Saturday, 29 September 2012

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 13 : Husain Bin Ali Bin Abi Thalib RA.

Putra kedua dari perkawinan Ali bin Abu Talib dengan Fatimah. Dia tidak mau membaiat Yazid, sehingga dia terbunuh dalam perang Karbala tanggal 10 Muharam 61 H/680 M. Riwayat Hidup Al-Husein dan Peristiwa Pembunuhannya Beliau dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun ke-empat Hijriyah. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam men-tahnik (yakni mengunyahkan kurma kemudian dimasukkan ke mulut bayi dengan digosokkan ke langit-langitnya -pent.), mendoakan dan menamakannya Al-Husein. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah, juz VIII, hal. 152. Berkata Ibnul Arabi dalam kitabnya Al-Awashim minal Qawashim: “Disebutkan oleh ahli tarikh bahwa surat-surat berdatangan dari ahli kufah kepada Al-Husein (setelah meninggalnya Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu). Kemudian Al-Husein mengirim Muslim Ibnu Aqil, anak pamannya kepada mereka untuk membai’at mereka dan melihat bagaimana keikutsertaan mereka. Maka Ibnu Abbas radhiyal¬lahu ‘anhu memberitahu beliau (Al-Husein) bahwa mereka dahulu pernah mengkhianati bapak dan saudaranya. Sedangkan Ibnu Zubair mengisya¬ratkan kepadanya agar dia berangkat, maka berang¬katlah Al-Husein. Sebelum sampai beliau di Kufah ternyata Muslim Ibnu Aqil telah terbunuh dan dise¬rahkan kepadanya oleh orang-orang yang memanggilnya. “Cukup bagimu ini sebagai peringat¬an bagi yang mau mengambil peringatan” (kelihatannya yang dimaksud adalah ucapan Ibnu Abbas kepada Al-Husein -pent.). Tetapi beliau radhi¬yallahu ‘anhu tetap melanjutkan perjalanannya de¬ngan marah karena dien dalam rangka menegakkan al-haq. Bahkan beliau tidak mendengarkan nasehat orang yang paling alim pada jamannya yaitu ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan menyalahi pendapat syaikh para shahabat yaitu Ibnu Umar. Beliau mengharapkan permulaan pada akhir (hidup -pent.), mengharapkan kelurusan dalam kebengkokan dan mengharapkan keelokan pemuda dalam rapuh ke¬tuaan. Tidak ada yang sepertinya di sekitarnya, tidak pula memiliki pembela-pembela yang memelihara haknya atau yang bersedia mengorbankan dirinya untuk membelanya. Akhirnya kita ingin mensucikan bumi dari khamr Yazid, tetapi kita tumpahkan darah Al-Husein, maka datang kepada kita musibah yang menghilangkan kebahagiaan jaman. (lihat Al-Awashim minal Qawashim oleh Abu Bakar Ibnul ‘Arabi dengan tahqiq dan ta’liq Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, hal. 229-232) Yang dimaksud oleh beliau dengan ucapannya ‘Kita ingin mensucikan bumi dari khamr Yazid, tetapi kita tumpahkan darah Al-Husein‘ adalah bahwa niat Al-Husein dengan sebagian kaum muslimin untuk mensucikan bumi dari khamr Yazid yang hal ini masih merupakan tuduhan-tuduhan dan tanpa bukti, tetapi hasilnya justru kita menodai bumi dengan darah Al-Husein yang suci. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhibbudin Al-Khatib dalam ta’liq-nya terhadap buku Al-Awashim Minal Qawashim. Ketika Al-Husein ditahan oleh tentara Yazid, Samardi Al-Jausyan mendorong Abdullah bin Ziyad untuk membunuhnya. Sedangkan Al-Husein meminta untuk dihadapkan kepada Yazid atau dibawa ke front untuk berjihad melawan orang-orang kafir atau kembali ke Mekah. Namun mereka tetap mem¬bunuh Al-Husein dengan dhalim sehingga beliau meninggal dengan syahid radhiyallahu ‘anhu. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Al-Husein terbunuh di Karbala di dekat Eufrat dan jasadnya dikubur di tempat terbunuhnya, sedangkan kepalanya dikirim ke hadapan Ubaidillah bin Ziyad di Kufah. Demikianlah yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dan dari para imam yang lain. Adapun tentang dibawanya kepala beliau kepada Yazid telah diriwayatkan dalam beberapa jalan yang munqathi’ (terputus) dan tidak benar sedikitpun tentangnya. Bahkan dalam riwayat-riwayat tampak sesuatu yang menunjukkan kedus¬taan dan pengada-adaan riwayat tersebut. Dise¬butkan padanya bahwa Yazid menusuk gigi taringnya dengan besi dan bahwasanya sebagian para shahabat yang hadir seperti Anas bin Malik, Abi Barzah dan lain-lain mengingkarinya. Hal ini adalah pengkaburan, karena sesungguhnya yang menusuk dengan besi adalah ‘Ubaidilah bin Ziyad. Demikian pula dalam kitab-kitab shahih dan musnad, bahwasanya mereka menempatkan Yazid di tempat ‘Ubaidilah bin Ziyad. Adapun ‘Ubaidillah, tidak diragukan lagi bahwa dialah yang memerin¬tahkan untuk membunuhnya (Husein) dan meme¬rintahkan untuk membawa kepalanya ke hadapan dirinya. Dan akhirnya Ibnu Ziyad pun dibunuh karena itu. Dan lebih jelas lagi bahwasanya para shahabat yang tersebut tadi seperti Anas dan Abi Barzah tidak berada di Syam, melainkan berada di Iraq ketika itu. Sesungguhnya para pendusta adalah orang-orang jahil (bodoh), tidak mengerti apa-apa yang menunjukkan kedustaan mereka.” (Majmu’ Fatawa, juz IV, hal. 507-508) Adapun yang dirajihkan oleh para ulama tentang kepala Al-Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhuma adalah sebagaimana yang disebutkan oleh az-Zubair bin Bukar dalam kitabnya Ansab Quraisy dan beliau adalah seorang yang paling ‘alim dan paling tsiqah dalam masalah ini (tentang keturunan Quraisy). Dia menyebutkan bahwa kepala Al-Husein dibawa ke Madinah An-Nabawiyah dan dikuburkan di sana. Hal ini yang paling cocok, karena di sana ada kuburan saudaranya Al-Hasan, paman ayahnya Al-Abbas dan anak Ali dan yang seperti mereka. (Dalam sumber yang sama, juz IV, hal. 509) Demikianlah Al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma terbunuh pada hari Jum’at, pada hari ‘Asyura, yaitu pada bulan Muharram tahun 61 H dalam usia 54 tahun 6 bulan. Semoga Allah merahmati Al-Husein dan mengampuni seluruh dosa¬dosanya serta menerimanya sebagai syahid. Dan semoga Allah membalas para pembunuhnya dan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih. Amin. Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Yazid bin Mu’awiyyah Untuk membahas masalah ini kita nukilkan saja di sini ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah secara lengkap dari Fatawa-nya sebagai berikut: Belum terjadi sebelumnya manusia mem¬bicarakan masalah Yazid bin Muawiyyah dan tidak pula membicarakannya termasuk masalah Dien. Hingga terjadilah setelah itu beberapa perkara, sehingga manusia melaknat terhadap Yazid bin Muawiyyah, bahkan bisa jadi mereka menginginkan dengan itu laknat kepada yang lainnya. Sedangkan kebanyakan Ahlus Sunnah tidak suka melaknat or¬ang tertentu. Kemudian suatu kaum dari golongan yang ikut mendengar yang demikian meyakini bahwa Yazid termasuk orang-orang shalih yang besar dan Imam-imam yang mendapat petunjuk. Maka golongan yang melampaui batas terhadap Yazid menjadi dua sisi yang berlawanan: Sisi pertama, mereka yang mengucapkan bahwa dia kafir zindiq dan bahwasanya dia telah membunuh salah seorang anak perempuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membunuh shahabat-shahabat Anshar, dan anak-anak mereka pada kejadian Al-Hurrah (pembebasan Madinah) untuk menebus dendam keluarganya yang dibunuh dalam keadaan kafir seperti kakek ibunya ‘Utbah bin Rab’iah, pamannya Al-Walid dan selain keduanya. Dan mereka menyebutkan pula bahwa dia terkenal dengan peminum khamr dan menampakkan maksiat-maksiatnya. Pada sisi lain, ada yang meyakini bahwa dia (Yazid) adalah imam yang adil, mendapatkan petunjuk dan memberi petunjuk. Dan dia dari kalangan shahabat atau pembesar shahabat serta salah seorang dari wali-wali Allah. Bahkan sebagian dari mereka meyakini bahwa dia dari kalangan para nabi. Mereka mengucapkan bahwa barangsiapa tidak berpendapat terhadap Yazid maka Allah akan menghentikan dia dalam neraka Jahannam. Mereka meriwayatkan dari Syaikh Hasan bin ‘Adi bahwa dia adalah wali yang seperti ini dan seperti itu. Barangsiapa yang berhenti (tidak mau mengatakan demikian), maka dia berhenti dalam neraka karena ucapan mereka yang demikian terhadap Yazid. Setelah zaman Syaikh Hasan bertambahlah perkara-perkara batil dalam bentuk syair atau prosa. Mereka ghuluw kepada Syaikh Hasan dan Yazid dengan perkara-perkara yang menyelisihi apa yang ada di atasnya Syaikh ‘Adi yang agung -semoga Allah mensucikan ruhnya-. Karena jalan beliau sebelumnya adalah baik, belum terdapat bid’ah-bid’ah yang seperti itu, kemudian mereka mendapatkan bencana dari pihak Rafidlah yang memusuhi mereka dan kemudian membunuh Syaikh Hasan bin ‘Adi sehingga terjadilah fitnah yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya. Dua sisi ekstrim terhadap Yazid tersebut menyelishi apa yang disepakati oleh para ulama dan Ahlul Iman. Karena sesungguhnya Yazid bin Muawiyyah dilahirkan pada masa khalifah Utsman bin ‘Affan radliallahu ‘anhu dan tidak pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak pula termasuk shahabat dengan kesepakatan para ulama. Dia tidak pula terkenal dalam masalah Dien dan keshalihan. Dia termasuk kalangan pemuda-pemuda muslim bukan kafir dan bukan pula zindiq. Dia memegang kekuasaan setelah ayahnya dengan tidak disukai oleh sebagian kaum muslimin dan diridlai oleh sebagian yang lain. Dia memiliki keberanian dan kedermawanan dan tidak pernah menampakkan kemaksiatan-kemaksiatan sebagaimana dikisahkan oleh musuh-musuhnya. Namun pada masa pemerintahannya telah terjadi perkara-perkara besar yaitu: 1. Terbunuhnya Al-Husein radhiyallahu ‘anhu se¬dangkan Yazid tidak memerintahkan untuk membunuhnya dan tidak pula menampakkan kegembiraan dengan pembunuhan Husein serta tidak memukul gigi taringnya dengan besi. Dia juga tidak membawa kepala Husein ke Syam. Dia memerintahkan untuk melarang Husein dengan melepaskannya dari urusan walaupun dengan memeranginya. Tetapi para utusannya melebihi dari apa yang diperintahkannya tatkala Samardi Al-Jausyan mendorong ‘Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ibnu Ziyad pun me¬nyakitinya dan ketika Al-Husein radhiyallahu ‘anhu meminta agar dia dibawa menghadap Yazid, atau diajak ke front untuk berjihad (memerangi orang-orang kafir bersama tentara Yazid -pent), atau kembali ke Mekkah, mereka menolaknya dan tetap menawannya. Atas perintah Umar bin Sa’d, maka mereka membunuh beliau dan sekelompok Ahlul Bait radhiyallahu ‘anhum dengan dhalim. Terbunuhnya beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk musibah besar, karena sesungguhnya terbunuhnya Al-Husein -dan ‘Utsman bin ‘Affan sebelumnya- adalah penyebab fitnah terbesar pada umat ini. Demikian juga pembunuh keduanya adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah. Ketika keluarga beliau radhiyallahu ‘anhu mendatangi Yazid bin Mua’wiyah, Yazid memuliakan mereka dan mengantarkan mereka ke Madinah. Diriwayatkan bahwa Yazid melaknat Ibnu Ziyad atas pembunuhan Husein dan berkata: “Aku sebenarnya meridlai ketaatan penduduk Irak tanpa pembunuhan Husein.” Tetapi dia tidak menampakkan pengingkaran terhadap pembunuhnya, tidak membela serta tidak pula membalasnya, padahal itu adalah wajib bagi dia. Maka akhirnya Ahlul Haq mencelanya karena meninggalkan kewajibannya, ditambah lagi dengan perkara-perkara yang lain. Sedangkan musuh-musuh mereka menambahkan kedustaan-kedustaan atasnya. 2. Ahlil Madinah membatalkan bai’atnya kepada Yazid dan mereka mengeluarkan utusan-utusan dan penduduknya. Yazid pun mengirimkan tentara kepada mereka, memerintahkan mereka untuk taat dan jika mereka tidak mentaatinya setelah tiga hari mereka akan memasuki Madinah dengan pedang dan menghalalkan darah mereka. Setelah tiga hari, tentara Yazid memasuki Madinah an-Nabawiyah, membunuh mereka, merampas harta mereka, bahkan menodai kehormatan-kehormatan wanita yang suci, kemudian mengirimkan tentaranya ke Mekkah yang mulia dan mengepungnya. Yazid meninggal dunia pada saat pasukannya dalam keadaan mengepung Mekkah dan hal ini meru¬pakan permusuhan dan kedzaliman yang dikerjakan atas perintahnya. Oleh karena itu, keyakinan Ahlus Sunnah dan para imam-imam umat ini adalah mereka tidak melaknat dan tidak mencintainya. Shalih bin Ahmad bin Hanbal berkata: Aku katakan kepada ayahku: “Sesungguhnya suatu kaum mengatakan bahwa mereka cinta kepada Yazid.” Maka beliau rahimahullah menjawab: “Wahai anakku, apakah akan mencintai Yazid seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir?” Aku bertanya: “Wahai ayahku, mengapa engkau tidak melaknatnya?” Beliau menjawab: “Wahai anakku, kapan engkau melihat ayahmu melaknat seseorang?” Diriwayatkan pula bahwa ditanyakan kepadanya: “Apakah engkau menulis hadits dari Yazid bin Mu’awiyyah?” Dia berkata: “Tidak, dan tidak ada kemulyaan, bukankah dia yang telah melakukan terhadap ahlul Madinah apa yang dia lakukan?” Yazid menurut ulama dan Imam-imam kaum muslimin adalah raja dari raja-raja (Islam -pent). Mereka tidak mencintainya seperti mencintai orang-orang shalih dan wali-wali Allah dan tidak pula melaknatnya. Karena sesungguhnya mereka tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta yin), berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu: Bahwa seseorang yang dipanggil dengan Hammar sering minum khamr. Acap kali dia didatangkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dicambuknya. Maka berkatalah seseorang: “Semoga Allah melaknatnya. Betapa sering dia didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan engkau melaknatnya, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. ” (HR. Bukhari) Walaupun demikian di kalangan Ahlus Sunnah juga ada yang membolehkan laknat terhadapnya karena mereka meyakini bahwa Yazid telah melakukan kedhaliman yang menyebabkan laknat bagi pelakunya. Kelompok yang lain berpendapat untuk mencintainya karena dia seorang muslim yang memegang pemerintahan di zaman para shahabat dan dibai’at oleh mereka. Serta mereka berkata: “Tidak benar apa yang dinukil tentangnya padahal dia memiliki kebaikan-kebaikan, atau dia melakukannya dengan ijtihad.” Pendapat yang benar adalah apa yang dikatakan oleh para imam (Ahlus Sunnah), bahwa mereka tidak mengkhususkan kecin¬taan kepadanya dan tidak pula melaknatnya. Di samping itu kalaupun dia sebagai orang yang fasiq atau dhalim, Allah masih mungkin meng¬ampuni orang fasiq dan dhalim. Lebih-lebih lagi kalau dia memiliki kebaikan-kebaikan yang besar. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dari Ummu Harran binti Malhan radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: …وَأَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِى يَغْزُوْنَ مَدِيْنَةَ قَيْصَرَ مَغْفُوْرٌ لَهُمْ. (رواه البخارى) Tentara pertama yang memerangi Konstantiniyyah akan diampuni. (HR. Bukhari) Padahal tentara pertama yang memeranginya adalah di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyyah dan pada waktu itu Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bersamanya. Catatan: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah melanjutkan setelah itu dengan ucapannya: “Kadang-kadang sering tertukar antara Yazid bin Mu’ awiyah dengan pamannya Yazid bin Abu Sufyan. Padahal sesungguhnya Yazid bin Abu Sufyan adalah dari kalangan Shahabat, bahkan orang-orang pilihan di antara mereka dan dialah keluarga Harb (ayah Abu Sufyan bin Harb -pent) yang terbaik. Dan beliau adalah salah seorang pemimpin Syam yang diutus oleh Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ketika pembebasan negeri Syam. Abu Bakar ash-Shiddiq pernah berjalan bersamanya ketika mengantarkan¬nya, sedangkan dia berada di atas kendaraan. Maka berkatalah Yazid bin Abu Sufyan: “Wahai khalifah Rasulullah, naiklah! (ke atas kendaraan) atau aku yang akan turun.” Maka berkatalah Abu Bakar: “Aku tidak akan naik dan engkau jangan turun, se¬sungguhnya aku mengharapkan hisab dengan langkah-langkahku ini di jalan Allah. Ketika beliau wafat setelah pembukaan negeri Syam di zaman pemerintahan Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau mengangkat saudaranya yaitu Mu’awiyah untuk menggantikan kedudukannya. Kemudian Mu’awiyah mempunyai anak yang bernama Yazid di zaman pemerintahan ‘Utsman ibnu ‘Affan dan dia tetap di Syam sampai terjadi peristiwa yang terjadi. Yang wajib adalah untuk meringkas yang demikian dan berpaling dari membicarakan Yazid bin Mu’awiyah serta bencana yang menimpa kaum muslimin karenanya dan sesungguhnya yang demikian merupakan bid’ah yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah. Karena dengan sebab itu sebagian orang bodoh meyakini bahwa Yazid bin Mu`awiyah termasuk kalangan shahabat dan bahwasanya dia termasuk kalangan tokoh-tokoh orang shalih yang besar atau imam-imam yang adil. Hal ini adalah kesalahan yang nyata.” (Diambil dari Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jilid 3, hal. 409-414) Bid’ah-bid’ah yang Berhubungan dengan Terbunuhnya Al-Husein Kemudian muncullah bid’ah-bid’ah yang banyak yang diadakan oleh kebanyakan orang-or-ang terakhir berkenaan dengan perisiwa terbunuhnya Al-Husein, tempatnya, waktunya dan lain-lain. Mulailah mereka mengada-adakan An-Niyaahah (ratapan) pada hari terbunuhnya Al-Husein yaitu pada hari ‘Asyura (10 Muharram), penyiksaan diri, mendhalimi binatang-binatang ternak, mencaci maki para wali Allah (para shahabat) dan mengada-adakan kedustaan-kedustaan yang diatasnamakan ahlul bait serta kemungkaran-kemungkaran yang jelas dilarang dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Al-Husein radhiyallahu ‘anhu telah dimu¬liakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan mati syahid pada hari ‘Asyura dan Allah telah menghi¬nakan pembunuhnya serta orang yang mendukung¬nya atau ridla dengan pembunuhannya. Dan dia mempunyai teladan pada orang sebelumnya dari para syuhada, karena sesungguhnya dia dan saudaranya adalah penghulu para pemuda ahlul jannah. Keduanya telah dibesarkan pada masa kejayaan Is¬lam dan tidak mendapatkan hijrah, jihad, dan kesabaran atas gangguan-gangguan di jalan Allah sebagaimana apa yang telah didapati oleh ahlul bait sebelumnya. Maka Allah mulyakan keduanya dengan syahid untuk menyempurnakan kemulyaan dan mengangkat derajat keduanya. Pembunuhan beliau merupakan musibah besar dan Allah subhanahu wa ta’ala telah mensyari’atkan untuk mengucapkan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika musibah dalam ucapannya: …وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ. …. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orangyang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 155-157) Sedangkan mereka yang mengerjakan apa-apa yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka meratapinya seperti memukul pipi, merobek baju, dan menyeru dengan seruan-seruan jahiliyah, maka balasannya sangat keras sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُوْدَ، وَشَقَّ الْجُيُوْبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ. (رواه البخارى ومسلم) Bukan dari golongan kami, siapa yang memukul-mukul pipi, merobek-robek baju, dan menyeru dengan seruan-seruan jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam hadits lain, juga dalam Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia berkata: “Aku berlepas diri dari orang-orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya, yaitu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari al-haliqah, ash-shaliqah dan asy-syaaqqah. (HR. Bukhari dan Muslim) Dan dalam Shahih Muslim dari Abi Malik Al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُوْنَهُنَّ: الْفَخْرُ فِى اْلأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى اْلأَنْسَابِ وَاْلإِسْتِسْقَاءُ بِالنُجُوْمِ وَالنِّيَاحَةُ. (رواه مسلم) Empat perkara yang terdapat pada umatku dari perkara perkara jahiliyah yang mereka tidak meninggalkannya: bangga dengan kedudukan, mencela nasab (keturunan), mengharapkan hujan dengan bintang-bintang dan meratapi mayit. (HR. Muslim) Dan juga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: …وَإِنَّ النَّائِحَةَ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ الْمَوْتِ جَائَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانِ، وَدَرْعٌ مِنْ لَهَبِ النَّارِ. (صحيح رواه أحمد والطبرانى والحاكم) Sesungguhnya perempuan tukang ratap jika tidak bertaubat sebelum matinya dia akan dibangkitkan di hari kiamat sedangkan atasnya pakaian dari timah dan pakaian dada dari nyala api neraka. (HR. Ahmad, Thabrani dan Hakim) Hadits-hadits tentang masalah ini bermacam-¬macam. Demikianlah keadaan orang yang meratapi mayit dengan memukul-mukul badannya, merobek-robek bajunya dan lain-lain. Maka bagaimana jika ditambah lagi bersama dengan itu kezaliman terhadap or¬ang-orang mukmin (para shahabat), melaknat mereka, mencela mereka, serta sebaliknya membantu ahlu syiqaq orang-orang munafiq dan ahlul bid’ah dalam kerusakan dien yang mereka tuju serta kemungkaran lain yang Allah lebih mengetahuinya. Maraji’: Minhajus-Sunnah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Al-’Awashim Minal Qawashim, oleh Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi dengan tahqiq dan ta’liq Syaikh Muhibbudin Al-Khatib. Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir. Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Shahih Muslim dengan Syarh Nawawi. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Oleh: Ustadz Muhammad Umar Sewed Sumber: ahlulhadist.wordpress.com

Thursday, 27 September 2012

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 12 : Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib RA.



Nama lengkap beliau adalah Abu Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. bin Abdul Muth Thalib ra. bin Hasyim al-Qurasyi al-Hasyimi, cucu Rasulullah saw., putera dari puteri beliau Fathimah az-Zahra dan raihanah (kesayangan) beliau. Orang yang paling mirip wajahnya dengan beliau, Lahir pada pertengahan Ramadhan tahun 3 H. Rasulullah saw. mentahniknya dengan ludah beliau dan memberinya nama al-Hasan. la adalah putera tertua Ali bin Abi Thalib ra.. Rasulullah saw. sangat mencintainya dan kadang kala beliau menjilati lidahnya sewaktu ia masih kecil, memeluknya dan bercanda dengannya. Kadang kala ia mendatangi Rasulullah saw. saat beliau sedang sujud lalu naik ke atas punggung beliau. Beliau membiarkannya dan meman-jangkan sujud karenanya. Dan kadang kala beliau membawanya naik ke atas mimbar.
Dalam hadits shahih1147 disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. berkhutbah, beliau melihat al-Hasan dan al-Husain datang menghampiri beliau. Beliau turun dari mimbar dan menggendong mereka berdua lalu membawa keduanya ke atas mimbar, kemudian beliau berkata, “Maha benar Allah SWT..Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)‘ (At-Taghabun:15).
Sesungguhnya aku melihat kedua anak ini berjalan dan jatuh, aku tidak sabar hingga turun mengambil keduanya.” Kemudian beliau berkata, ” Sesungguhnya kalian (anak-anak tersebut) termasuk kesayangan Allah SWT.. Dan kalian membuat kami bakhil dan penakut. “1148
Dalam Shahih al-Bukhari1149 disebutkan bahwa Abu Bakar mengimami kaum muslimin shalat beberapa malam setelah Rasulullah saw. Sll wafat. Kemudian beliau bersama Ali berjalan keluar. Lalu beliau melihat al-Hasan sedang bermain bersama anak-anak lainnya. Abu Bakar menggendongnya di atas punggungnya seraya berkata, “Demi Allah SWT., anak ini sangat mirip dengan Rasulullah saw., tidak mirip dengan Ali.” Ali tertawa saja mendengarnya.
Diriwayatkan dari Abu Juhaifah ia berkata,” Aku pernah melihat Rasulullah saw., dan al-Hasan bin Ali adalah orang yang paling mirip dengan beliau.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.1150 Imam Ahmad281 berkata, “Abu Dawud ath-Thayalisi telah mencerita-kan kepada kami, ia berkata, Zam’ah telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata, Fathimah menimang1151 al-Hasan bin Ali sambil mengatakan: Aduhai sungguh sangat mirip dengan nabi Tidak mirip dengan Ali
Abdurrazzaq dan yang lainnya1152 meriwayatkan dari Ma’mar dari az-Zuhri dari Anas bin Malik ia berkata, “Al-Hasan bin Ali adalah orang yang paling mirip wajahnya dengan Rasulullah saw.1153.”
Imam Ahmad1154 berkata, “Hajjaj telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Israil telah menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq dari Hani’ dari Ali, ia berkata, ‘Al-Hasan sangat mirip dengan Rasulullah saw. antara dada dan atas kepalanya. Dan al-Husain mirip dengan Rasulullah saw. dari dada ke bawah.”
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi1155 dari hadits Israil, beliau berkata, Hadits ini hasan gharib. Abu Dawud ath-Thayalisi1156 berkata, Qais telah meriwayatkan kepada kami dari Abu Ishaq dari Hani’ bin Hani’ dari Ali ia berkata, “Al-Hasan bin Ali adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah saw. dari wajah sampai ke pusarnya. Dan al-Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah saw. dari pusar ke bawah.”
Telah diriwayatkan juga dari Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin az-Zubair bahwa al-Hasan bin Ali sangat mirip dengan Rasulullah saw..1157
Keutamaan al-Hasan bin Ali
Diriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib 4& ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. menggendong al-Hasan bin Ali di atas pundak beliau seraya berkata, “Ya Allah SWT., aku mencintainya maka cintailah dia.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Syu’bah.1158 Imam Ahmad1159 meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. pergi ke pasar Bani Qainuqa’ dengan dituntun oleh kedua tanganku. Beliau berkeliling di pasar tersebut. Kemudian kembali dan duduk di dalam masjid. Beliau berkata, ‘Di mana si Laka’ ? Panggil kemari si Laka’!’ Lalu datanglah al-Hasan berlari ke arah beliau lalu duduk di pang-kuan beliau. Rasulullah saw. memasukkan lidah beliau ke dalam mulutnya sembari berkata, “Ya Allah SWT., aku mencintainya maka cintailah dia dan cintailah orangorang yang mencintainya.” Beliau katakan sebanyak tiga kali.
Abu Hurairah berkata, “Tidaklah aku melihat al-Hasan melainkan menetes air mataku atau berlinang air mataku atau melainkan aku menangis.” Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim dan tidak dikeluarkan oleh keduanya.
Imam Ahmad1160 meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, “Rasulullah saw. keluar menemui kami bersama al-Hasan dan al-Husain. Keduaduanya beliau gendong di atas pundak beliau. Sekali-kali beliau men-cium al-Hasan dan sekali kali mencium al-Husain, hingga beliau sampai di hadapan kami. Seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah saw., engkau kelihatannya sangat mencintai keduanya.” Rasulullah saw. berkata, “Barangsiapa mencintai keduanya berarti ia telah mencintaiku dan barang-siapa membuat keduanya marah berarti ia telah membuatku marah.” Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.
Diriwayatkan dalam hadits Ali, Abu Sa’id, Buraidah1161 dan Hudzaifah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin para pemuda penduduk Surga, dan ayah mereka lebih baik daripada mereka.” Dalam hadits Abdullah bin Syaddad dari ayahnya disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mengimami mereka shalat dalam sebuah shalat di malam hari. Beliau sujud dan memperpanjang sujud. Setelah salam beliau berkata kepada para makmum: ” Sesungguhnya cucuku ini -yakni al-Hasan- naik ke atas punggungku dan aku tidak ingin mengusirnya hingga ia merasa puas. ” 1162
Ats-Tsauri1163 meriwayatkan dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata, “Aku menemui Rasulullah saw. sementara beliau membawa al-Hasan dan al-Husain di atas pundak beliau. Beliau berjalan merangkak sambil menggen-dong mereka di atas punggung beliau. Aku berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian berdua.” Rasulullah saw. menimpali, “Sebaik-baik anak unta adalah kalian berdua.”
Sanadnya sesuai dengan syarat Muslim dan belum dikeluarkan oleh mereka. Imam Ahmad 1164 berkata, Hasyim bin al-Qasim telah menyampaikan kepada kami dari Jarir dari Abdurrahman bin Abi Auf al-Jursyi dari Mu’awiyah ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. mencium lidahnya.” Atau ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. mencium bibirnya.” Yakni al-Hasan bin Ali . Sesungguhnya tidak akan terkena siksa lidah atau bibir yang dicium oleh Rasulullah saw. .” Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.
Dalam kitab ash-Shahih telah diriwayatkan dari Abu Bakrah, demikian pula diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid, kelak Allah SWT. Akan mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin melalui dirinya. Al-Hasan turun jabatan dan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah. Terjadilah apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw. tadi.
Penghormatan Para Khalifah dan Para Sahabat yang Lainnya Kepada Beliau
Abu Bakar ash-Shiddiq memuliakan, menghormati, mencintai dan setia kepada al-Hasan. Demikian pula Umar bin al-Khaththab. Al-Waqidi 1165 meriwayatkan dari Musa bin Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits at-Taimi dari ayahnya bahwa ketika Umar mencatat nama-nama sahabat yang berhak mendapat santunan negara, beliau memasukkan al-Hasan dan al-Husain dalam deretan sahabat yang mengikuti perang Badar yang mendapat lima ribu dirham sebulan.
Demikian pula Utsman bin Affan memuliakan al-Hasan dan al-Husain dan mencintai keduanya. Pada hari pengepungan terhadap Utsman bin Affan al-Hasan bin Ali berada di sisinya dengan pedang terhunus untuk melindungi1166 Utsman. Akan tetapi Utsman mengkhawatirkan keselamatannya. Utsman bersumpah menyuruhnya kembali ke rumah agar hati Ali menjadi tenang. Karena beliau sangat mengkhawatirkan keselamatannya.
Demikian pula Ali sangat memuliakan al-Hasan, menghormati dan mengagungkannya. Pada suatu hari ia pernah berkata kepada puteranya itu,1167 “Wahai anakku, maukah engkau berkhutbah? Aku ingin sekali mendengarkannya.” Al-Hasan menjawab, “Aku malu berkhutbah sementara aku melihatmu.”
Lalu Ali pergi dan duduk di tempat yang tidak terlihat oleh al-Hasan. Kemudian al-Hasan bangkit dan berkhutbah di depan manusia sedangkan Ali mendengarkannya. Ia menyampaikan khutbah yang sangat indah dan fasih. Setelah selesai Ali berkata, ” (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain.” (Ali Imran: 34).
Abdullah bin Abbas biasanya mengambil sanggurdi untuk al-Hasan dan al-Husain apabila keduanya hendak menunggang hewan tunggangan. Beliau menganggap itu sebagai salah satu nikmat Allah SWT. kepadanya. Apabila keduanya melakukan thawaf di Baitullah al-Haram maka orang-orang berdesakdesakkan mengerumuni keduanya untuk mengucapkan salam kepada keduanya, semoga Allah SWT. meridhai keduanya dan membuat keduanya ridha.
Mu’awiyah juga memuliakan dan menghormati al-Hasan. la sering mengirim hadiah setiap tahun sebanyak seratus ribu dirham. Al-Hasan pernah datang mengunjunginya lalu Mu’awiyah memberinya hadiah sebanyak empat ratus ribu dirham. 1168 Ibnu az-Zubair pernah berkata, 1169 “Demi Allah SWT., wanita-wanita tidak akan lari dari orang seperti al-Hasan bin Ali.”
Ibadah dan Kemuliaan Beliau
Ibnu Sa’ad 1170 meriwayatkan bahwasanya apabila al-Hasan bin Ali shalat subuh di masjid, selesai shalat beliau duduk di tempat shalat dan berdzikir hingga matahari meninggi. Para tokoh dan orang-orang terkemuka duduk berbincang-bincang bersama beliau. Kemudian beliau pulang dan menemui Ummahatul Mukminin untuk mengucapkan salam kepada mereka. Kadang kala Ummahatul Mukminin memberi bingkisan buat beliau, baru sete-lah itu beliau pulang ke rumah. Allah SWT. membagikan harta kepada beliau sebanyak tiga kali dan beliau melepaskannya sebanyak dua kali. Beliau menunaikan haji dua puluh lima kali dengan berjalan kaki, sementara unta-unta dituntun di depan beliau.
Demikianlah yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi.1171 Imam al-Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq dalam kitab Shahih1172 beliau bahwasanya al-Hasan athpergi menunaikan haji dengan berjalan kaki. Beliau memiliki kemuliaan yang sangat agung. Muhammad bin Sirin berkata, “Kadangkala al-Hasan bin Ali memberi seseorang hadiah sebesar seratus ribu dirham.”1173
Mereka juga mengatakan bahwa beliau banyak menikah,1174 empat orang istri hampir setiap saat selalu menyertai beliau. Beliau suka kawin cerai. Bahkan ada yang mengatakan bahwa beliau telah menikahi tujuh puluh orang wanita. Mereka juga menyebutkan1175 bahwa beliau mentalak dua istri dalam sehari. Seorang dari Bani Asad dan seorang dari suku Fazariyyah. Lalu beliau mengirim hadiah kepada keduanya masing-masing sebesar sepuluh ribu dirham dan satu drum madu. Beliau berkata kepada pelayan, “Coba dengar-kan apa komentar mereka berdua!”
Adapun wanita dari suku Fazariyyah mengatakan, “Semoga Allah SWT. mem-balasnya dengan kebaikan.” Lalu ia mendoakan kebaikan untuk al-Hasan bin Ali. Adapun wanita dari Bani Asad mengatakan: Hadiah yang sedikit Dari kekasih yang pergi Pelayan itu menyampaikan apa yang didengarnya kepada al-Hasan. Lalu beliau rujuk kepada wanita Bani Asad dan meninggalkan wanita Fazariyyah.
Ali bin Abi Thalib ra. mengatakan kepada penduduk Kufah,1176 “Janganlah nikahkan dia, karena dia suka mentalak istri.” Mereka berkata, “Demi Allah SWT. wahai Amirul Mukminin, sekiranya ia datang meminang kepada kami setiap hari niscaya akan kami nikahkan ia kepada wanita yang ia sukai karena keinginan kami mendapat hubungan keluarga dengan Rasulullah saw..”
Mereka juga menyebutkan sebuah kisah1177 bahwasanya beliau tidur bersama istri beliau bernama Khaulah binti Manzhur al-Fazariy -ada yang mengatakan Hindun binti Suhail- di atas atap rumah mereka yang tidak berpagar. Sang istri bangun dan mengikat kaki beliau dengan kerudungnya kepada gelang kakinya. Ketika beliau bangun beliau berkata, “Apa-apaan ini?” Istrinya menjawab, ” Aku khawatir engkau bangun dari tidur lalu engkau jatuh dari atap sehingga aku menjadi wanita yang paling tercela di kalangan masyarakat Arab.”
Al-Hasan takjub mendengar penuturannya itu dan meneruskan malam-malam
berikutnya bersamanya selama tujuh malam. Abu Ja’far al-Baqir berkata,1178 “Seorang lelaki datang menemui al-Husain bin Ali meminta bantuan kepadanya untuk suatu keperluan. Lelaki itu mendapati beliau sedang i’tikaf. Al-Husain menolak secara halus permintaan lelaki itu. Lalu ia pergi menemui al-Hasan dan meminta bantuan kepadanya. al-Hasan memenuhi permintaan lelaki itu. Beliau berkata, “Membantu keperluan saudaraku fillah lebih aku sukai daripada beri’tikaf sebulan penuh.”
Petikan Ucapan, Sikap dan Kebijakan Beliau
Imam Ahmad berkata, Muth Thalib ra. bin Ziyad Abu Muhammad telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Aban telah menceritakan kepada kami, ia berkata, al-Hasan bin Ali berpesan kepada anak-anaknya dan keponakan-keponakannya, “Tuntutlah ilmu, karena pada hari ini kalian adalah anak-anak kecil. Namun kelak kalian akan menjadi orang besar. Barangsiapa yang tidak kuat hafalannya hendaklah ia mencatat.”
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari jalur al-Hakim dari al-Asham dari Abdullah bin Ahmad dari ayahnya.1179 Muhammad bin Sa’ad1180 berkata, “Al-Hasan bin Musa dan Ahmad bin Yunus telah menyampaikan kepada kami, keduanya berkata, Zuhair bin Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ishaq telah menceritakan kepada kami dari Amru bin al-Asham ia berkata, Aku ber-tanya kepada al-Hasan, “Sesungguhnya kaum Syi’ah mengira bahwa Ali akan dibangkitkan sebelum hari Kiamat?” Beliau menjawab, “Demi Allah SWT. mereka dusta! Mereka itu bukan pengikut Ahli Bait! Sekiranya kami tahu Ali akan dibangkitkan tentunya kami tidak akan menikahkan istrinya dan tidak akan membagi-bagikan harta warisannya.”
Shalih bin Muhammad1181 berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, Sebanyak sembilan puluh ribu pasukan telah berbai’at kepada al-Hasan, namun beliau meninggalkan jabatan khalifah, beliau berdamai dengan Mu’awiyah. Tidak setitik darahpun mengalir selama masa pemerintahannya.” Muhammad bin Sa’ad1182 berkata, “Abu Dawud ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menyampaikan kepada kami dari Yazid bin Khumair ia berkata, Aku mendengar Abdurrahman bin Jubair bin Nufair al-Hadhrami menyampaikan bahwa ayahnya berkata, Aku bertanya kepada al-Hasan bin Ali, ‘Orang-orang mengatakan bahwa engkau menginginkan khilafah?’ Al-Hasan berkata, ‘Sesungguhnya orang-orang Arab di
bawah kendaliku. Mereka berdamai dengan orang-orang yang berdamai denganku dan mereka memerangi orang-orang yang aku perangi. Namun aku lepaskan jabatan itu demi mencari wajah Allah SWT..
Apakah lantas kemudian aku mengutamakan khilafah daripada kambing hutan penduduk Hijaz?!” Muhammad bin Sa’ad1183 berkata, “Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami dari Zaid bin Aslam ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui al-Hasan di Madinah sementara lembaran kertas berada di tangan-nya. Lelaki itu bertanya,”Apa itu?” Beliau menjawab, “Surat dari Mu’awiyah berisi janji dan ancaman.”
Lelaki itu berkata, “Dahulu engkau menuntut hal yang serupa darinya.” Beliau menjawab, “Benar, akan tetapi aku khawatir pada hari Kiamat nanti tujuh puluh ribu orang, atau delapan puluh ribu orang bisa lebih dan bisa kurang, datang pada hari Kiamat seluruhnya dengan urat leher mengalirkan darah. Mereka semua menuntut kepada Allah SWT. mengapa darah mereka ditumpahkan?”
Wafat Beliau
Al-Waqidi1184 berkata, Abdullah bin Ja’far telah menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Hasan ia berkata,”Al-Hasan bin Ali adalah seorang yang banyak sekali menikahi wanita. Dan sangat sedikit dari mereka yang istimewa di sisinya. Setiap wanita yang menikahi beliau pasti mencintai beliau dan menikmati hidup dengan beliau’.”
Disebutkan bahwa beliau disuguhi minum kemudian beliau pingsan, kemudian beliau diberi minum lagi, beliau kembali pingsan hingga pada akhirnya beliau meninggal. Menjelang wafat seorang dokter yang terus memantau perkembangan kesehatannya berkata, “Orang ini telah diputus-putus ususnya oleh racun.”
Al-Husain berkata, “Wahai Abu Muhammad, katakan padaku siapakah yang menyuguhimu minum!” “Mengapa wahai saudaraku?” Tanya al-Hasan. Al-Husain menjawab, “Demi Allah SWT., aku akan membunuhnya sebelum aku mengubur jenazahmu, atau aku tidak mampu menjumpainya atau ia berada di suatu tempat maka aku akan berusaha menjumpainya!”
Al-Hasan berkata, “Wahai saudaraku, dunia ini hanyalah malam-malam yang fana, biarkanlah ia hingga kelak aku dan dia bertemu di hadapan Allah SWT..” Al-Hasan enggan menyebutkan nama orang itu. Aku mendengar dari sebagian orang bahwa Mu’awiyah menyuruh salah seorang khadim (pelayannya) untuk menyuguhkan racun kepadanya. Sebagian orang1185 meriwayatkan bahwa Yazid bin Mu’awiyah mengirim perempuan bernama Ja’dah binti al-Asy’ats untuk meracun al-Hasan dengan janji ia akan menikahinya setelah itu. Lalu Ja’dah pun melakukan perintah itu. Setelah al-Hasan wafat, Ja’dah menemui Yazid dan menagih janjinya. Yazid berkata, “Demi Allah SWT. kami tidak merelakan dirimu untuk dinikahi al-Hasan, bagaimana mungkin kami bisa merelakan dirimu untuk kami nikahi.”
Ibnu Katsir berkata, “Menurutku riwayat ini tidak shahih, dan lebih tidak shahih lagi riwayat dari ayahnya, yakni Mu’awiyah.” Sufyan bin Uyainah1186 meriwayatkan dari Raqabah bin Mashqalah ia berkata, “Ketika al-Hasan bin Ali menjelang wafat ia berkata, ‘Keluarkanlah aku ke halaman agar aku dapat melihat langit yang luas.’ Merekapun mengeluarkan tempat tidurnya. Beliau mengangkat kepalanya kemudian berkata, “Ya Allah, aku mengikhlaskan jiwaku berada di sisiMu, karena jiwaku adalah yang paling berharga bagiku.”
Dan salah satu ketetapan Allah SWT. bagi dirinya adalah ia mengikhlaskan dirinya berada di sisiNya. Al-Waqidi berkata,1187 “Ibrahim bin Fadhl telah menyampaikan kepada kami dari Abu Atiq ia berkata, Aku mendengar Jabir bin Abdillah berkata, ‘Kami datang menjenguk al-Hasan di hari beliau wafat. Saat itu keributan hampir saja terjadi antara al-Husain bin Ali dan Marwan bin al-Hakam. Al-Hasan telah mewasiatkan kepada saudaranya agar dikebumikan bersama Rasulullah saw. Jika dikhawatirkan akan menimbulkan pertumpahan darah dan keributan hendaklah jenazahnya dikebumikan di Baqi’ saja.
Akan tetapi Marwan tidak mengizinkan al-Husain menguburkannya bersama Rasulullah saw. . Pada saat itu Marwan telah dicopot dari jabatannya. Ia lakukan itu untuk mencari muka kepada Mu’awiyah’.” Jabir berkata, ‘Aku berbicara kepada al-Husain bin Ali, kukatakan kepadanya, ‘Wahai Abu Abdillah, bertakwalah kepada Allah SWT., sesungguhnya saudaramu tidak ingin keributan ini terjadi. Kebumikanlah jenazahnya di perkuburan Baqi’ bersama ibunya.’ Maka al-Husain pun melakukannya’.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa al-Hasan mengutus seseorang untuk meminta izin kepada ‘ Aisyah agar jenazahnya dikebumikan di kamar bersama Rasulullah saw.. ‘Aisyah ra. mengizinkannya. Ketika al-Hasan wafat, terjadi keributan. Al-Husain mengenakan senjatanya sementara Bani Umayyah juga menyiapkan senjata mereka. Mereka berkata, “Kami tidak akan membiarkannya dikebumikan bersama Rasulullah saw.. Apakah ia dikuburkan di kamar bersama Rasulullah saw. sementara Utsman dikuburkan di Baqi?”
Ketika dikhawatirkan keributan itu akan menimbulkan pertumpahan darah Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Hurairah, Jabir dan Ibnu Umar menyarankan kepada al-Husain agar tidak berperang. Ia pun mengikuti saran tersebut lalu menguburkan saudaranya di dekat kubur ibunya di Baqi’.” 1188 Sufyan bin Uyainah1189 meriwayatkan dari Salim bin Abi Hafshah dari Abu Hazim ia berkata, “Aku melihat al-Husain bin Ali menpersilahkan Sa’id bin al-Ash (Amir Madinah) untuk menshalati jenazah al-Hasan (yakni me-mimpin
shalat jenazah). Beliau berkata, ‘Sekiranya hal itu bukanlah sunnah nabi niscaya
aku tidak akan mempersilahkannya’.”
Muhammad bin Ishaq1190 berkata, Musawir maula Bani Sa’ad bin Bakar menyampaikan kepadaku, ia berkata, “Aku melihat Abu Hurairah berdiri di masjid Rasulullah saw. pada hari wafatnya al-Hasan bin Ali, beliau meneriakkan dengan suara keras, “Wahai sekalian manusia pada hari ini telah wafat kekasih Rasulullah saw.,tangisilah kepergiannya.”
Manusia berkumpul mengantar jenazahnya sampai-sampai perkuburan Baqi’ penuh sesak dengan para pengantar. Lelaki, wanita sampai anak-anak menangisi kepergian beliau. Ibnu Ulayyah meriwayatkan 1191 dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya,”Al-Hasan wafat dalam usia tujuh puluh empat tahun. Demikianlah yang dikatakan oleh sejumlah orang dan itulah yang benar. Menurut perkataan yang masyhur beliau wafat pada tahun 49 H.Sementara yang lain mengatakan, Wafat pada tahun 50 H.”
DAFTAR REFERENSI
• Al-Qur’anul Karim
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy ats as-sajistani (W.275 H), Sunan Abu Dawud (5 jilid dengart daftar isi) tahqiq Izat Ubaid, Da’as, Darul hadits, Beirut ; al-Mu’jam al-mukhtash, tahqiq Muhamad al-Habib al-Hailah, Maktabah ash-Shiddiq di Thayyi’f Cet I ,tahun 1408 H.
Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam wafat tahun 224 H, al-Amwal ditahqiq oleh Muhammad Khalil Hiras cetakan maktabah kulliyat al- Azhariyah.
Ad-Daraquthni (Ali bin Umar bin Ahmad wafat tahun 385 H), al-Ilal al-Waaridah ft Ahaadits An-nabawiyah (7juz) tahqiq Mahfuzh ar-Rahman as- Salafi, Daru Thayyibah Riyadh.
Adz-Dzahaby (Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman, wafat 748
Hijriyah), Siyar ‘Alam Nubala’ (23 jilid) tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Iainlain, Daru Risalah. Beirut ; Tarikh Islamy (‘Ahdu Khulafaur Rasyidin) tahqiq Doktor Abdus Salam Tadmury, darul Kitab al-’Araby, Beirut; Tajrid Asma ash-Shahabah (2 jilid) tauzi1 darul Ma’arif, Beirut dan Darul Baz. Makkah.
Ahmad bin Hanbal as-Syaibani(W.240), al-Musnad (enam jilid) dicopy oleh Dar ash-Shadir di Beirut ; al-Musnad dengan tahqiq Ahmad Syakir hingga juz 16, Dar al-Ma’arif di mesir tahun 1368-1375 H ; Fadhail Shahabah (2 jilid) tahqiq Washiyullah Muhammad Abbas, Markaz al-Bahts al-llmi wa Ihyaa at-Turats Jami’ah Ummul Qura.
Ahmad bin Hanbal asy-Syaibany (wafat tahun 240 Hijriyah), al- Musnad (6 jilid) Dar ash-Shadir, Daru Beirut; al-Musnad (16 jilid) tahqiq Ahmad Syakir, Darul Ma’arif mesir 1368-1375 Hijriyah ; Fadhail Shahabah (2 jilid) Tahqiq Washallah . Muhammad Abas, Markaz al-Bahts al-ilmy di Jamiah Ummul Qura.
Ahmad Muhammad Syakir, Umdah at-Tafsir ‘an al-Hafizh Ibnu Katsir (lima juz), Dar al-Ma’arif Mesir Tahun 1376 H.
Al-Ajurriy (Abu Bakar Muhammad bin al-Husain wafat tahun 360 H), Kitabusy Syari’ah (6 jilid dengan daftar isi) tahqiq Dr. Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaijy, Darul Wathan, Riyadh 1418 Hijriyah.
Al-Albani (Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati), Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah juz III, diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami, Cet I tahun 1399 H,Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (6 jilid), diterbitkan oleh alMaktab al-Islami dan Maktab Ma’arif Riyadh ; Silsilah al-ahadits adh-Dhaifah (5 jilid) diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami dan Maktab Ma’arif Riyadh ; Shahih al-]amV ash-Shaghir (6 juz) diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami ; Dhaif al-jami’ ash-Shaghir (6 juz) diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami, Mukhtasar as-Syamail al-Muhammadiyah HI imam at-Tirmidzi, al-Maktabah al- Islamiyah, Amman, Yordania cet I tahun 1405 H.
Al-Asy’ari Abul Hasan Ali bin Ismail (W. 320 H), al-Ibanah ‘an Usul ad- Diyanah, diterbitkan oleh Dar at-Thiba’ah al-Muniriyyah.
Al-’Audah (Doktor Salaiman bin Hamd), Abdullah bin Saba’ wa atasaruhufi ahdats al-fitnahfi ‘ashril Islam. Dar ath-Thayibah 1406 Hijriyah.
Al-Azdi (Abu Ismail Muhammad bin Abdullah) (tahun ketiga H),
Futuh as-Syam, tahqiq Abdul Mun’im Abdullah ‘Amir,diterbitkan oleh Sijil al-Ab tahun 1970 M.
Al-Azdi (Abu Ismail Muhammad bin Abdullah) (tahun ketiga H), Futuh as-Syam, tahqiq Abdul Mun’im Abdulllah ‘Amir,diterbitkan oleh Sijil al-Ab tahun 1970 M.
Al-Azruqi (Muhammad bin Abdillah wafat tahun 244 H), Akhbar Makkah wa ma ja’a film minal atsar ditahqiq oleh Rusydi Milhas, cetakan ketiga Daruts Tsaqafah Makkah tahun 1398 H.
Al-Baihaqi (Abu Bakar Ahmad bin al-Husain wafat 458), Sunan al-Kubra (10 Jilid) darul fikr Beirut.
Al-Baihaqi Abu Bakar Ahmad bin al-Husain (W. 458), Dalail an-Nubuwwah urn Ma’rifatu ahwal Shahib asy-Syariah(yil Jilid) Tahqiq: Abdul Mu’ti Qal’aji, dar al-Kutub al-Ilmiyah Cet.I tahun 1405 H.
Al-Baladzari Ahmad bin Yahya bin Jabir (W.279), futuh al-Buldan(?Juz) tahqiq Dr. Sholahuddin al-Munajid, Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah ; Anshabul Asyraf (13 jilid) tahqiq Suhail Zikar Riyadh Zarkaly, maktabah At-Tijariyah Makkah, Darul Fikr Beirut.
Al-Balazari Ahmad bin Yahya bin Jabir (W.279), Futuh al-Buldan (3 Juz) tahqiq Dr. Sholahuddin al-Munjid, Maktabah an-Nahdah al-Mishriyyah.
Al-Biladi, Atiq bin Ghaits, Mu’jam al-Ma]alim al-Jughrafiijahfis Sirah an-Nabaiviyah, cetakan Darul Makkah lin nasyr cetakan pertama 1402 H.
Al-Bilady (‘Atiq bin Ghaits), Ma’ajim al-Ma’alim al-Jughrafiyahfi as-Sirah an-Nabawiyah, Daru Makkah cetekan I 1402 Hijriyah ; Anshabul Asyraf (13jilid) tahqiq Suhail Zikar Riyadl Zarkaly, maktabah at-Tijariyah Makkah, Darul Fikr Beirut; Futuh Buldan (3 jilid) tahqiq Shalahuddin al-Munjid, maktabah Nahdlatul Masriyah.
Al-Fakih Muhammad bin Ishaq bin Abbas wafat setelah tahun 272 H,
Akhbar Makkah fi qaditn az-zaman wa haditsihi (6 juz) ditahqiq oleh Abdul Malik bin Dahisy, Maktabah an-Nahdhah al-Haditsiyah Makkah, cetakan pertama tahun 1407 H.
Al-Fasawy (abu yusuf Ya’qub bin Sufyan wafat 277 Hijriyah), al- Ma’rifatu wat Tarikh (3 jilid), tahqiq Doktor Akram Dhiya’ al-Umary, Dar Risalah, Beirut.
Al-Fazary (Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Harits wafat 186 Hijriyah), Kitab as-Siyar. Tahqiq Doktor Faruq Hammadah. Muassah ar- Risalah, Beirut 1408 Hijriyah.
Al-Ghaban (Doktor Muhammad bin Abdullah); Fitnah maqtal utsman bin Affan 4k>. Skripsi Majister di Jami’ah Islamiyah, 1410 Hijriyah.
Al-Ghaits (Doktor Khalid bin Muhammad), Istisyhad ‘Utsman wa ma’rakatul jamal (Dirasatul Marwiyat Said bin Umar fi Tarikh ath Thabari). Darul Andalus al-Khadhra’. Jeddah 1418 Hijriyah.
Al-Haitsamy (Nuruddin Ali bin Abi Bakar wafat 807 Hijriyah), Mujma’ az-Zawaid wa manba’ul Fawail (5 jilid). Daru Kitab Araby Beirut; Mawariduzh Zham’an ila zawaid Ibnu Hibban, tahqiq dannasyr Muhammad Abdur Razzaq Hamzah. Darul Kutubil ‘Ilmiyah,Beirut.
Al-Hakim (Abu Abdullah Muhammad bin abdullah An-Naisabury) wafat 405 Hijriyah), al-Mustadrak Ala Shahihain (4 jilid) Darul KitabAraby, Beirut.
Al-Imam al-Bukhari Muhammad bin Ismail (W. 265 H), al-Jami’ ashshahih (Cetakan Istanbul, 8 juz) ; al-]amV ash-Shahih beserta Faihu al-Bari (13 juz) cetakan al-Maktabah as-Salafiyyah di Mesir ; at-Tarikh al-Kabir (8 jilid) diterbitkan oleh Darul Fikr dicopi dari cetakan Hindia.
Al-Imam al-Bukhari (Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il Aj-Ja’fy wafat tahun 256 Hijriyah), }ami’ ash-Shahih ma’a Fathil Bari. Cetakan Maktabah Salafiyah Mesir.
Al-Imam Muslim (Abul Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairy wafat 261 Hijriyah), Shahih Muslim (5 jilid dengan daftar isi) Tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqy., Dar Ihya’ at-Turats al-Araby.
Al-Imam Muslim (Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, shahih Muslim (5 jilid beserta Daftar isi), Tahqiq Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya at-Turats al-Arabi.
Al-Khatib (Ahmad bin Tsabit al-Baghdaadi), Tarikh Baghdad (14 jilid) Maktabah Salafiyah Madinah
Al-Kindi, Muhammad bin Yusuf al-Mishri, Tarikh Wulatil Mishri wa Qudhatiha, cetakan yayasan al-Kutubuts Tsaqafiyah, cetakan 1,1407 H.
Al-Lalika’i (Hibatullah bin Hasan Ath Thabari wafat 418 Hijriyah), Syarh i’itiqad ahlu sunnah waljama’ah (5 jilid) tahqiq Doktor Ahmad Sa’id Hamdan. Daru Thayibah, Riyadh.
Al-Lalika’i (Hibatullah bin Hasan Ath Thabari wafat 418 Hijriyah), Syarh i’itiqad ahlis sunnah zoaljama’ah (5 jilid) tahqiq Doktor Ahmad Sa’id Hamdan. Daru Thaiyibah, Riyadh.
Al-Maidani (Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim an-Nisaburi, (W. 518 H), Majma’ al-Amtsal (3 jilid), Tahqiq dan Ta’liq Hasyiahnya Muhammad Muhyiddin Abdul hamid , diterbitkan oleh Makabah as-Sunnah an- Nabawiyyah, tahun 1374 H.
Al-Mizzy (Jamaluddin Yusuf bin Hajjaj wafat 742 Hijriyah), Tuhfatul Asyraffi ma’rifatil Athraf(lA jilid), tahqiq Abdush-Shamad Syarafudin.
Al-Umary (Abdul Aziz bin Ibrahim), al-wilayah alal buldanfi ‘ashry alkhulafaur rasyidin. Cetakan I Riyadh.
Al-Yahya (Yahya bin Ibrahim bin Ali), Manviyyat Abi Mikhnaffi Tarikh ath-Tlmbari, ‘Ashru al-Khilafah ar-Rasyidah, Darul ‘Ashimah Riyadh, cetakan pertama 1410 H.
An-Nai’imi Abdul Qadir ibnMuhammad ad-Dimasyqi(W. 927 H), ad- Doris fi Akhbar al-Madaris (II jilid), Tahqiq Ja’far al-Husaini, diterbitkan oleh Majma1 al-Lughah al-Arabiyyah di Damaskus, tahun 1367 H.
An-Nasa’i (Abu Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib wafat 303 Hijriyah), al-Mujtaba minas Sunanil kubra ma’a syarhil imam Suyuthy (4 jilid).Nasyr daru Kitab Araby Beirut.
Ar-Razi Muhammad bin Abu Bakar (W. 666 H), Mukhtar as-Suhhan, Dar al-Kitab al-Arabi, Cet I, tahun 1968 M.
As-Sa’ati (Ahmad bin Abdur Rahman al-Banna), al-Fathu ar-Rabbani bitartib Musnad al-lmam Ahmad asy-Syaibani (12 Jilid), Dar Ihya at-Turats al-Arabi, Cairo.
As-Sakhawi Muhammad bin Abdurrahman (902 H), Flan bit Taubikh liman dzamma at-Tarikh, Darul kutub al-Arabi.
As-Samhudi (Nuruddin ali bin Ahmad wafat 911), WafaulWafa’bi akhbar daril mushthafa. Tahqiq Muhammad Muhyuddin abdul Hamid, Darul Ihya’ turats al-Araby. Beirut.
As-Sulamy (Muhammad bin Shamil), Manila} Kitabah at-Tarikh al-Islamy cetakan II 1419 Hijriyah Dar Risalah Makkah; Tartib wa Tahdzib Kitab Bidayah wan Nihayah Khilafah Umar bin Khaththab cetakan 1,1418 H. Darul Wathan Riyadh.
as-Suyuthi Abdurrahman bin Abi Bakar (911 H), asy-Syamarikh fi limit Tarikh, ditahqiq oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Darus salafiyah Kuwait, Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur (8 juz) Darul Fikr Beirut cetakan pertama tahun 1403 H.
Ath Thabari (Muhammad bin Jarir bin Yazid wafat 310 Hijriyah), Tarikh ar-Rusul wal muluk (10 jilid dengan daftar isi) tahqiq Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Darul Ma’arif. Mesir.
Ath-Thabrani Sulaiman bin Ahmad wafat tahun 360 H, al-Mu’jamul Kabir (25 juz), tahqiq Hamdi Abdul Majid as-Salafi.
At-Thabari Muhammad bin Jarir (W.310 H), Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (10 jilid dengan daftar isi) Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim, Dar al- Ma’arif di Mesir cet. II; Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayi al-Quran (12 jilid). Cet.Ill, tahun 1388 H, diterbitkan oleh Maktabah Mushtafa al-Babi, di Mesir.
At-Tirmidzi (Muhammad bin ‘Isa as-Surah wafat 279 Hijriyah), Sunan at-Tirmidzi (5 Jilid) tahqiq Ahmad Syakir, Darul Ihya’ Turats al-Araby.
At-Tirmizi Muhammad bin Isa bin Saurah (W. 279), Sunan at-Tirmidzi,(5 Jilid), Tahqiq Ahmad Syakir, Dar Ihya at-Turats al-Arabi.
Az-Zubairy (Mush’ab bin Abdullah wafat 236 Hijriyah), Nasabu Quraisy, tashhih Laifi Brunfisal, Darul Ma’arif. Mesir.
Az-Zubairi Mush’ab bin Abdullah (236 H), Nasab Quraisy, direvisi oleh Ir. Lifi Burfansal, Darul Ma’arif Mesir.
Bakdasy Said bin Muhammad Yahya, Fadhl al-Hajar al-Aswad wa Maqam Ibrahim, cetakan Darul Basyair Beirut, cetakan pertama (1416 H)
• Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya at-Turats al-Arabi, Ibnu Manzhur Muhammad bin Mukrim al-Ifriqi (W. 711 H), Lisanul Arab (15 jilid), Darus Shadir, Beirut.
Ibn Sa’ad Muhammad bin Sa’ad bin Muni1 (W. 230 H), at-Thabaqat al- Kubra (9 jilid) Dar ash-Shadir , Dar Beirut; at-Thabaqah ar-Rabiah min ash- Sahabah (2 jilid), Tahqiq Dr. Abdul Aziz as-Salumi, Maktabah ash-Shiddiq di Thayyif tahun 1416 H.
Ibn Taghri Bardi Jamaluddin Yusuf al-Harrani (W. 874), an-Nujum az- Zahirafi Muluk Misra wal Qahira, al-Muassasah al-Mashriyyah li at-Tarjamah.
Ibn Taimiyah Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani (W. 728 H), Majmu’ Fatawa (37 jilid), cetakan II, Maktabah Ibnu Taimiyah, Cairo Mesir.
Ibn Taimiyah Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani (W. 728 H), Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah fi Naqdhi Kalam as-Syi’ah wa al-Qadariyyah (9 jilid dengan daftar isi), tahqiq Muhammad Rasyad Salim, dicetak di Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud.
Ibnu Abdil Bar (yusuf bin Abdullah an-Numairy wafat 4673 H.), al-Isti’ab fi ma’rifatil ashhab (4 jilid) tahqiq Ali Muhammad al-Bajawy, Maktabah Nahdhah Mesir.
Ibnu Abdul Hakim (Abdur Rahman bin Abdullah) tahqiq Abdul Mun’im ‘Amir. Nasyr lajnah al-Bayan al-Araby, Futuh Mishr wal Maghrib (qism Tarikh) tahqiq Abdul Mun’im Amir. Nasyr Lajnah al-bayan al-Araby.
Ibnu Abi Hatim (Abu Muhammad Abdur Rahman bin Muhammad bin Idris at-Tamimy wafat 327 Hijriyah), Kitab al-Jarh xuat Ta’dil cetakan I tahun 1371 Hijriyah Darul Ma’arif al-’Utsmaniyah Haidarabad tashwir Darul ilmiyah Beirut.
Ibnu Abi Syaibah (Abdullah bin Muhammad al-Kufi al-Absi, (W. 235H), al-Kitab al-Mushannaffi al-Ahadits wa al-Atsar (15 jilid) Cet. Ill, tahun 1388 H. diterbitkan oleh Maktabah Musthafa al-Babi, di Mesir.
Ibnu Abi Syaibah (Abdullah bin Muhammad al-Kufy al-Abasy wafat 235 Hijriyah), Kitab al-Mushanniffi ahadits wal atsar (15 jilid) Daru Slafiyah Bombai.
Ibnu Abu Dawud (abu Bakar abdullah bin Sulaiman bin al-Asyats as-Sajistany. Wafat tahun 316 Hijriyah), Kitab Mashahif, muassasah Qardhafah Mesir.
Ibnu al-Atsir (Ali bin Muhammad al-Jazri (W. 630 H), al-Kamilfi at-Tarikh (13 jilid),Dar ash-Shadir dan Dar Beirut
Ibnu al-Atsir (Ali bin Muhammad al-Jazri (W. 630 H), al-Kamil fi’ at-Tarikh(13 jilid), Dar ash-Shadir dan Dar Beirut; Usudul Ghabah Fi Ma’rifa-tis Shahabah (5 jilid) tahqiq Muhammad al-Banna dan kedua rekannya, Darus Sya’b Mesir.
Ibnu al-Atsir al-Mubarak bin Muhammad al-Jazri, (W.606 H), an-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, Tahqiq Thahir az-Zawi dan Mahmud at-Thanaji, diterbitkan oleh al-Maktabah al-Islamiyah.
Ibnu al-Imad Abdul Hamid bin Ahmad al-Hanbali (W. 1089 H), Syazarat adz-Dzahab fi Akhbar man Dzahab (4 jilid), Darul Afaq al-Jadidah,Beirut.
Ibnu an-Nadim Muhammd Ibnu Ishaq (W. 377) H), al-Fahrasat, Thabqah Ridha Tajaddud, Teheran, tahun 1971 M.
Ibnu ‘Arafah (al-hasan bin ‘Arafah al-abdy wafat 257 H.), Juz al-Hasan bin ‘Arafah, tahqiq abdur rahman al-Fariwa’i, Maktabah al-Aqsha,Kuwait.
Ibnu ‘Asakir (Abul qasim Ali bin al-Hasan), Tarikh Madinah Dimasyq, foto cofy dari manuskrip Darul Kutub azh-Zhahiriyah (19 jilid), tashwir Maktabah ad-Dar Madinah.
Ibnu Asakir Abu al-Qashim Ali bin al-Hasan (W. 571 H), Tarikh Dimasyq, dicopi dari Manuskrip, Nuskha al-Maktabah az-Zhahiriyyah (19 jilid).
Ibnu Atsir (Ali bin Muhammad al-Zajary wafat tahun 630 H), al-Kamilfi at-Tarikh (13 jilid) Darul Beirut, Dar ash- Shadir.
Ibnu Farhun Ibrahim bin Ali al-Maliki)(W. 799 H), ad-Dibaj al-Madzhab fi ‘A’Yan ulama al-Madzhab (2 jilid), Tahqiq Dr. Muhammad al-Ahmadi Abu an-Nur, diterbitkan oleh Dar al-Hadits di Cairo.
Ibnu Hajar (Ahmad bin Ali al-Asqalany wafat 852 Hijriyah), DarulKitab al-Araby, Beirut ; al-Ishabah fi Makrifati Shahabah (8 jilid) tahqiqi Muhammad al-Bajawy, Darun Nahdhah mesir ; Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (13 jilid) Maktabah Salafiyah Kairo ; Taqrib (1 jilid) tahqiq Abul Asybal Shaghir Ahmad al-Bakistany. Darul ‘Ashimah Riyadh.
Ibnu Hajar (Ahmad bin Ali al-Asqolani), al-Isabah fi ma’rifah ashshahabah (8 Jilid), tahqiq Ali Muhammad al-Bajawi, Dar an-Nahdah Mesir ; Lisan al-mizan (7 Jilid), Cet.II. Dar al-A’lam HI Matbu’at ; Tabshirah almuntabih bi tahrir al-Musytabih (4 Jilid) Tahqiq Ali Muhammad al-Bajawi, al-Maktabah al-’Ilmiyyah, Beirut.
Ibnu Hajar (Ahmad bin Ali al-Asqolani), al-Ishabah fi Makrifatis Shahabah (8 jilid) tahqiqi Muhammad al-Bajawy, Darun Nahdhah Mesir; Fathul Bary Syarh Shahih Bukhari (13 jilid) Maktabah Salafiyah Kairo; Taqrib (1 jilid) tahqiq Abul Asybal Shaghir Ahmad al-Bakistany. Darul ‘Ashimah Riyadh.
Ibnu Hazm (Ali bin Ahmad bin Said, (W 456 H), Jamharah Ansabul ‘Arab, tahqiq Abdus Salam Harun, Darul Ma’arif mesir cetekan III.
Ibnu Hazm (Ali bin Hazm az-Zhahiri (W. 240 H), Jamharah Ansab al- Arab, Tahqiq Abdus Salam harun, Dar al-Ma’arif Cet IV.
Ibnu Hisyam Abdul Malik Ibnu Hisyam al-Humairi (W. 218 H), as-Sirah an-Nabaioiyyah (2 jilid) tahqiq Musthafa as-Saqa dkk, al-Babi al-Halabi. Cet. II tahun 1375 H; as-Sirah an-Nabawiyyah, ma’a as-Syarh abi Zar al-Khusani, (4 jilid), Tahqiq Muhammad Abu Shuailik dan Hammam Sa’id Dar, diterbitkan oleh Maktabah al-Manar di Yordania, Cet I, tahun 1409 H.
Ibnu Katsir Ismail Ibnu Umar al-Qurasy (W. 774 H), al-Bidayah wa an- Nihayah (7 jilid) Dar al-Fikri, Beirut, Tahun 1398 H, Tafsir al-Quran alAzhim (4 jilid), Dar al-Ma’rifah, Beirut ; Tafsir al-Quran al-Azim (8 jilid), Tahqiq Muhammad Ibrahim al-Banna dan Iain-lain, Dar as-Sya’b di Mesir.
Ibnu Majah (Muhammad bin Yazid al-Qazwainy wafat 275 Hijriyah), Sunan Ibnu Majah (2 jilid) Tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqy,Nasyr Maktabah al-Baby al-Halaby Mesir.
Ibnu Manzhur (Muhammad bin Mukarram al-Afriqy wafat 71 Hijriyah), Lisan Araby (15 jilid) Dar ash- Shadir, Beirut.
Ibnu Manzhur Muhammad bin mukrim al-Ifriqi (W. 711 H), Lisan al-Arab (15 jilid) Dar ash-Shadir, Beirut.
Ibnul Qayim (Muhammad bin Abu Bakar az-Zar’y wafat 751 Hijriyah), Zadul Ma’ad ft Huda Khairil ‘Ibad (5 jilid), tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir al-Arnauth, cetakan 11401 Hijriyah Dar ar-Risalah, Beirut.
Ibnu Sa’ad (Muhammad bin Saad bin Muni’ wafat 230 Hijriyah), ath-Thabaqatul Kubra (9 jilid dengan daftar isi) Dar ash- Shadir, Beirut.
Ibnu Syabbah (Abu Zaid Umar bin Syabbah an-Numairy wafat 262 Hijriyah), Akhbar Madinah (4 jilid), tahqiq Fahim Syaltut, Darul Ash-Fahany,Jeddah.
Ibnul Jauzy (Abul Faraz Abdur Rahman bin Ali wafat 597 Hijriyah), Manaqib Umar bin al-Kahthtab, Tahqiq Zainab al-Qarut, cetakan I, Dar al-Kutub al-Ilmiyah Beirut ; al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk ival Umam (18jilid) tahqiq Muhammad abdul qadir ‘Atha dan Iain-lain, cetakan II tahun 1415 Hijriyah, Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut, -Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayi al-Quran (12 jilid). Cet. Ill, tahun 1388 H, diterbitkan oleh Maktabah Mushtafa al-Babi, di Mesir.
Khalifah bin Khayyath al-Asfari (W. 240), Tarikh Khalifah, Tahqiq Akram Dhiya al-Umari, Muassasah ar-Risalah, Dar al-Qolam Cet II, tahun 1397H.
Khursyid Ahmad Faruq, Tarikh ar-Riddah, Iqtibas wa Tahdzib min Kitab al-iktifa li al-lalaka’i al-Balnisi, cet II, Dar al-Kitab al-Islami, Kairo.
Mas’ud ar-Rahman Khan an-Nadawi, ibn Katsir Kamuarrikh, markaz ad-Dirasat al-Gharbiyyah, jamiah Aligarth di Hindia, Tahun 1980 M.
Muhammad Farid Bek al-Muhaami, Tarikh Ad-Daulah al-Ulayyah al-Utsmaniyah, ditahqiq oleh Ihsan Haqi, Daarun Nafaais Beirut, 1403 H.
Waki’ (Muhammad bin Khlaf al-Qadhi(W. 306 H), Akhbar al-Qudhat (2jilid) Ala al-Kutub, Beirut.
Yaqut (Abu Abdullah Yaqut bin Abdullah ar-Rumy al-Hamawy wafat 262 Hijriyah), Mu’jamul Buldan (5 jilid) Dar ash-Shadir Beirut 1397 Hijriyah.
Yaqut al-Hamawi (Yaqut bin Abdullah ar-Rumi, 626 H), Mu’jam al-Buldan (5 jilid) ) Dar ash-Shadir Beirut 1397 Hijriyah.
Sumber : http://hbis.wordpress.com/2010/03/31/biografi-singkat-al-hasan-bin-ali-bin-abi-thalib-ra/

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 11 : Muawwiyah bin Abu Sufyan (20 SH-60 H/ 603-680 M)



Muawiah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umaiah Al Qurasyi Al Umawi adalah pendiri Daulat Umaiah di Suriah. Beliau lahir di Mekah dan sempat memusuhi Islam dan akhirnya memeluk Islam ketika penaklukan kota Mekah (8 H). Beliau sempat belajar tulis baca dan matematika, sehingga Rasulullah mengangkatnya menjadi juru tulisnya. Beliau bertugas di Suriah di masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Beliau menentanag Ali dan berkonfrontasi dengan Ali dalam perang Shiffin (37 H/657 M) yang berakhir dengan sebuah arbitrase. Beliau dinobatkan menjadi khalifah (40-60 H/661-680 M) di mana ibu kota pemerintahan dia pindahkan ke Damaskus. Beliau termasuk tokoh penakluk ternama dalam sejarah Islam, di mana penaklukannya sampai ke daerah di Lautan Atlantik
Dia meriwayatkan hadits dari Rasulullah sebanyak seratus enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Darda’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin Basyir dan yang lain. Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain: Sa’id bin al-­Musayyib, Hamid bin Abdur Rahman dan lain-lain.
Dia termasuk salah seorang yang memiliki kepintaran dan kesabaran. Banyak hadits yang menyatakan keutamaan pribadinya, namun dari hadits-hadits tersebut hanya sedikit yang bisa diterima.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan (dia mengatakan bahwa hadits ini hasan) dari Abdur Rahman bin Abi Umairah (seorang sahabat Ra­sulullah) dari Rasulullah bahwa dia bersabda kepada Mu’awiyah, “Ya Allah, jadikanlah dia orang yang memberi petunjuk dan mendapat petunjuk.”
Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari al-Mirbadh bin Sariyyah dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Ya Allah ajarilah Mu’awiyah al-Qur’an dan hisab serta lindungilah dia dari adzab.”
Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya dan Imam ath-Thabarani dalam kitabnya al-Kabir meriwayatkan dari Abdul Malik bin Umair dia berkata: Mu’awiyyah berkata: Sejak Rasulullah bersabda kepada saya. “Wahai Mu’awiyah, jika kamu menjadi raja, maka berbuat baiklah!” saya selalu menginginkan jabatan kekhilafahan.

Mua’wiyyah adalah seorang lelaki yang bertubuh tinggi berkulit putih dan tampan serta karismatik. Suatu ketika Umar bin Khaththab melihat kepadanya dan berkata, “Dia adalah kaisar Arab.”

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib dia berkata, “Janganlah kalian membenci pemerintahan Mu’awiyah. Sebab andai kalian kehilangan dia, niscaya akan kalian lihat beberapa kepala lepas dari lehernya.”
Al-Maqbari berkata: Kalian sangat kagum kepada kaisar Persia dan Romawi namun kalian tidak mempedulikan Mu’awiyah! Kesa­barannya dijadikan sebuah pepatah. Bahkan Ibnu Abid Dunya dan Abu Bakar bin ‘Ashim mengarang buku khusus tentang kesabarannya.
Ibnu ‘Aun berkata, “Ada seorang lelaki berkata kepada Mu’awiyah: Demi Allah hendaknya kamu menegakkan hukum dengan lurus wahai Mu’awiyah. Jika tidak, maka kamilah yang akan meluruskan kamu!”

Mu’awiyah berkata, “Dengan apa kalian akan meluruskan kami?’
Dia menjawab, “Dengan pentungan kayu!”
Muawiyyah menjawab, “Jika begitu kami akan berlaku lurus.”

Qubaishah bin Jabir berkata: Saya menemani Mu’awiyah beberapa lama, ternyata dia adalah seorang yang sangat sabar. Tidak saya temui seorang pun yang sesabar dia, tidak ada orang yang lebih bisa berpura-pura bodoh darinya, sebagaimana tidak ada orang yang lebih hati-hati daripadanya.
Tatkala Abu Bakar mengutus pasukan ke Syam, dia dan saudaranya Yazid bin Abu Sufyan berangkat ke sana. Tatkala Yazid meninggal dia ditugaskan untuk menggantikan saudaranya di Syam untuk menjadi gubernur. Umar mengokohkan apa yang ditetapkan Abu Bakar dan Utsman menetapkan apa yang ditetapkan oleh Umar. Utsman menjadikan Syam seluruhnya berada di bawah kekuasaannya. Dia menjadi gubernur di Syam selama dua puluh tahun dan menjadi khalifah juga selama dua puluh tahun.
Muawwiyah Bin Abu Sofyan adalah juru tulis Rasulullah saat turunnya wahyu.
Dan sungguh telah meriwayatkan Imam Muslim didalam Sohihnya dari hadits Ikrimah bin Ammar, dari Abi Zamil Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu sofyan Berkata : Wahai Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku? Rasulullah menjawab: “ya”. Beliau berkata: perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir sebagaimana dulu aku memerangi orang-orang Islam., Rasulullah menjawab: “ya”, Beliau berkata lagi: dan Muawiyah engkau jadikan sebagai penulis disisimu? Rasulullah menjawab: “ya”.
Muawwiyah di Jamin Syurga
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan di dalam Sohihnya dari Kholid bin Ma’dan dan bahwasanya Umair bin Mas’ud telah menceritakan kepadanya bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pasukan pertama daripada kalangan umatku yang berperang di laut, telah dipastikan bagi mereka (tempat di syurga).”
Fakta sejarah mencatat bahawa armada laut yang pertama bagi umat Islam dipimpin oleh Muawiyah pada zaman pemerintahan Amirul Mukminin Usman ibn Affan Radhiallahu.
عَنْ ‏‏خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ ‏أَنَّ ‏عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ ‏حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى ‏عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ ،‏ ‏وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ ‏ ‏حِمْصَ ،‏ ‏وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ ،‏ ‏أُمُّ حَرَامٍ ،‏ ‏قَالَ ‏عُمَيْرٌ :‏ ‏فَحَدَّثَتْنَا ‏‏أُمُّ حَرَامٍ ‏‏أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏‏يَقُولُ :‏ ‏أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ ‏‏أَوْجَبُوا ،‏ ‏قَالَتْ ‏‏أُمُّ حَرَامٍ :‏ ‏قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ ، قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ، ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :‏ ‏أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ ‏‏قَيْصَرَ ‏‏مَغْفُورٌ لَهُمْ ، فَقُلْتُ : أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : لَا . رواه البخاري (2924) .

قال الحافظ ابن حجر في ” الفتح ” (6/120) : قَالَ الْمُهَلَّب : فِي هَذَا الْحَدِيثِ مَنْقَبَة لِمُعَاوِيَة لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ غَزَا الْبَحْرَ وَمَنْقَبَةٌ لِوَلَدِهِ يَزِيد لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ غَزَا مَدِينَةَ قَيْصَرَ .ا.هـ.

Muawwiyah adalah orang yang Faqih
Pada zaman pemerintahan Umar bin khottob Radiallahu anhu pernah seorang mengadu kepada Ibn Abbas radhiallahu ‘anh bahwa Muawiyah melaksanakan solat witir dengan hanya satu rakaat. Ibn Abbas menjawab: “(Biarkan), sesungguhnya dia seorang yang faqih (faham agama).” [Shahih al-Bukhari – hadis no: 3765]
Muawwiyah adalah orang yang didoakan untuk mendapat hidayah
Dalam sebuah hadis yang dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendoakan Muawiyah: “Ya Allah! Jadikanlah beliau orang yang memimpin kepada hidayah dan berikanlah kepada beliau hidayah.” [Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (Maktabah al-Ma`arif, Riyadh, 1995), hadis no: 1969]
Pujian Para Sahabat Kepada Muawwiyah
1. Sahabat besar Saad bin Abi Waqqas r.a. berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih pandai memutuskan hukum selepas Sayyidina Utsman daripada tuan pintu ini ( beliau maksudkan Mu’awiyah) (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 133)
2. Seorang lagi sahabat Qabishah bin Jabir berkata: “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun, lebih layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan lebih luas tangan di dalam melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah” ( Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 135)
3. Abdullah bin Mubarak, seorang tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat anda tentang Mua’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih utama?”. Mendengar pertanyaan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak naik Pitam lalu berkata: “Kamu bertanya tentang perbandingan keutamaan antara mereka berdua. Demi Allah! Debu yang masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad bersama-sama Rasulullah itu saja lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz” (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 139)
Pujian para Ulama kepada Muawwiyah
Imam Adz-Dzahabi berkata bahwa hadist2 riwayat Muawiyah berjumlah 163 hadist dalam Musnad Baqiyi (bin Makhlad). Al Ahwazi telah menyusun Musnad Muawiyah dalam satu jilid kitab. Hadisnya (Muawiyah) yg disepakati Bukhari-Muslim sebanyak 4 hadist, dan yg diriwatkan oleh Imam Bukhari sebanyak 4 hadist dan Imam Muslim sebanyak 5 hadist (Siyar A’lam Nubala 3/162)
Dari Irbadh bin Sariyah berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda,” Ya Allah, ajarkanlah Muawiyah ilmu tulis dan hitung dan lindungilah dia dari siksa.” (Hasan Lighairihi Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 1938, Ibnu Hibban 2278, Ahmad 4/127, dan Fadhail Ash-Shahihah 1748, Al-Bazzar 2723, Al Fai dalam Tarikh 2/345, Att-Thabrani dalam Al Mu’jam 18/252/628)
Dari Abdur Rahman bin Abi Umairah Al-Muzanni, berkata Said dan dia termasuk sahabat Nabi dari Nabi bahwa beliau berdo’a untuk Muawiyah,” Ya Allah, jadikanlah dia penunjuk dan yang memberi petunjuk, tunjukilah ia dan berilah manusia petunjuk karenanya.”(Hasan Shahih Diriwayatkan Bukhari dalam Tarikh 4/1/327, Tirmidzi 2/316, Ibnu Asakir 16/684-686, dan Adz-Dzabi dalam Siyar 8/38)
Umar bin Khattab berkata tatkala mengangkatnya sebagai Gubernur Syam,”Janganlah kalian menyebut Muawiyah kecuali dengan kebaikan” (Al-Bidayah 8/125)
Ali bin Abi Thalib berkata sepulangnya dari perang Shiffin,” Wahai manusia, janganlah kalian membenci kepemimpinan Muawiyah, seandainya kalian kehilangan dia, niscaya kalian akan melihat kepala kepala bergelantungan dari badannya (banyak pembunuhan)” (Al-Bidayah 8/134)
Ibnu Umar ra berkata,” Saya tidak melihat setelah Rasulullah orang yg lebih pandai memimpin manusia daripada Muawiyah.”
Dikatakan padanya,” Sekalipun Ayahmu?” katanya,” Ayahku Umar lebih baik daripada Muawiyah, tetapi Muawiyah lebih pandai berpolitik darinya.” (As-Sunnah I/443 Al-Khallal, Siyar A’lam Nubala 3/152, Al-Bidayah 8/138)
Ibnu Abbas berkata,”Saya tidak melihat seorang yang lebih arif tentang kenegaraan daripada Muawiyah” (Al-Bidayah 8/138) Beliau juga mensifati Muawiyah dengan “faqih” (Shahih Bukhari 3765)
Mujahid berkata,” Seandainya kalian melihat Muawiyah, niscaya kalian akan mengatakan: Inilah Al Mahdi.” Ucapan senada juga dikatakan Qatadah (As-Sunnah I/438 Al-Khallal)
Zuhri berkata,” Muawiyah bekerja dalam pemerintahan Umar bin Khattab bertahun-tahun tiada cela sedikit pun darinya.” (As-Sunnah I/444 Al-Khallal).
Suatu kali pernah diceritakan kepada A’masy tentang keadlian Muawiyah, maka dia berkata,” Bagaimana kiranya seandainya kalian mendapati Muawiyah?” Mereka berkata,” Wahai Abu Muhammad apakah dalam kelembutannya?” Dia menjawab.” Tidak, demi Allah, bahkan dalam keadilannya.” (As-Sunnah I/437}
Al-Muafa bin Amran pernah ditanya,” Wahai Abu Mas’ud, siapakah yang lebih utama: Umar bin Abdul Aziz atau Muawiyah?” Beliau langsung marah sekali seraya berkata,” Seorang sahabat tidak dibandingkan dengan seorang pun. Muawiyah adalah sahabat Nabi, iparnya, penulis wahyunya.” (Tarikh Dimasyq 59/208)
Ibrahim bin Maisarah berkata,” Saya tidak melihat Umar bin Abdul Aziz memukul sesorang kecuali seorang yang mencela Muawiyah, beliau mencambuknya dengan beberapa cambukan.” (Tarikh Dimasyq 59/211)
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang Muawiyah dan Amr bin Ash, “Apakah dia Rafidhah?” Katanya,” Tak seorang pun berani mencela keduanya kecuali mempunyai tujuan jelek.” (Tarikh Dimasyq 59/210)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,” Muawaiyah adalah paman kaum mukminin, penulis wahyu Alloh, salah seorang khalifah muslimin- semoga Allah meridhai mereka.” (Lum’atul I’tiqad hal 33)
Ibnu Taimiyah berkata,” Para ulama sepakat bahwa Muawiyah adalah raja terbaik dalam umat, karena 4 pemimpin sebelumnya adalah para khalifah nubuwwah, adapun dia adalah awal raja dan kepemimpinannya adalah rahmat.” (Majmu’ Fatawa 4/478, Minhaj Sunnah 6/232)
Ibnu Abil Izzi Al Hanafi berkata,” Raja pertama kaum muslimin adalah Muawiyah, dan dia adalah sebaik-baiknya raja kaum muslimin.” (syarh Aqidah Thahawiyah hal 722)
Adz-Dzahabi berkata dalam biografinya,” Amirul mukminin, raja Islam. Muawiyah adalah raja pilihan yang keadilannya mengalahkan keshaliman.” (Siyar 3/120, 259) …
Ka’ab al-Ahbar berkata: Tidak ada orang yang akan berkuasa sebagaimana berkuasanya Mu’awiyah.
Adz-Dzahabi berkata: Ka’ab meninggal sebelum Mu’awiyah menjadi khalifah, maka benarlah apa yang dikatakan Ka’ab. Sebab Mu’awiyah menjadi khalifah selama dua puluh tahun, tidak ada pem­berontakan dan tidak ada yang menandinginya dalam kekuasaannya. Tidak seperti para khalifah yang datang setelahnya. Mereka banyak yang menentang, bahkan ada sebagian wilayah yang menyatakan melepaskan diri.

Mu’awiyah melakukan pemberontakan kepada Ali sebagaimana yang telah disinggung di muka, dan dia menyatakan dirinya sebagai khalifah. Kemudian dia juga melakukan pemberontakan kepada al­-Hasan. Al-Hasan akhirnya mengundurkan diri. Kemudian Mu’awiyah menjadi khalifah pada bulan Rabiul Awal atau Jumadil Ula, tahun 41 H. Tahun ini disebut sebagai ‘Aam Jama’ah (Tahun Kesatuan), sebab pada tahun inilah umat Islam bersatu dalam menentukan satu khalifah. Pada tahun itu pula Mu’awiyah mengangkat Marwan bin Hakam sebagai gubernur Madinah.

Pada tahun 43 H, kota Rukhkhaj dan beberapa kota lainnya di Sajistan ditaklukkan. Waddan di Barqah dan Kur di Sudan juga ditak­lukkan. Pada tahun itu pulalah Mu’awiyah menetapkan Ziyad anak ayahnya. Ini -menurut ats-Tsa’labi- merupakan keputusan pertama yang dianggap mengubah hukum yang ditetapkan Rasulullah.
Pada tahun 45 H, Qaiqan dibuka.
Pada tahun 50 H, Qauhustan dibuka lewat peperangan. Pada tahun 50 H, Mu’awiyah menyerukan untuk membaiat anaknya Yazid sebagai putra mahkota dan khalifah setelahnya jika dia meninggal.
Mu’awiyah meninggal pada bulan Rajab tahun 60 H. Dia dimakamkan di antara Bab al-Jabiyyah dan Bab ash-Shaghir. Disebutkan bahwa usianya mencapai tujuh puluh tujuh tahun. Dia memiliki beberapa helai rambut Rasulullah dan sebagian potongan kukunya. Dia mewasiat­kan agar dua benda itu di diletakkan di mulut dan kedua matanya pada saat kematiannya. Dia berkata, “Kerjakan itu, dan biarkan saya menemui Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang!”.
–ooOoo–