seorang
khalifah muslimin- semoga Allah meridhai mereka.” (Lum’atul I’tiqad hal 33)
Ibnu Taimiyah berkata,” Para ulama
sepakat bahwa Muawiyah adalah raja terbaik dalam umat, karena 4 pemimpin
sebelumnya adalah para khalifah nubuwwah, adapun dia adalah awal raja dan
kepemimpinannya adalah rahmat.” (Majmu’ Fatawa 4/478, Minhaj Sunnah 6/232)
Ibnu Abil Izzi Al Hanafi berkata,”
Raja pertama kaum muslimin adalah Muawiyah, dan dia adalah sebaik-baiknya raja
kaum muslimin.” (syarh Aqidah Thahawiyah hal 722)
Adz-Dzahabi berkata dalam biografinya,”
Amirul mukminin, raja Islam. Muawiyah adalah raja pilihan yang keadilannya
mengalahkan keshaliman.” (Siyar 3/120, 259) …
Ka’ab al-Ahbar berkata: Tidak ada
orang yang akan berkuasa sebagaimana berkuasanya Mu’awiyah.
Adz-Dzahabi berkata: Ka’ab meninggal
sebelum Mu’awiyah menjadi khalifah, maka benarlah apa yang dikatakan Ka’ab.
Sebab Mu’awiyah menjadi khalifah selama dua puluh tahun, tidak ada pemberontakan
dan tidak ada yang menandinginya dalam kekuasaannya. Tidak seperti para
khalifah yang datang setelahnya. Mereka banyak yang menentang, bahkan ada
sebagian wilayah yang menyatakan melepaskan diri.
Mu’awiyah melakukan pemberontakan kepada Ali sebagaimana yang telah disinggung
di muka, dan dia menyatakan dirinya sebagai khalifah. Kemudian dia juga
melakukan pemberontakan kepada al-Hasan. Al-Hasan akhirnya mengundurkan diri.
Kemudian Mu’awiyah menjadi khalifah pada bulan Rabiul Awal atau Jumadil Ula,
tahun 41 H. Tahun ini disebut sebagai ‘Aam Jama’ah (Tahun Kesatuan), sebab pada
tahun inilah umat Islam bersatu dalam menentukan satu khalifah. Pada tahun itu
pula Mu’awiyah mengangkat Marwan bin Hakam sebagai gubernur Madinah.
Pada tahun 43 H, kota Rukhkhaj dan
beberapa kota lainnya di Sajistan ditaklukkan. Waddan di Barqah dan Kur di
Sudan juga ditaklukkan. Pada tahun itu pulalah Mu’awiyah menetapkan Ziyad anak
ayahnya. Ini -menurut ats-Tsa’labi- merupakan keputusan pertama yang dianggap
mengubah hukum yang ditetapkan Rasulullah.
Pada tahun 45 H, Qaiqan dibuka.
Pada tahun 50 H, Qauhustan dibuka lewat
peperangan. Pada tahun 50 H, Mu’awiyah menyerukan untuk membaiat anaknya Yazid
sebagai putra mahkota dan khalifah setelahnya jika dia meninggal.
Mu’awiyah meninggal pada bulan Rajab
tahun 60 H. Dia dimakamkan di antara Bab al-Jabiyyah dan Bab ash-Shaghir.
Disebutkan bahwa usianya mencapai tujuh puluh tujuh tahun. Dia memiliki
beberapa helai rambut Rasulullah dan sebagian potongan kukunya. Dia mewasiatkan
agar dua benda itu di diletakkan di mulut dan kedua matanya pada saat
kematiannya. Dia berkata, “Kerjakan itu, dan biarkan saya menemui Tuhan Yang
Maha Pengasih lagi Maha penyayang!”.
–ooOoo–
My Profile
Blog Archive
-
▼
2012
(56)
-
▼
September
(7)
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
- Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu '...
-
▼
September
(7)
Like This Site
Powered by Blogger.