Wednesday, 27 February 2013

0 Sumbangan Dunia Islam Terhadap Kebangkitan Peradaban Eropa

Hadiedjava.blogspot- Hubungan Islam dengan Barat pada hari ini senantiasa identik dengan hubungan benturan ('alâqah ash-shirâ') dan permusuhan. Barat senantiasa membangun dan menyebarkan opini negatif terhadap Islam dan pemeluknya. Menurut mereka, Islam merupakan ancaman terhadap peradaban umat manusia. Di sisi lain, Barat sering kali membanggakan kemajuan peradaban mereka dan mengklaim bahwa hal itu merupakan warisan dari kemajuan peradaban Yunani-Romawi semata. Mereka mengingkari adanya pengaruh dan kontribusi Islam beserta peradabannya dalam membangkitkan Eropa modern –sebagai negeri asal bangsa Barat— dan memantapkan puncak kemajuannya. Jadi, bagaimana sebenarnya sumbangan Islam terhadap kebangkitan peradaban Eropa? Insya Allah, tulisan berikut akan menjelaskannya. Kebangkitan Peradaban Islam Awal mula kebangkitan peradaban Islam dapat ditelusuri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kegiatan intelektual di Baghdad dan Cordova. Pada masa pemerintahan Al-Ma'mun (813-833 M), ia mendirikan Bait al-Hikmah di Baghdad yang menjadi pusat kegiatan ilmiah (Abdul Karim, 2007: 154). Pendirian sekolah yang terkenal ini melibatkan sarjana Kristen, Yahudi, dan Arab, mengambil tempat sendiri terutama dengan "pelajaran asing", ilmu pengetahuan dan filosofi Yunani, hasil karya Galen, Hippocrates, Plato, Arsitoteles, dan para komentator, seperti Alexander (Aphrodis), Temistenes, John Philoponos, dan lain-lain (Bammate, 2000: 36) Dalam masa itu, banyak karya Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Gerakan penerjemahan itu banyak dibantu oleh orang-orang Kristen, Majusi, dan Shabi'ah. Di antara nama para penerjemah yang terkenal adalah Jurjis (George) ibn Bakhtisyu (771 M), Bakhtisyu Ibnu Jurjis (801 M), Gibril, Yahya ibn Musawaih (777-857 M), Hunain ibn Ishaq (w. 873 M), dan lainnya (Abdul Karim, 2007: 175-176). Sementara itu di Cordova, aktivitas ilmiah mulai berkembang pesat sejak masa pemerintahan Abdurrahman II (822-852 M). Ia mendirikan universitas, memperluas dan memperindah masjid (Abdul Karim, 2007: 239). Cordova kemudian menjadi sangat maju dan tampil sebagai pusat peradaban yang menyinari Eropa. Pada waktu itu, Eropa masih tenggelam pada keterbelakangan dan kegelapan Abad Pertengahan. Dr. Muhammad Sayyid Al-Wakil (1998: 321) menukil perkataan seorang penulis Amerika yang menggambarkan keadaan Eropa pada masa itu, "Jika matahari telah terbenam, seluruh kota besar Eropa terlihat gelap gulita. Di sisi lain, Cordova terang benderang disinari lampu-lampu umum. Eropa sangat kumuh, sementara di kota Cordova telah dibangun seribu WC umum. Eropa sangat kotor, sementara penduduk Cordova sangat concern dengan kebersihan. Eropa tenggelam dalam lumpur, sementara jalan-jalan Cordova telah mulus. Atap istana-istana Eropa sudah pada bocor, sementara istana-istana Cordova dihiasi dengan perhiasan yang mewah. Para tokoh Eropa tidak bisa menulis namanya sendiri, sementara anak-anak Cordova sudah mulai masuk sekolah."[1] Sejarah Eropa sendiri pada Abad Pertengahan penuh dengan perjuangan sengit antara kaum intelek dan penguasa gereja. Kaum intelek Eropa berontak lebih dari satu kali, tetapi berulang-ulang pemberontakan mereka berhasil dipatahkan oleh gereja (Asad, 1989: 36). Penguasa gereja itu mendirikan berbagai mahkamah pemeriksaan (Dewan Inquisisi) untuk menghukum kaum intelek serta orang-orang yang dituduh kafir dan atheis. Operasi pembantaian digerakkan secara besar-besaran agar di Dunia Kristen tidak tertinggal seorang pun yang dapat menjadi akar perlawanan terhadap gereja. Diperkirakan antara tahun 1481 hingga 1901, korban pembantaian Dewan Inquisisi mencapai 300 ribu jiwa termasuk 30 ribu jiwa dibakar hidup-hidup, di antaranya adalah sarjana fisika terkemuka Bruno. Ia dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Selain Bruno, Galileo Galilei juga harus menjalani hukuman sampai mati di penjara karena pendapatnya yang menyatakan bahwa bumi beredar mengitari matahari (An-Nadawi, 1988: 250). Eropa dan Sentuhan Peradaban Islam Melalui interaksinya dengan Dunia Islam, Eropa menyadari keterbelakangan dan ketertinggalan mereka. Interaksi tersebut menyebabkan adanya sentuhan peradaban Islam terhadap mereka. Proses persentuhan itu terjadi melalui konflik-konflik bersenjata, seperti dalam Perang Salib, maupun melalui cara-cara damai seperti di Andalusia. Bagaimanapun juga dalam bidang peradaban materi, Eropa banyak berhutang budi terhadap Perang Salib. Perang ini telah membawa kaum Kristen ke dalam kontak langsung dengan orang-orang Muslim di tanah Islam itu sendiri. Orang-orang Kristen mendapati bahwa di Levant banyak hal baru bagi mereka dan teknik-teknik yang tidak dikenal di Barat. Oleh karena itu ketika terjadi gencatan senjata, mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk mempelajari teknik-teknik baru di bidang pertanian, industri dan kerajinan, serta melakukan hubungan perdagangan dengan orang-orang Muslim (Bammate, 2000: 44-45). Tidak sedikit di antara orang-orang Kristen yang ikut Perang Salib adalah para saudagar yang berpendapat bahwa perang ini merupakan kesempatan untuk mengadakan hubungan dagang baru. Lama-kelamaan, Perang Salib menyesuaikan diri dengan usaha politik perdagangan bandar-bandar Italia, terutama Venezia. Selain Venezia, kota-kota perdagangan di Italia Utara, Jerman Selatan, dan Belanda juga mulai berkembang akibat Perang Salib (Romein, 1956: 52). Dari kota-kota inilah nantinya muncul Renaissance. Selain melalui Perang Salib, cara lain terjadinya sentuhan peradaban Islam terhadap Eropa adalah melalui cara yang murni damai di Andalusia. Ketika Eropa masih larut dalam keterbelakangannya, Andalusia telah tumbuh dalam kemajuan dan kegemilangan peradaban. Ustadz Muhammad Al-Husaini Rakha mengatakan, "Di antara bukti kebesaran peradaban Spanyol bahwa di Cordova saja terdapat lima puluh rumah sakit, sembilan ratus toilet, delapan ratus sekolah, enam ratus masjid, perpustakaan umum yang memuat enam ratus ribu buku dan tujuh puluh perpustakaan pribadi lainnya." (Al-Wakil, 1998: 319). Orang-orang Eropa aktif berinteraksi dengan orang-orang Arab dan mengambil ilmu dari mereka serta mengambil manfaat dari peradaban mereka. Orang-orang Eropa datang ke Andalusia untuk belajar di universitas-universitas umat Islam. Di antara mereka terdapat para tokoh gereja dan para bangsawan. Sebagai contoh salah seorang yang sangat luar biasa kepandaiannya pada abad X bernama Gerbert d'Aurillac. Ia menjadi Paus Perancis pertama di bawah gelar Sylvester II. Ia menghabiskan tiga tahun di Toledo dengan para ilmuwan Muslim. Ia belajar matematika, astronomi, kimia, dan pelajaran-pelajaran lainnya. Beberapa wali gereja/pendeta tinggi dari Perancis, Inggris, Jerman dan Italia juga lama belajar di Universitas Muslim Spanyol (Bammate, 2000: 49). Ada kasus menarik yang dialami oleh Frederik II (1211-1250) Kaisar Jerman yang juga menjadi raja Napels dan Sicilia. Ia merupakan seorang yang berjiwa besar dan berpengetahuan tinggi. Ia dituduh orang masuk Islam dengan diam-diam karena kaisar itu lebih suka tinggal di Italia Selatan dalam lingkungan alam Timur daripada di Jerman yang belum maju. Di Napels didirikannya sebuah universitas dengan tujuan memindahkan pengetahuan Arab ke Italia (Romein, 1956: 58). Selain Frederik II, raja bangsa Eropa lainnya yang menaruh minat sangat besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan kaum Muslimin adalah George III, raja Inggris. Dengan resmi, ia menulis surat kepada Hisyam III khalifah kaum Muslim di Andalusia agar diizinkan mengirimkan delegasinya untuk belajar di sekolah umat Islam Andalusia. George III berkata dalam suratnya, Dari George Raja Inggris, Ghal, Swedia, dan Norwegia kepada khalifah kaum Muslim di Andalusia paduka yang mulia Hisyam III. Dengan hormat, Paduka yang mulia. Kami telah mendengar kemajuan yang dicapai oleh sekolah-sekolah ilmu pengetahuan paduka dan sekolah-sekolah industri di negara paduka. Oleh karena itu, kami bermaksud mengirim putra-putra terbaik kami untuk menimba ilmu-ilmu tersebut di negeri paduka yang mulia. Ini sebagai langkah awal meniru paduka yang mulia dalam menyebarkan ilmu pengetahuan di wilayah negara kami yang dikelilingi kebodohan dari empat penjuru. Kami tunjuk Dubanet, putri saudara kami sebagai kepala delegasi wanita Inggris untuk memetik bunga agar ia dan teman-teman delegasinya bisa sehebat paduka, menjaga akhlak yang mulia dan memperoleh simpati wanita-wanita yang akan mengajari mereka. Hamba titipkan lewat raja kecil kami ini, hadiah apa adanya untuk paduka yang mulia dan sudilah kiranya paduka menerimanya dengan senang hati. Tertanda Hamba paduka yang patuh George III (Al-Wakil, 1998: 319-320). Orang-orang Eropa yang belajar di universitas-universitas Andalusia itu melakukan gerakan penerjemahan kitab-kitab para ilmuwan Muslim yang berbahasa Arab ke bahasa Latin dan mulailah buku-buku tersebut diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Barat. Ketika itu, bahasa Arab menjadi bahasa terdepan di dunia dalam masalah ilmu pengetahuan. Orang yang ingin mempelajari ilmu pengetahuan harus pandai berbahasa Arab. Bercakap-cakap dengan bahasa tersebut merupakan bukti tingkat wawasan yang tinggi (Al-Qaradhawi, 2005: 105). Philip K. Hitti mengatakan, "Selama berabad-abad, Arab merupakan bahasa pelajaran, kebudayaan dan kemajuan intelektual bagi seluruh dunia yang berperadaban, terkecuali Timur Jauh. Dari abad IX hingga XI, sudah ada hasil karya di berbagai bidang, di antaranya filsafat, medis, sejarah, agama, astronomi dan geografi banyak ditulis dalam bahasa Arab daripada bahasa lainnya." (Bammate, 2000: 24). Pada abad XII diterjemahkan kitab Al-Qanûn karya Ibnu Sina[2] mengenai kedokteran. Pada akhir abad XIII diterjemahkan pula kitab Al-Hawiy karya Ar-Razi yang lebih luas dan lebih tebal daripada Al-Qanûn. Kedua buku ini hingga abad XVI masih menjadi buku pegangan bagi pengajaran ilmu kedokteran di perguruan-perguruan tinggi Eropa. Buku-buku filsafat bahkan terus berlangsung penerjemahannya lebih banyak daripada itu. Bangsa Barat belum pernah mengenal filsafat-filsafat Yunani kuno kecuali melalui karangan dan terjemahan-terjemahan para ilmuwan Muslim (As-Siba'i, 2002: 41). Tercatat di antara nama-nama para penerjemah Eropa itu adalah Gerard (Cremona) yang menerjemahkan fisika Aristoteles dari teks bahasa Arab, Campanus (Navarra), Abelard (Bath), Albert dan Daniel (Morley) Michel Scot, Hermann The Dalmatian, dan banyak lainnya (Bammate, 2000: 49). Banyak orang Barat yang jujur mengakui bahwa pada Abad Pertengahan, kaum Muslim adalah guru-guru bangsa Eropa selama tidak kurang dari enam ratus tahun. Gustave Lebon mengatakan bahwa terjemahan buku-buku bangsa Arab (Islam), terutama buku-buku keilmuan, hampir menjadi sumber satu-satunya bagi pengajaran di banyak perguruan tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Dapat dikatakan bahwa pengaruh bangsa Arab dalam beberapa bidang ilmu, seperti ilmu kedokteran, masih berlanjut hingga sekarang. Buku-buku karangan Ibnu Sina pada akhir abad yang lalu masih diajarkan di Montpellier. Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku bangsa Arablah yang dijadikan sandaran oleh Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Arnold de Philippe, Raymond Lull, San Thomas, Albertus Magnus, serta Alfonso X dari Castella (As-Siba'i, 2002: 42). Orang Eropa juga memanfaatkan keunggulan ilmu orang Muslim dalam beberapa keperluan mereka. Vasco da Gama misalnya, yang merintis jalan bagi Eropa menuju Semenanjung Harapan, setelah menemukan jalan tersebut ia bertemu dengan seorang pelaut Muslim Arab yang bernama Ibnu Majid. Maka Ibnu Majid memperlihatkan kepadanya beberapa alat untuk mengarungi laut yang dimilikinya, seperti kompas dan sejenisnya. Lalu Ibnu Majid meninggalkan Vasco da Gama sebentar. Kemudian ia masuk ke ruangannya dan kembali menemui Vasco da Gama bersama alat-alat yang membuatnya terkagum-kagum. Selanjutnya, Vasco da Gama menawarkan kepada Ibnu Majid agar menjadi guidenya menuju gugusan pulau India Timur (Quthb, 1995: 230 dan 1996: 310). Renaissance dan Kebangkitan Eropa Persentuhan Eropa dengan peradaan Islam benar-benar memberikan pengaruh luar biasa terhadap kehidupan mereka. Pengaruh terpenting yang diambil Eropa dari pergaulannya dengan umat Islam adalah semangat untuk hidup yang dibentangkan oleh peradaban dan ilmu Islam. Keterpengaruhan Eropa pada peradaan Islam itu bersifat menyeluruh. Hampir tidak ada satu sisi pun dari berbagai sisi kehidupan Eropa yang tidak terpengaruh oleh peradaban Islam (Quthb, 1995: 251). Dalam bukunya Making of Humanity, Robert Briffault menegaskan, "Tidak hanya ilmu yang mendorong Eropa kembali pada kehidupan. Tetapi pengaruh-pengaruh lain yang masuk terutama pengaruh-pengaruh peradaban Islam yang pertama kali menyalakan kebangkitan Eropa untuk hidup." (Quthb, 1996: 35). Al-Qaradhawi (2005: 121) menulis bahwa metode, sekolah, universitas, ulama, dan buku menjadi pengaruh serta penggerak kebangkitan Eropa. Akhirnya pada abad XV muncullah gerakan di Eropa yang dinamakan renaissance. Renaissance berasal dari kata renasseimento yang berarti lahir kembali atau rebith sebagai manusia yang serba baru (Suhamihardja, 2002: 5). Renaissance diartikan sebagai kelahiran kembali atau kebangkitan kembali jiwa atau semangat manusia yang selama Abad Pertengahan terbelenggu dan diliputi oleh mental inactivity.[3] Renaissance disebut juga Abad Kebangkitan karena ia adalah awal kebangkitan manusia Eropa yang ingin bebas dan tidak lagi terbelenggu sebagai kehendak untuk merealisasikan hakikat manusia sendiri. Renaissance merupakan gerakan yang menaruh minat untuk mempelajari dan memahami kembali peradaban dan kebudayaan Yunani dan Romawi kuno (Suhamihardja, 2002: 3). Renaissance terjadi melalui proses yang sangat panjang dimana pengaruh Islam sangat dominan dan tidak bisa dipungkiri. Kehidupan intelektual di Eropa sebagai warisan pemikiran yang mulai dikembangkan pada abad XII menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan sejati yang sebagian besar maju berkat penggunaan ilmu pasti dari kalangan filosof-filosof bangsa Arab. Dengan munculnya renaissance, maka perhatian dan penggalian terhadap filsafat Abad Kuno, terutama filsafat Aristoteles, semakin berkembang. Orang Eropa Barat untuk pertama kalinya mengenal tulisan-tulisan Aristoteles melalui terjemahan-terjemahan bahasa Arab, serta melalui ajaran-ajaran dan komentar-komentar yang disusun filosof-filosof Arab yang menafsirkan filsafat Aristoteles yang telah mendapat pengaruh dari paham Neo-Platonisme. Demikian juga, metode eksperimen mula-mula dikembangkan oleh sarjana-sarjana muslim pada zaman keemasan Islam. Ilmu pengetahuan lainnya mencapai klimaks antara abad IX hingga abad XII. Semangat untuk mencari kebenaran yang dimulai oleh pemikir-pemikir Yunani dan hampir padam dengan munculnya kekaisaran Romawi, tetapi kemudian dihidupkan kembali dalam kebudayaan Islam. Dalam perjalanan sejarah, maka lewat sarjana-sarjana muslimlah dan bukan lewat perjalanan Latin, dunia modern ini sekarang mendapatkan dasar-dasarnya (Suhamihardja, 2002: 29). Briffault berkata, "Eropa lama, sebagaimana kita lihat, tidak menampakkan karya-karya ilmiah. Ilmu perbintangan dan ilmu pasti orang Yunani adalah ilmu asing yang dimasukkan dari luar negeri dan dipungut dari orang lain. Dalam waktu lama Yunani tidak mau menyesuaikan diri. Tetapi kemudian secara bertahap menyatu dengan kebudayaan Yunani. Lalu Yunani menyusun aliran-aliran, mengundangkan hukum-hukum dan membuat teori-teori. Tetapi kegigihan metode penelitian, pengumpulan dan pemusatan berbagai maklumat (informasi dan data-data) yang positif, metode rinci dalam ilmu, pengamatan yang teliti dan terus menerus serta penelitian empirik, semuanya sama sekali asing dari kebudayaan Yunani. Akan halnya yang kita sebut ilmu, muncul di Eropa sebagai hasil semangat penelitian dan metode analisis baru dari cara percobaan, pengamatan dan penganalogian serta dikarenakan perkembangan ilmu pasti yang sebelumnya sama sekali tidak dikenal oleh Yunani. Semangat dan metode ilmiah itu dimasukkan oleh Arab ke dalam Dunia Eropa."(Quthb, 1996: 35). Dalam bukunya yang berjudul Târîkh 'Ilm Al-Falâk, Dolandbeer berkata, "Para observator Yunani hanya berjumlah dua atau tiga orang saja. Namun, para observator bangsa Arab jumlahnya banyak sekali. Adapun dalam kimia, tidak ada seorang pun bangsa Yunani. Namun, para observator bangsa Arab berjumlah ratusan." (Al-Qaradhawi, 2005: 116). Ilmu pengetahuan berkembang pesat di Eropa sejak masa renaissance. Berbagai riset dan observasi ilmiah dilakukan oleh para ilmuwan Eropa. Dalam kenyataannya, banyak penemuan para ilmuwan itu yang bertentangan dengan doktrin gereja. Oleh karena dianggap sebagai ancaman, pihak penguasa gereja melakukan penekanan dan tindakan kekerasan kepada para ilmuwan dan orang-orang yang dipandang menentang gereja. Tidak sedikit para ilmuwan diburu, diajukan ke pengadilan gereja, dan dijatuhi hukuman mati. Di antara mereka adalah Copernicus, Galileo Galilei, Bruno, dan sebagainya. Gereja berusaha membendung arus renaissance yang semakin deras dan mempertahankan otoritasnya. Akan tetapi, usaha pihak gereja itu dalam perjalanannya menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Masyarakat Eropa yang telah jenuh hidup di bawah pengaruh kekuasaan gereja serta ingin bebas akhirnya melancarkan reformasi-reformasi agama untuk menentang kekuasaan Paus yang zhalim. Gerakan-gerakan reformasi tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh Islam. Bahkan, pengaruh Islam itu sudah terjadi sejak masa awal persentuhan Eropa dengan peradaban Islam. Ahmad Amin mengatakan, Muncullah pertentangan di kalangan orang-orang Nasrani karena pengaruh Islam. Di antaranya pada abad kedelapan Masehi atau abad-abad kedua dan ketiga Hijriah lahirlah di Septimania[4] gerakan yang menyerukan pengingkaran pengakuan dosa di depan pendeta karena mereka tak mempunyai hak untuk hidup. Dan manusia hanya untuk tunduk kepada Allah dalam meminta pengampunan dosa-dosanya. Islam tidak mempunyai pendeta dan kaum paderi, maka di dalam Islam tidak dikenal pengakuan dosa. Demikian pula terdapat gerakan yang menyerukan penghancuran gambar-gambar serta patung-patung keagamaan (iconoclast). Pada abad kedelapan dan kesembilan Masehi atau abad ketiga dan keempat Hijriah muncul mazhab Nasrani yang menolak pengkudusan gambar-gambar dan patung-patung. Pada tahun 726 M, Kaisar Leo III dari Romawi mengeluarkan perintah yang melarang pengkudusan gambar-gambar dan patung-patung dan perintah lain pada tahun 730 M yang menganggap perbuatan tersebut sebagai paganisme. Demikian pula Konstantin X dan Leo IV pada saat Paus Gregorius II dan III dan Germanius, Uskup Konstantinopel serta kaisar wanita Irene menyokong penyembahan gambar-gambar, sehingga terjadilah pergolakan hebat antara kedua golongan itu. (An-Nadawi, 1988: 186-187) Banyak peneliti menegaskan bahwa Martin Luther dalam gerakan reformasinya terpengaruh oleh pandangan para filosof Arab dan ulama Muslim mengenai agama, akidah, dan wahyu. Perguruan-perguruan tinggi Eropa pada masa Martin Luther selalu berpegang pada buku-buku para filosof Muslim yang jauh sebelumnya telah diterjemahkan ke bahasa Latin (As-Siba'i, 2002: 41). Begitu pula pembangkangan-pembangkangan terhadap kekuasaan-kekuasaan feodal yang zhalim yang menjadikan tuan tanah sebagai badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif sekaligus sehingga melahirkan Revolusi Perancis yang menuntut pemisahannya, juga karena terpengaruh dengan Islam (Quthb, 1995: 252 dan As-Siba'i, 2002: 41). Orang-orang Eropa datang ke negeri Syiria dalam Perang Salib. Mereka melihat bahwa di Kekhilafahan Islam, rakyat ikut mengawasi penguasanya. Penguasa hanya tunduk pada pengawasan rakyat. Melihat hal tersebut, raja-raja di Eropa membandingkan antara kebebasan raja-raja Arab dan kaum Muslimin dengan ketundukan mereka sendiri terhadap kekuasaan Roma dan kekhawatiran mereka akan nasib buruknya bila tidak lagi tunduk kepada raja Roma yang agamis. Setelah orang-orang Eropa itu kembali ke negerinya, mereka mengadakan pemberontakan hingga memperoleh kemerdekaan. Rakyat mereka pun kemudian memberontak kepada mereka sehingga memperoleh pula kemerdekaan. Setelah itu, muncullah Revolusi Perancis dan prinsip-prinsip yang diproklamasikan tidak lebih banyak daripada yang diproklamasikan dalam peradaban kita pada dua belas abad sebelumnya (As-Siba'i, 2002: 47). Pengaruh Kebangkitan Eropa terhadap Dunia Islam Pada saat Eropa mulai bangkit dan melaju dengan pesat dalam berbagai bidang kehidupan, Dunia Islam justru mengalami kemunduran dan keterbelakangan dalam berbagai bidang kehidupan. Selain karena penjajahan yang mencengkram Dunia Islam, umat Islam dilanda perpecahan sengit antarmadzhab serta diperparah lagi dengan munculnya berbagai sekte dan aliran yang menyimpang dari ajaran Islam. Pada saat itu, umat Islam dipimpin oleh Turki yang memegang tampuk kekhilafahan. Bukti keterbelakangan Turki di bidang ilmu dan teknologi bisa dilihat pada kenyataan bahwa baru pada abad XVI Turki mampu mendirikan industri kapal. Sementara percetakan, pusat pelayanan kesehatan serta akademi-akademi militer seperti yang terdapat di Eropa, baru memasuki Turki pada abad XVIII. Pada akhir abad itu Turki masih terbelakang di bidang industri dan penemuan-penemuan ilmiah, hingga ketika menyaksikan balon terbang melayang-layang di angkasa ibukota, mereka mengira itu ialah perbuatan tukang sihir. Dalam hal menciptakan sarana kemajuan dan kesejahteraan umum, negeri-negeri Eropa yang kecil lebih cepat daripada Turki, sedangkan negeri Mesir lebih cepat empat tahun dibanding dengan Turki dalam penggunaan kereta api, dan beberapa bulan dalam penggunaan prangko (An-Nadawi, 1988: 221). Setelah Eropa kuat karena mengambil ilmu dan peradaban dari Islam, mulailah Eropa menjajah umat Islam dan merampas kekayaannya. Inggris menjajah India, Mesir[5], Irak dan Yordania. Perancis menjajah Tunisia, Aljazair, Suriah dan Libanon. Di Asia Tenggara, Inggris menjajah Malaysia dan Singapura. Belanda menjajah Indonesia. Sedangkan Spanyol menjajah Filipina.[6] Selain menyebarkan ajaran Kristen, para penjajah Eropa itu juga menguras kekayaan umat Islam. Akhirnya kekayaan Eropa membengkak sehingga dengan harta rampasan itu mereka mampu memperkuat posisinya dan mengintensifkan penelitian ilmiah yang pada gilirannya membuat Eropa semakin kuat dan berkuasa (Quthb, 1995: 289). Jatuhnya berbagai wilayah Islam ke tangan imperialisme Barat menginsafkan Dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas dan kekuatan umat Islam kembali. Pada periode ini, timbullah ide-ide pembaharuan dalam Dunia Islam (Nasution, 1992: 14). Dari Mesir muncullah Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dengan ide Pan-Islamismenya yang kemudian diikuti oleh muridnya, Muhammad Abduh (1849-...). Sebelum itu, di Hijaz Arabia juga telah muncul gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787). Meski kelahirannya merupakan respons terhadap penyimpangan praktek-praktek keagamaan yang banyak terjadi di Hijaz dan sekitarnya, akan tetapi gerakan ini juga mempunyai pengaruh di Dunia Islam dalam membangkitkan kesadaran umat Islam untuk melawan kaum penjajah, terkhusus di Indonesia. Demikian juga ide Pan-Islamisme yang diusung oleh Al-Afghani banyak mempengaruhi tokoh-tokoh pergerakan Islam Indonesia yang aktif memperjuangkan Islam pada zaman penjajahan Belanda. Jadi, renaissance yang telah membangkitkan Eropa dari keterbelakangannya itu membawa dampak luar biasa tidak hanya bagi masyarakat Eropa, namun juga bagi Dunia Islam. Oleh karena Dunia Islam justru mengalami kemunduran ketika Eropa mengalami kebangkitan, maka dampak yang diterima oleh Dunia Islam tidak sedikit adalah dampak negatif. Selain penjajahan negeri-negeri umat Islam, dampak negatif renaissance terhadap Dunia Islam tersebut dikemukakan oleh Abul Hasan Ali An-Nadawi sebagai berikut, Dunia Islam dipaksa keadaan untuk tunduk pada pola ajaran materialistis sejak ia ditimpa musibah kemunduran ilmiah dan ketumpulan berpikir dan tidak menemukan jalan lain kecuali lari ke dalam pelukan Eropa lalu menerima pola ajaran ini dengan segala ekses negatifnya, dan itulah pola berpikir yang merajai seluruh kawasan Dunia Islam dewasa ini. Dampak yang pasti dari pola ini adalah pergumulan antara kepribadian Islam, jika ini belum tercampak dari hati pemuda Islam, dan kepribadian baru, antara ajaran moralitas Islam dan ajaran moralitas Eropa, antara kriteria dan sistem nilai lama dan baru. Dampak lain ialah timbulnya sikap ragu-ragu dan kemunafikan di kalangan kaum terpelajar, kurangnya kesabaran dan keuletan serta kehidupan yang lebih mementingkan segi-segi duniawi, dan berbagai ciri kebudayaan Eropa lainnya (An-Nadawi, 1988: 378). Demikianlah proses pengaruh Islam terhadap kebangkitan peradaban Barat. Tanpa interaksinya dengan Dunia Islam, Barat tidak akan mampu mencapai kemajuan seperti yang mereka banggakan dengan penuh kesombongan pada hari ini. Apabila kemajuan peradaban Islam membawa rahmat dan anugerah bagi seluruh dunia, sebaliknya kemajuan peradaban Barat yang materialistis tidak jarang justru membawa bencana dan musibah bagi umat manusia. Akankah umat Islam bangkit untuk membangun kembali peradaban mereka yang pernah menyinari dunia dengan gemilang? Itu semua menjadi tantangan dan tanggung jawab bagi generasi Islam pada hari ini. Wallâhu a'lam. Penulis: Muhammad Isa Anshary Peneliti di Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo Pustaka Abdul Karim, M. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Al-Qaradhawi, Yusuf. 2005. Distorsi Sejarah Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Al-Wakil, Muhammad Sayyid. 1998. Wajah Dunia Islam Dari Dinasti Bani Umayah Hingga Imperialisme Modern. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. An-Nadawi, Abul Hasan Ali. 1988. Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: Pustaka Jaya dan Penerbit Djambatan. Asad, Muhammad. 1989. Islam di Simpang Jalan. Jakarta: YAPI. As-Siba'i, Musthafa Husni. 2002. Khazanah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. Bammate, Haidar. 2000. Kontribusi Intelektual Muslim Terhadap Peradaban Dunia. Jakarta: Darul Falah. Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. Quthb, Muhammad. 1995. Perlukan Menulis Ulang Sejarah Islam. Jakarta: Gema Insani Press. _______________. 1996. Tafsir Islam Atas Realitas. Jakarta: Yayasan SIDIK. Romein, J.M. 1956. Aera Eropa; Peradaban Eropa Sebagai Penjimpangan dari Pola Umum. Bandung: GANACO N.V. Suhamihardja, Agraha Suhandi. 2002. Sejarah Pemikiran Modern; Tonggak Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. [1] Al-Wakil tidak menyebutkan nama penulis Amerika tersebut. Kemungkinan, penulis yang dia maksud adalah John W. Draper yang menulis buku History of The Conflict Between Religion and Science. [2] Orang Barat menyebutnya Avicena. [3] Mental inactivity adalah mental yang pasif dan apatis karena kebebasan atau kemerdekaan berpikir pada waktu itu selalu dihadapkan kepada faktor kekuasaan yang menghalanginya atau yang melawannya. [4] Septimania ialah propinsi wilayah Perancis Kuno di sebelah barat daya Perancis, menghadap Laut Tengah. [5] Pada 1798, Perancis di bawah komandan Napoleon sempat menduduki Mesir. Namun, pendudukan itu hanya bertahan selama 39 bulan dan kemudian Mesir diambil alih oleh Inggris. Lihat: Abdul Karim, M. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Hlm. 346-348. [6] Filipina pada asalnya terdiri dari wilayah Kerajaan Islam Sulu, Kerajaan Islam Maguindanao, dan wilayah sekitarnya. Setelah wilayah-wilayah tersebut dikuasai oleh Spanyol, penjajah Katholik ini mengubah namanya menjadi Filipina. Sumber : http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/sumbangan-dunia-islam-terhadap-kebangkitan-peradaban-eropa.html

0 Menyoal Keislaman Partai Islam

Oleh Saleh Partaonan Daulay* Partai-partai politik di Indonesia dapat diidentifikasi melalui ideologi yang menjadi modus eksistensinya. Ada dua ideologi yang secara umum selalu dipakai yaitu; nasionalisme dan Islam. Melalui ideologi itu, partai-partai politik mendasarkan garis perjuangannya. Partai nasionalis mengklaim bahwa orientasi perjuangannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia tanpa memandang perbedaan letak geografis dan demografis yang ada. Orientasi seperti itu sesungguhnya juga diklaim oleh partai-partai Islam. Bedanya, partai-partai Islam meyakini bahwa tujuan dan orientasi itu hanya bisa dicapai melalui pembumian ajaran-ajaran universal Islam di dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana mengukur keislaman partai-partai Islam? Apakah keislaman itu sudah cukup dituliskan dalam asas partai? Mengapa partai Islam tidak cukup satu saja? Adakah perbedaan pemahaman tentang politik islami dari parta-partai itu? Performa yang Sama Pertanyaan-pertanyaan kritis itu sangat penting diungkapkan. Apalagi, akhir-akhir ini, banyak orang yang berkesimpulan bahwa partai Islam tidak berbeda dengan partai non-islam. Kebijakan partai, perilaku politisinya, dan juga cara-cara mempertahankan kekuasaan yang dimiliki kelihatannya memang sama dengan partai non-Islam. Ada banyak indikasi mengapa sebagian kalangan sampai pada kesimpulan itu. Persoalan korupsi, misalnya, ternyata tidak hanya ditemukan di partai-partai non-Islam. Korupsi ditemukan di hampir semua partai. Modusnya juga hampir sama. Kolaborasi antara eksekutif, legislatif, dan pengusaha. Eksekutif mengajukan anggaran, legislatif memperjuangkan di parlemen, dan pengusaha mengerjakan proyeknya. Partai yang memiliki kekuasaan di pemerintahan tentu lebih memiliki keleluasaan. Banyak program pemerintah yang bisa dikerjasamakan dengan para pengusaha. Selain untuk memenangkan tender proyek pemerintah, pengusaha juga bisa memesan program, specs, dan juga kuota. Selain bermain dalam proyek pemerintah, partai Islam dan non-Islam juga bermain di hampir setiap pilkada. Konon, untuk mendapatkan perahu, para kandidat kepala daerah harus membayar 'mahar' yang tidak sedikit. Katanya, 'mahar' diperlukan untuk biaya sosialisasi dan pemenangan. Karena uang yang digunakan bukan dari kas negara, tentu aparat penegak hukum tidak bisa mengaudit penggunaan 'mahar' itu. Walau tidak semua partai mensyaratkan 'mahar', tetapi persoalan ini sudah jamak diketahui masyarakat. Realitas seperti ini tentu tidak bisa digeneralisasi. Harus diakui secara jujur bahwa masih banyak politisi yang memiliki idealisme. Masalahnya adalah kalau perilaku buruk tersebut juga dilakukan oleh sebagian politisi yang berasal dari partai Islam. Lalu, apalagi ciri pembeda antara partai Islam dan non-Islam? Risiko Berlabel Islam Niat baik tokoh-tokoh Islam mendirikan partai Islam perlu diapresiasi. Selain untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, nilai-nilai luhur ajaran Islam memang perlu dibumikan melalui jalur politik. Tetapi, mendirikan partai berlabel Islam tidak berarti tidak beresiko. Membawa nama Islam ke ranah politik sama artinya membawa kemuliaan ajaran Islam ke dunia yang penuh pragmatisme temporal. Para pendiri partai Islam tentu berharap agar para politisi di partai-partai Islam dapat menjalankan agenda dakwah dalam memperjuangkan kepentingan Islam. Namun di tengah perjalanannya, kompetisi politik yang sangat ketat bisa jadi mengubah arah dan orientasi. Apalagi, para kader partai diminta untuk selalu berjuang membesarkan partainya. Lazimnya, partai politik tidak bisa hanya dibesarkan dengan slogan, ceramah, dan pengajian. Ada banyak kebutuhan yang mengharuskan partai memiliki dana pendukung. Tuntutan dan kebutuhan partai inilah salah satu yang mendorong adanya penyalahgunaan kewenangan. Semakin besar kekuasaan yang diperoleh, semakin besar pula peluang untuk melakukan tindakan koruptif dan manipulatif. Di tambah lagi banyaknya godaan dari pihak-pihak luar dengan janji menarik dan mempesona. Tidak mengherankan bila banyak politisi yang melakukan perbuatan korupsi karena bujuk rayu pengusaha-pengusaha hitam. Selain itu, penggunaan label Islam juga dapat diartikan sebagai klaim parsial. Dari sisi bahasa, dengan mengklaim sebagai partai Islam, pada saat yang sama juga mengatakan bahwa partai lain tidak Islam. Padahal, di partai-partai yang tidak Islam juga banyak aktivis Muslim yang berpolitik. Tidak ada seorang pun yang bisa mengukur bahwa keislaman mereka yang ada di partai Islam lebih baik dari mereka yang ada di partai non-Islam. Walau sedikit kurang tepat, tentu tetap beralasan bila ada yang berpandangan bahwa partai Islam hanya memakai simbol-simbol Islam untuk mendapatkan simpati dan dukungan umat Islam. Apalagi dalam praktiknya, ada partai Islam yang cenderung sangat eksklusif. Perjuangan partai lebih memprioritaskan kepentingan anggota dan jamaah pendukungnya. Buktinya, komponen umat Islam banyak yang tidak tahu agenda politik yang sedang mereka perjuangkan. Penyusunan dan perumusan RUU saja, misalnya, hanya dibicarakan di tingkat internal partai. Padahal, RUU adalah grand design masa depan umat dan bangsa Indonesia. Karena tidak dilibatkan secara aktif dalam proses politik lahirnya UU, komponen umat Islam banyak yang melakukan perlawanan melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi. Judicial review adalah bukti nyata dimana umat diabaikan, dipinggirkan dan bahkan ditinggalkan. Tidak ada keselarasan antara aspirasi umat dengan produk politik yang dihasilkan. Perlu Konsistensi Karena tidak ada aturan yang melarang, partai-partai politik Islam tetap berhak untuk tumbuh dan berkembang. Yang diperlukan adalah adanya konsistensi antara ideologi partai dengan kiprah perjuangan politik. Bila ideologi yang diusung adalah Islam, maka ciri dan cara kerja partainya harus benar-benar islami. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dengan membawa nama Islam. Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Citra partai politik Islam sebagai partai bersih, peduli, dan merakyat perlu dibumikan baik melalui kebijakan politik maupun tindakan para politisinya. *Penulis adalah Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sumber : http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/13/02/27/miurxy-menyoal-keislaman-partai-islam

Tuesday, 26 February 2013

0 Solusi Saat Sempit Rizki

Oleh: Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Sesungguhnya rizki ada di tangan Allah semata. Dia lapangkan dan menyempitkan rizki bagi siapa yang Dia kehendaki. Pastinya dengan hikmah dan keadilan-Nya. Maka betatapun usaha dilakoni seseorang dalam mencari rizki, tidak diperolehnya kecuali sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Sebaliknya, betapa besar usaha orang untuk menghalangi sampainya rizki kepadanya maka rizki itu akan tetap diperolehnya sebagaimana tidak ada penghalangnya. أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ "Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman." (QS. Al-Ruum: 37) Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajari zikir sesudah shalat, اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ "Ya Allah, tidak ada yang bisa mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Imam al-Thabrani meriwayatkan dalam al-Kabirnya, dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam beliau bersabda, إن الرِّزق ليَطْلب العبد أكثر مما يطلبه أجَلُه "Sesungguhnya rizki mencari hamba lebih banyak daripada ajal mencarinya." (Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami') Sesungguhnya jatah rizki seperti jatah umur. Tidak akan habis, jika belum sampai habis ajal. Sehingga kita tidak akan terlalu bersedih dan berduka dalam kehidupan dunia ini. Walau harus tetap berusaha dengan mempercayakan kepada Allah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rizki! Ketahuilah, sesungguhnya seorang jiwa tidak akan mati kecuali telah sempurna rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rizki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram." (Disebutkan Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 2866) Maka kewajiban hamba dalam rizki ini ada dua perkara: Pertama, mengusahakan sebab yang dibolehkan syariat untuk memperoleh rizki yang halal. Kedua, ridha dengan pembagian Allah kepadanya karena hakikat ketetapan Allah atas hamba mukmin adalah baik. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ "Sungguh menakjubkan urusan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik; ?dan itu tidak dimiliki kecuali orang mukmin. Jika ia mendapat kelapangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika mendapat kesulitan/kesusahan, ia bersyukur, maka itu baik baginya." (HR. Muslim) Hakikat Kebahagiaan Hidup di Dunia Perlu dipahami, hakikat kebahagiaan di dunia ini bukan semata dengan banyaknya harta. Sesungguhnya kebahagiaan itu dengan iman, qana'ah, dan ridha dengan pembagian Allah Ta'ala. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Nahl: 97) Balasan Hayah Thayyibah berlaku pada kehidupan dunia. Bentuknya berupa tenangannya hati dan tentramnya jiwa serta tidak disibukkan dengan godaan-godaan yang memalingkan hatinya. Bentuk lainnya, Allah memberikan rizki yang halal lagi baik kepadanya dari jalan yang tak disangka-sangka. Ali bin Abi Thalib menafsirkannya dengan qana'ah (merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah). Al-Dhahak berkata, "Ia (hayah thayyibah) adalah rizki halal dan ibadah di dunia." Dalam perkataan beliau yang lain, "Ia adalah amal ketaatan dan senang dengannya." Namun yang benar menurut Ibnu Katsir, Hayah Thayyibah mencakup semua ini secara keseluruhan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih, "Sungguh beruntung orang yang telah masuk islam, diberi rizki yang cukup, dan diberikan rasa cukup (qana'ah) oleh Allah atas apa yang telah diberikan kepadanya." (HR. Muslim, al-Tirmidzi dan Ahmad) Saat Rizki Berkurang Sesungguhnya dunia di sisi Allah tidak memiliki nilai lebih. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah membuat permisalan, dunia lebih hina daripada bangkai anak kambing yang cacat. Dan jika dunia itu memiliki nilai di sisi Allah seberat sayap nyamuk niscaya orang kafir tidak akan diberi minum di dunia ini. (HR. Ibnu Majah) Maka sesuatu yang hina tidaklah layak memalingkan kita dari akhirat dan mempersipakan bekal perjumpaan dengan Allah 'Azza wa Jalla. Saat ia berkurang atau hilang tidaklah boleh menjadikan kita kehilangan harapan kenikmatan yang abadi di surga. Maka janganlah terlampau sedih dan berduka saat dunia berkurang. Jangan putus asa dan merasa menjadi orang sengsara. Lihatlah orang lain yang taraf ekonominya di bawahmu -dan jangan pandang yang di atasmu-, niscaya kamu akan mendapati nikmat Allah ada padamu. Yakinlah, jika engkau sekarang fakir maka banyak orang yang hidupnya terbebani dengan hutang-hutang. Jika jumlah harta yang ada di tanganmu sedikit, maka ketahuilah bahwa ada orang selainmu yang kehilangan harta, kesehatan, dan anaknya. Ridhalah dengan takdir Allah dalam pembagian rizki ini. Ketahuilah, Allah hanya menghendaki kebaikan untukmu dalam takdir-Nya ini. Saat mendapati hidup yang sempit dan kekurangan rizki ada beberapa sikap yang harus diambil: Pertama, menambah sifat qana'ah. Kedua, mengusahakan sebab rizki sambil bertawakkal kepada Allah Ta'ala. Ketiga, melaporkan kesusahannya kepada Allah dengan berdoa dan bersimpuh di hadapan-Nya dalam shalat, khususnya pada qiyamulail di sepertiga malam terakhir. Saat itu Allah turun ke langit dunia dan menawarkan kepada para hamba-Nya: Siapa yang mau berdoa kepada-Ku niscaya aku kabulkan doanya, Siapa yang meminta kepada-Ku siscaya aku beri permintaannya, siapa yang memohon ampun kepada-Ku niscara Aku mengampuninya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132) Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan riwayat yang menunjukkan bahwa shalat dalam ayat di atas adalah shalat malam. Kemudian beliau berkata, "Yakni apabila kamu tegakkan shalat maka rizki akan datang kepadamu dari jalan yang tak pernah kamu sangka-sangka." Keempat, meningkatkan taubat dan memperbanyak istighfar. Karena maksiat itu menjadi sebab sempitnya rizki dan datangnya kesulitan. Hal ini sebagaimana dikabarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Sesungguhnya seseorang diharamkan rizki disebabkan dosa yang dilakukannya." (HR. Ahmad dan selainnya) Allah Ta'ala berfirman tentang petuah Nabi Nuh 'alaihis salam kepada umatnya agar banyak istighfar, فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا "Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai"." (QS. Nuuh: 10-12) Allah menerangkan tentang titah Nabi Hud kepada kaumnya untuk istighfar, ia menjadi sebab bertambahnya kekuatan fisik dan turunnya rizki, وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ "Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa"." (QS. Huud: 52) Dalam hadits disebutkan, مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ "Siapa yang kontinyu beristighfar maka Allah jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya, kesudahan dari setiap kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah) Selanjutnya isi kehidupan dengan ketaatan dan kebaikan. Sesungguhnya karunia Allah didapatkan dengan ketaatan dan suka berbuat baik kepada sesama. Sebaliknya kemaksiatan dan sikap buruk kepada orang merupakan sebab kesulitan dan kesusahan. Karena sesunggguhnya balasan sesuai dengan jenis amal. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2013/02/05/23051/solusi-saat-sempit-rizki/

0 KAMMI Sukoharjo Mendesak KPK Tuntaskan Kasus Korupsi di Indonesia

SOLO (hadiedjava)– Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, rakyat berharap mendapatkan sosok pemimpin yang betul-betul “Bersih, Peduli dan Profesional” untuk memimpin negeri ini. Mengingat, akhir-akhir ini, sederet kasus korupsi terus saja terjadi, baik ditingkat pusat maupun daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituntut untuk mengungkap dan menjeratnya. Terkait itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sukoharjo, pada Jum’at siang (22/2/2013) menggelar aksi demo untuk menuntut KPK agar segara menuntaskan berbagai kasus korupsi yang ada di Indonesia. Aksi yang diadakan di area Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tersebut diikuti puluhan mahasiswa KAMMI Sukoharjo dari berbagai Universitas yang ada di Solo dan sekitarnya. “KAMMI mendesak KPK untuk segera menuntaskan kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia,” ujar Rendi Handoko selaku Koordinator Lapangan (KorLap) kepada voa-islam.com disela-sela aksi demo. Dalam aksi itu, massa juga membawa berbagai macam poster dan spanduk yang isinya mendukung KPK untuk memberantas korupsi dan tidak perlu takut terhadap tekanan politik yang ada. Salah satu poster yang dibawa yaitu : “KPK, Kami Dukung Aksimu, Lebih Cepat Lebih Baik , You Can Stop Corruption, Berantas korupsi sampai ke akar-akarnya”, “Katakan Tidak Pada Korupsi!!! Kami Butuh Keadilan”, “Indonesia Bersih Tanpa Korupsi dan lain-lain. Hukum yang seharusnya menjadi panglima, malah diperjual belikan demi kepentingan penguasa dan pihak tertentu. Maka wajar jika akhirnya berkembang sebuah pendapat dan komentar, “Siapa yang punya uang, dialah yang dapat membeli hukum di negeri ini”, teriak aktivis KAMMI. Acara yang dikawal ketat oleh satuan kepolisian dari Polres Sukoharjo, berjalan dengan lancar, tertib dan aman. Para mahasiswa kemudian membubarkan diri dengan tertib menjelang waktu sholat ashar.(hadie) Sumber : http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/02/23/23397/kammi-sukoharjo-mendesak-kpk-tuntaskan-kasus-korupsi-di-indonesia/

Monday, 25 February 2013

0 DOWNLOAD FILM HABIBIE DAN AINUN

The True Life Of Story Bapak Habibie dan Ibu Ainun merupakan Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang apa yang terjadi bila kamu menemukan belahan hatimu. Dated Released : Thursday, 20 December 2012 Quality : - Info : http://www.21cineplex.com Star : Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari dan Tio Pakusadewo Genre : Drama Producer : Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi Production : MD Pictures Director : Faozan Rizal Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya. Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman. Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu. Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar; Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi? (sinopsis film habibie dan ainun : 21cineplex.com). Kisah Habibie dan Ainun banyak mengapresiasi banyak kalangan bahkan Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudiono dengan terbata-bata berkata, ia memberikan apresiasi begitu besar kepada semua pihak yang berpartisipasi pada pembuatan film tersebut. Bahkan, dirinya menyebut, kisah keduanya merupakan contoh yang berharga bagi masyarakat Indonesia. "Banyak sekali nilai-nilai yang diwariskan ibu Ainun dan dicontohkan bapak Habibie. Saya lihat dari pasangan bapak Habibie, sejak awal perjalanan hidup adalah pasangan yang penuh kasih sayang," ujar SBY di Studio XXI Epiwalk Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/12). Tidak hanya itu, sosok Habibie yang terekam dalam film garapan Hanung Bramantyo memperlihatkan sosoknya sebagai sosok dengan visi yang cerdas, energi dan percaya diri membuat SBY merasa kagum. Kepala negara berharap, dengan hadirnya film tersebut memberikan keteladanan bagi generasi muda di Tanah Air. "Generasi muda juga meneladani kekuatan Habibie pada visi, energi dan kemudian confidence, can do anything, spirite, never give up. Bukan hanya karakter pemimpin dalam kehidupan rumah tangga, tapi juga masyarakat luas apalagi seorang pemimpin tingkat puncak," tandasnya. Usai menyaksikan pemutaran perdana film tersebut, SBY mengajak seluruh penonton yang hadir untuk bersama-sama mengheningkan cipta, serta mendoakan kepergian istri Habibie dalam peristirahatan terakhirnya. Semoga beliau hidup tenang di sisi Allah SWT," pintanya. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meneteskan air mata ketika menonton pemutaran film Habibie & Ainun. Bahkan, kepala negara tampak menyeka matanya berkali-kali usai lampu bioskop dinyalakan. Seperti apa kisah yang membuat SBY dan sejumlah penonton hingga mengucurkan air mata tersebut. Dalam 30 menit terakhir, adegan sudah berlangsung ketika Habibie mengetahui penyakit yang diidap Ainun selama 30 tahun pernikahannya. Ainun didiagnosa mengidap kanker ovarium tingkat akut, kondisi itu menyebabkan dirinya harus menjalani operasi. Hal itu terlihat dari hasil USG yang dijalaninya. Mengetahui itu, Habibie berusaha menghubungi seluruh koleganya, bahkan Kantor Kedutaan Besar Jerman di Jakarta guna mendapatkan tiket pesawat menuju Munich, Jerman. Namun, ketika keluar dari ruang pemeriksaan, Ainun tetap mencoba menyembunyikan penyakit yang dia derita. Habibie yang mengetahui penyakitnya lantas memberitahukan agar segera berangkat menuju Munich guna mendapatkan perawatan dari dokter ternama dari Jerman. Habibie tetap berharap, usahanya itu membuahkan hasil dan menyembuhkan istrinya. Di sebuah rumah sakit di Jerman, Habibie setia menunggu proses operasi sang istri. Bahkan, operasinya itu berlangsung sebanyak 9 kali. Dokter yang merawatnya angkat tangan. "Apa kalian bisa menjamin kesehatannya," ujar Habibie yang diperankan oleh Reza, Senin (17/12). Namun dokter menolak memberikan jaminan. Adegan berlanjut ke dalam kamar perawatan sang istri, meski dilarang masuk oleh rumah sakit, Habibie nekat menemui Ainun yang sedang diinfus. Ketika menemui sang istri yang masih terbaring lemas, dengan meneteskan air mata, Habibie mencium kelopak mata kanan Ainun. "Terima kasih ya Allah, engkau telah memberikan Ainun kepadaku," ucapnya. Adegan kemudian ditutup dengan kembalinya Habibie di rumah, tempatnya pertama kali bertemu dengan Ainun. Di tempat itu lah Habibie membayangkan pertemuan pertamanya. Film kemudian ditutup dengan sosok Habibie yang mendatangi makam Ainun di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Kamera menyorot saat mantan Presiden ketiga Indonesia ini mengelus nisan bertuliskan Ainun Habibie. (sumber : merdeka.com) Doa Habibie buat ainun (diambil dari buku Habibi dan Ainun) Terimakasih Ya Allah, Engkau telah lahirkan saya untuk Ainun dan Ainun untuk saya, Terimakasih Allah, Engkau telah pertemukan saya dengan ainun dan ainun dengan saya. Terimakasih Allah, hari rabu tanggal 7 Maret 1962, engkau titipi kami bibit cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi melekat pada diri ainun dan saya. Terimakasih Allah engkau telah memngkinkan kami menyiram bibit cinta ini dengan kasih sayang nilai iman, takwa dan budaya kami tiap saat sepanjang masa. Terimakasih allah, engkau telah menikahkan ainun dan saya sebagai suami istri tak terpisahkan dimanapun kami berada sepanjang masa. Terimakasih allah, engkau telah perkenan ainun dan saya berlindung dibawah bibit cinta titipan- Mu ini dimanapun kami berada. sepanjang masa sampai akhirat. Terimakasih Allah Engkau telah memungkinan kami dapat merasakan, menikmati dan mengalami titipan-MU menjadi cinta yang paling murni, paling suci, paling sejati, paling sempurna dan paling abadi diseluruh alam semesta dan sifat ini hanya dapat dimiliki oleh Engkau Ya Allah. Terimakasih Allah, Engkau telah menjadikan Ainun dan saya manunggal jiwa, roh, batin dan nurani kami melekat pada diri kami sepanjang masa dimanapun kami berada. Terimakasih Allah, Engkau telah memungkinkan semua terjadi sebelum ainun dan saya, tanggal 22 meni 2010 pukul 17:30 untuk sementara dipisahkan. Ainun berasa dalam alam baru dan saya sementara masih di alam dunia. Terimakasih Allah, perpisahan kami berlangsung damai, tenang dan khidmat dengan keyakinan bahwa kebijaksanaanMU adalah terbaik untuk ainun dan saya. Berilah Ainun dan saya petunjuk mengambil jalan yang benar, kekuatan untuk mengatasi apa yang sedang dan akan kami hadapi dimanapun kami berada. Lindungilah ainun dan saya dari segala gangguan, ancaman dan godaan yang mencemari cinta, murni, suci, sejati, sempurna dan abadi kami, sepanjang masa Amin. Untuk download FILM HABIBIE DAN AINUN SILAHKAN Klik Disini Sumber : www.jerenk.com

Tuesday, 12 February 2013

0 Kekejaman Dewan Inkuisisi Gereja Spanyol

Ada tujuh belas pengadilan Inkuisisi di Spanyol dan masing-masing membakar rata-rata 10 pelaku bid'ah (dalam Katolik) setahun serta menyiksa dan memotong kaki atau tangan ribuan orang lainnya yang hampir tidak bisa pulih dari luka-lukanya. Selama masa Inkuisisi di Spanyol diperkirakan ada sekitar 32.000 orang, yang kesalahannya tidak lebih dari tidak sepaham dengan doktrin Paus, atau yang telah dituduh melakukan kejahatan takhayul, yang disiksa di luar imajinasi kemudian dibakar hidup-hidup. Sebagai tambahan, jumlah orang yang dibakar atau dihukum untuk menebus dosa, yang biasanya berarti pengasingan, penyitaan seluruh harta benda, hukuman fisik sampai pencucuran darah dan perusakan total segala sesuatu dalam hidup mereka, berjumlah total 339.000. Namun, tidak ada catatan tentang berapa banyak orang yang mati di tahanan bawah tanah karena disiksa; karena dikurung di lubang yang kotor, penuh penyakit, yang penuh tikus, dan kutu; karena tubuh yang hancur atau hati yang hancur. Jumlah mereka diperkirakan jauh lebih banyak. Lembaga Dewan Inkuisisi mulai diperkenalkan di Spanyol pada tahun 1478. Ketika itu Alonso de Hojeda, seorang pendeta Dominican, berhasil meyakinkan Ratu Isabella bahwa di wilayah kekuasaannya ada sebagian conversos (orang-orang yang pindah agama) dari kalangan Yahudi yang diam-diam tetap memelihara keyakinan dan tradisi Yahudi mereka. Mereka ini belakangan dikenal sebagai crypto-jews atau marranos. Pada tahun 1479 karena desakan penguasa Gereja Katolik di Spanyol, Ferdinand II dari Aragon, dan Isabella I dari Castile, Paus Sixtus IV membentuk Inkuisisi Spanyol yang independen yang dipimpin oleh dewan tinggi dan pelaksana Inkuisisi Agung. Dewan inkuisisi kemudian dibentuk secara terbatas di Seville dan Cordova. Dan sebagai hasilnya, enam orang pelaku bid’ah dibakar hidup-hidup di Seville pada awal tahun 1981. Sejak itu, dewan-dewan inkuisisi semakin hidup dan berkembang di wilayah-wilayah Castile, walaupun masih harus menunggu beberapa tahun sebelum diterapkan juga di wilayah Aragon. Pada 1487, Paus Innocentius VIII menunjuk pendeta Dominikan Spanyol, Tomas de Torquemada, sebagai pelaksana Inkuisisi Agung. Di bawah kekuasaannya, ribuan orang Protestan, Yahudi, Muslim, penyihir yang dicurigai, dan orang-orang lainnya terbunuh dan disiksa. Nama Torquemada menjadi sinonim dengan kekejaman, kefanatikan, sikap tidak toleran, dan kebencian. Ia adalah orang yang paling ditakuti di Spanyol. Selama pemerintahan terornya dari tahun 1487 sampai tahun 149l, ia secara pribadi memerintahkan lebih dari 2.000 orang untuk dibakar di tiang. Ini berarti 181 orang setahun, sementara pengadilan Spanyol rata-rata hanya membakar 10 orang setahun. Dengan dukungan penguasa Gereja Roma, pelaksana awal Inkuisisi Spanyol begitu sadis dalam cara penyiksaan dan teror mereka sehingga Paus Sixtus IV merasa ngeri mendengar laporan mereka, tetapi tidak mampu mengurangi kengerian yang telah dilepaskan di Spanyol. Ketika Torquemada dijadikan pe1aksana Inkuisisi Agung, akibatnya lebih parah dan ia melakukan Inkuisisi seolah-olah ia adalah dewa di Spanyol. Apa pun yang bisa ia kelompokkan sebagai pe1anggaran rohani diberi perhatian oleh pe1aksana Inkuisisi. Inkuisisi yang kejam di Spanyol belum mengenal kekejaman yang sebenarnya sampai Torquemada menjadi pemimpinnya. Pada 1492, Dewan Inkuisisi digunakan untuk mengusir semua orang Yahudi dan Muslim dari Spanyol atau untuk memaksakan kaum Muslim dan Yahudi untuk di-kristen-kan. Dengan desakan Torquemada, Ferdinand dan Isabella mengusir lebih dari 160.000 orang Yahudi yang tidak mau menjadi Katolik. Kaum Muslimin dipaksa masuk Kristen (Katolik), atau terpaksa hijrah keluar dari Spanyol. Mereka memberontak, tapi pada akhirnya dikalahkan. Banyak dari orang-orang Islam ini akhirnya setuju untuk dibaptis. Hanya saja mereka tetap mempertahankan tradisi Arab-Muslim mereka, dan sebagian lainnya tetap menjalankan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi. Orang-orang ini dikenal sebagai Moriscos. Mereka inilah yang kemudian menjadi sasaran utama Dewan Inkuisisi Spanyol.
Kaum Moriscos terus mendapat tekanan dan siksaan. Mereka kembali memberontak, namun pada akhirnya tetap kalah. Pada tahun 1609 mereka dipaksa keluar secara masif dari Spanyol. Jumlah mereka mencapai 300.000 orang. Sejak saat itu, sejarah Moriscos di Spanyol boleh dikatakan sudah habis. Namun bagaimanapun, Inkuisisi masih terus berjalan hingga abad 19, bahkan abad 20, dengan orang-orang Kristen sendiri sebagai korbannya. Dari tujuan politis, Dewan Inkuisisi juga melakukan penyelidikan yang kejam di antara penduduk baru dan orang-orang Indian di koloni Spanyol di Amerika. Meskipun akhirnya ada penurunan dalam kekejamannya, Inkuisisi masih tetap bekerja dalam satu bentuk atau bentuk lainnya sampai awal abad ke-19 pada tahun 1834 di Spanyol, dan 1821 di Portugal - yaitu saat kelompok ini diganti namanya, tetapi tidak dihapuskan. Pada 1908, Dewan Inkuisisi direorganisir di bawah nama Congregation if the Holy Office dan didefinisikan ulang selama Konsili Vatikan II oleh Paus Paulus VI sebagai Congregation of the Doctrine if the Faith. Pada saat ini dikatakan, kelompok ini memiliki tugas yang lebih positif, yaitu memajukan doktrin yang benar daripada sekadar "menyensor" bid'ah. Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun 1808, seorang komandan pasukannya, Kolonel Lehmanowski, melaporkan bahwa pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid. Ketika pasukan Lehmanowski memaksa masuk, para inquisitors itu tidak mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi, setelah digeledah, pasukan Lehmanowski menemukan tempat-tempat penyiksaan di ruang bawah tanah. Tempat-tempat itu penuh dengan tawanan, semuanya dalam keadaan telanjang, dan beberapa diantaranya gila. Pasukan Prancis yang sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai merasa muak dengan pemandangan seperti itu. Mereka lalu mengosongkan ruang-ruang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakkan biara tersebut (Peter de Rosa, Vicars of Christ: The Dark Side of the Papacy, hal. 239). Henry Charles Lea, seorang sejarawan Amerika, menulis kejahatan Dewan Inkuisisi di Spanyol dalam empat volume bukunya: A History of The Inquisition of Spain (New York: AMS Press Inc., 1988). Dalam bukunya ini, Lea membantah bahwa Gereja tidak dapat dipersalahkan dalam kasus Inkuisisi, seperti yang dikatakan oleh seorang tokoh Kristen, Father Gam, yang menyatakan: "The inquisition is an institution for which the Church has no responsibility." Ini adalah salah satu bentuk apologi di kalangan pemimpin Kristen Katolik Roma. Lea menunjuk bukti sebagai contoh bahwa dalam kasus bentuk hukuman terhadap korban inkuisisi, otoritas gereja mengabaikan pendapat bahwa menghukum kaum "heretics" (kaum yang dicap menyimpang dari doktrin resmi gereja) dengan membakar hidup-hidup adalah bertentangan dengan semangat Kristus yang selama ini didengung-dengungkan sebagai penebar kasih. Tapi, sikap gereja ketika itu justru menyatakan sebaliknya, bahwa membakar hidup-hidup kaum heretics adalah suatu tindakan yang mulia. Proses interogasi dan eksekusi hukuman pada inkuisisi sangat berbeda dengan proses pada pengadilan modern. Penyiksaan pada Inkusisi memang diizinkan dengan tujuan mendapatkan kebenaran dari si tertuduh. Kekejaman yang terjadi pada Dewan Inkuisisi Spanyol ini menurut Alwi Alatas jelas berbeda dengan konsep Qishah di dalam Islam. Menurut kandidat Doktor bidang sejarah di Universitas Islam Antarabangsa, Malaysia itu setidaknya dalam tiga hal mendasar. Pertama, Dewan Inkuisisi secara aktif mencari dan menghukum pelaku penyimpangan, bahkan seringkali cenderung ’mencari-cari’ kesalahan. Sementara Qishah yang diterapkan Nabi SAW, beliau tidak mau mencari-cari kesalahan orang, bahkan cenderung enggan untuk langsung menghukum ketika ada yang mengakui kesalahannya (seperti pada kasus pezina yang datang pada Nabi dan melaporkan kesalahan dirinya). Kedua, pada Islam tidak ada proses penyiksaan untuk memaksa tertuduh mengaku. Ketiga, menurut Islam ketika seorang terbukti bersalah dan dihukum di depan umum, maka kebaikannya bukan hanya bagi masyarakat umum, tapi juga bagi si tersalah, karena itu merupakan bentuk taubatnya dan akan menghindarkannya dari hukuman di akhirat. Inkuisisi Spanyol berlangsung selama empat abad lebih dan menelan banyak korban. Keinginan gereja dan masyarakat Katolik di sana untuk memurnikan darah (limpieza de sangre) masyarakatnya telah menyebabkan wajah peradabannya yang dulunya toleran dan damai menjadi berdarah-darah dan jauh dari kasih. Disusun oleh Tim Redaktur Muslimdaily.net Sumber : http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/kekejaman-dewan-inkuisisi-gereja-spanyol.html

0 Hubungan Mesra Kolonialisme Dan Misi Penyebaran Ajaran Kristen

Masih banyak orang menganggap bahwa kedatangan kolonial Barat (Portugis dan Belanda) ke negeri ini karena motif ekonomi semata. Mereka datang untuk mengeruk kekayaan alam negeri ini. Motif agama sering dilupakan. Padahal, sejarah menunjukkan ada hubungan erat antara kolonialisme dan Kristenisasi. Masuk dan menyebarnya agama Kristen (Katolik maupun Protestan) di Indonesia terjadi serentak dengan masuknya kolonialisme Barat. Portugis maupun Belanda sama-sama datang dengan membawa misi Kristen. Di dalam Encyclopædie van Nederlandsch-Indië, Jilid IV, tentang Zending, hlm. 829 disebutkan, “Mengenai sikapnya terhadap perkara agama di kepulauan ini (Nusantara), orang Belanda berdasarkan contoh sama dengan orang Portugis. Di mana pun dia tinggal dan didapatinya telah ada pribumi yang Kristen, keadaan mereka itu tidak disia-siakannya. Sebaliknya, di mana pun didapatinya belum ada, dia berusaha menanam Kristen di tengah-tengah mereka.” Jadi, selain mengeksploitasi kekayaan alam, kolonialisme Barat juga berusaha menghancurkan Islam yang dipeluk oleh pribumi. Pribumi yang masuk Kristen tentu lebih setia kepada pemerintah kolonial, yang sama-sama beragama Kristen, dibanding pribumi yang beragama Islam. Tulisan singkat berikut akan memaparkan hubungan erat kolonialisme dan misi Kristen dalam sejarah Indonesia. Kedatangan Bangsa Barat dan Penyebaran Agama Kristen Beberapa sarjana Kristen berpendapat bahwa pengkabaran Injil ke beberapa tempat di Indonesia ini sudah dimulai pada zaman Patristik, pada masa sebelum kedatangan Islam. Diduga bahwa orang-orang Kristen Nestorian dari Mesir dan Persia sempat singgah di beberapa tempat di Indonesia dalam perjalanan mereka ke Tiongkok pada abad V. Peristiwa ini terjadi pada masa menjelang timbulnya Kerajaan Sriwijaya. Namun demikian, nasib agama Kristen untuk jangka waktu yang lama tidak begitu jelas setelah periode ini dan tidak meninggalkan bekas. Tidak ada data sejarah yang dapat menjelaskan perkembangan Kristen Nestorian itu. Baru pada awal abad XVI agama Kristen mulai berkembang dan menyebar dengan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara. Portugis datang dengan semangat Perang Salib dan memandang semua penganut Islam adalah bangsa Moor dan musuh yang harus diperangi. Oleh karena itulah ketika Alfonso d'Albuquerque berhasil menduduki Malaka pada 1511, dia berpidato, "Tugas besar yang harus kita abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (sebutan untuk kaum muslimin_red) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi sesudah ini... Saya yakin, jika kita berhasil merebut jalur perdagangan Malaka ini dari tangan mereka (orang-orang Moor), Kairo dan Mekkah akan hancur total dan Venesia tidak akan menerima rempah-rempah kecuali para pedagangnya pergi dan membelinya di Portugis." Dalam ekspansinya, Portugis juga mendapatkan mandat dari Paus untuk menyebarkan agama Kristen kepada penduduk yang mereka jumpai. Ketika Paus Alexander VI pada 4 Mei 1493 membagi dunia baru antara Portugis dan Spanyol, salah satu syaratnya adalah raja atau negara harus memajukan misi Katolik Romawi di daerah-daerah yang telah diserahkan kepada mereka itu. Maka dari itu, kedatangan Portugis ke Nusantara –yang waktu itu penduduknya telah banyak yang masuk Islam– tersebut dengan diikuti oleh sejumlah pendeta dan misionaris. Seorang misionaris, Franciscus Xaverius, selama lima belas bulan bekerja di Maluku berhasil membaptis beribu-ribu orang. Selain Maluku, misi Katolik juga segera menyebar di daerah-daerah yang ditaklukkan Portugis, seperti Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Sejak 1600, Belanda dan Inggris berhasil merebut kuasa di laut dari Portugis dan Spanyol. Dua tahun berikutnya, didirikanlah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), sebuah organisasi dagang yang dibentuk untuk mencegah persaingan antarkelompok dagang Belanda. Selain mengejar keuntungan ekonomis dan ikut membangun imperium Belanda, VOC juga mendapat mandat dari Gereja Protestan Belanda (Gereformeerde Kerk), yang waktu itu berstatus sebagai gereja negara, untuk menyebarkan iman Kristen, sesuai dengan isi pasal 36 Pengakuan Iman Belanda tahun 1561, yang antara lain berbunyi, "Juga jabatan itu (maksudnya tugas pemerintah) meliputi: mempertahankan pelayanan Gereja yang kudus, memberantas dan memusnahkan seluruh penyembahan berhala dan agama palsu, menjatuhkan kerajaan Anti-Kristus, dan berikhtiar supaya kerajaan Yesus Kristus berkembang." Seperti halnya Portugis, kedatangan VOC ke Nusantara juga disertai oleh pendeta-pendeta sebagai pegawai VOC. Mereka bertugas bukan saja menyelenggarakan kebutuhan ruhani para pedagang, pegawai dan pasukan Belanda di pulau-pulau tempat VOC telah membuka kantornya, tetapi juga mengusahakan pertaubatan orang kafir dan pendidikan anak-anak mereka. Yang dimaksud dengan orang kafir di sini tentu saja semua orang di luar penganut Kristen Protestan, termasuk orang Islam. Akan tetapi, selama 200 tahun menguasai beberapa wilayah di Nusantara, pertumbuhan agama Kristen pada zaman VOC mempunyai hasil minim. VOC hanya memprioritaskan daerah-daerah bekas koloni Portugis dan Spanyol, seperti Maluku, Minahasa dan lainnya. Kegiatan para pendeta terbatas pada melayani orang-orang Eropa dan orang-orang pribumi yang telah masuk Kristen. Orang-orang Maluku yang sudah beragama Katolik dipaksa untuk berpindah ke Protestan aliran Calvinisme. VOC lebih memedulikan keamanan keuntungan komersial yang diraih daripada mengonversikan orang-orang Indonesia. Upaya-upaya konversi terhadap pribumi, terutama di Jawa, dihindari karena mereka takut akan pengaruh negatifnya terhadap perolehan keuntungan ekonomi. Setelah VOC runtuh pada 1799, Indonesia tidak lagi milik suatu badan perdagangan, tetapi menjadi wilayah jajahan negara Belanda. Sejak 1795, Belanda diduduki oleh tentara Prancis. Hal ini mendorong pemerintah Inggris menginvasi Jawa dan mengambil alih kekuasaan dari tangan pemerintah Belanda. Masa peralihan sementara ini berlangsung dari 1811 hingga 1816. Di bawah Thomas Stanford Raffles, Gubernur Inggris yang ditunjuk untuk memerintah di Indonesia, agama Kristen –khususnya Kristen Protestan—mulai bisa menghirup udara segar. Orang-orang Kristen Inggris memainkan peran menonjol dalam kerja-kerja misionaris, dan Masyarakat Misionaris London (London Missionary Society) kemudian mendirikan Gereja Baptis Inggris pertama di Batavia (kini Jakarta). Dengan berakhirnya pelbagai perang yang disulut Napoleon, Hindia Belanda kembali jatuh ke tangan pemerintah Belanda. Sejak saat itu dan selanjutnya, agama Kristen mulai mengakar di tanah Indonesia. Berbagai lembaga misionaris pun dibentuk dan berlomba-lomba mengembangkan agama Kristen di kalangan pribumi. Di antara lembaga misionaris tersebut, misalnya, adalah sebagai berikut. Pada 1797 di Belanda dibentuk Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) yang pada 1848 mengirim Jallesma ke Jawa. Tahun 1847, Gereja Mennonite di Belanda mendirikan Doopsgezinde Vereeniging ter bervordering der Evangelie-verbreiding in de Nederlandsche bezittingen (DZV) yang mengirim Janz ke Jawa empat tahun kemudian. Tahun 1851 di Batavia didirikan Het Genootschap voor In-en Uitwendige Zending oleh orang-orang non-Gereja yang terimbau oleh gerakan Kristenisasi, seperti Esser, residen di Timor, dan F.L. Anthing, wakil ketua Mahkamah Agung di Batavia. Tahun 1855 dibentuk Het Java Comite di negeri Belanda. Tahun 1858 berdiri Nederlandsche Zendings Vereeniging yang memilih daerah berbahasa Sunda sebagai lokasi kegiatan. Tahun 1859 terbentuk pula De Utrechtsche Zendings Vereeniging. Juga tahun 1859 berdiri De Nederlandsche Gereformeerde Zendings Vereeniging (NGZV) yang beroperasi di Jawa Tengah kecuali beberapa daerah di sekitar Gunung Muria dan Salatiga. Kedua daerah ini digarap oleh lembaga misionaris lainnya. Oleh karena sangat pesatnya perkembangan Kristen pada abad XIX, sampai-sampai Sierk Coolsma dalam bukunya Dezendingseeuwvoor Nederlandsche Oost-Indie menjuluki seluruh abad XIX sebagai periode misioner agung dan jaya. Julukan ini memang oleh Karel Steenbrink dikatakan tidak benar. Sebab, baru setelah tahun 1850 terjadi kebangkitan religius dan misioner di Belanda, dan dampaknya di daerah koloni baru menjadi jelas tahun 1870-an ketika jumlah misionaris meningkat. Namun demikian, dibandingkan abad-abad sebelumnya, penyebaran agama Kristen mengalami peningkatan yang cukup berarti pada abad XIX. Memasuki abad XX, peningkatan tersebut semakin tajam dengan mendapatkan dukungan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Dukungan Pemerintah Kolonial Terhadap Upaya Penyebaran Agama Kristen Pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak memberikan dukungan terhadap upaya penyebaran Kristen, baik berupa kebijakan politik maupun finansial. Pada 1810, Raja William I dari Belanda mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa para misionaris akan diutus ke Indonesia oleh pemerintah. Pada 1835 dan 1840, dekrit lain dikeluarkan yang menyatakan bahwa administrasi gereja di Hindia Belanda ditempatkan di bawah naungan Gubernur Jenderal pemerintah kolonial di Indonesia. Pada 1854, sebuah dekrit lain dikeluarkan, yang mencerminkan bahwa kedua badan di atas saling berkaitan. Dekrit itu menyebutkan bahwa administrasi gereja antara lain berfungsi mempertahankan doktrin agama Kristen. Karena itu, sejumlah fasilitas diberikan kepada para misionaris, termasuk subsidi dan sumbangan finansial serta keringanan pajak. Agama Katolik yang pada zaman VOC dilarang mulai berkembang kembali sejak 1808. Pemerintah kolonial memberikan gaji kepada para imam Katolik. Dalam paruh pertama abad XIX, pemerintah menyetujui maksimal 7 orang imam yang digaji pemerintah berkarya di Hindia Belanda. Jumlah ini terus mengalami peningkatan. Gaji tersebut menjadi pijakan finansial untuk hampir semua kegiatan misioner sampai dengan tahun 1890-an, ketika jumlah para imam melampaui jatah imam yang digaji pemerintah dan lebih banyak pendapatan berasal dari dukungan misioner di Belanda. Sampai dengan tahun 1870 sebagian besar gereja dibangun dengan bantuan yang sangat banyak dari pemerintah. Paroki-paroki di Batavia, Surabaya dan Padang menerima subsidi pemerintah untuk membangun dan memugar gereja-gereja mereka. Subsidi terakhir dan terbesar (hampir sebesar f 80.000) diberikan untuk Semarang. Seringkali pemerintah Hindia Belanda menyatakan bersikap netral terhadap agama. Akan tetapi dalam kenyataannya, pernyataan ini berbeda antara teori dan praktek. Dalam hubungan antara Islam dan Kristen, pemerintah melakukan diskriminasi terhadap pihak Islam. Para fungsionaris agama Islam diperintahkan dengan tegas agar mereka tidak boleh campur tangan dalam hal politik. Para haji diamati dengan saksama, dan beberapa guru tarekat diasingkan hanya karena alasan sederhana, semisal terlalu berhasil dan mengumpulkan terlalu banyak murid dan pengikut. Para pejabat agama Protestan dan Katolik Eropa mendapat gaji lumayan besar (f 600-800 per bulan, kontras dengan f 100-150 untuk seorang penghulu atau kepala masjid kabupaten). Pemerintah kolonial membayar banyak ongkos perjalanan, termasuk tiket kapal kelas satu dari Eropa ke Indonesia. Di samping itu, banyak pembayaran insidental untuk agama Kristen dibebankan pada anggaran kolonial, khususnya biaya pembangunan gereja-gereja. Jika pada abad XIX strategi penyebaran agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik, masih diarahkan pada dakwah langsung, maka pada abad XX strategi ini diganti dengan mendirikan sekolah dan rumah sakit, rumah yatim piatu dan beberapa kegiatan sosial lainnya. Melalui alat dakwah yang tidak langsung ini akhirnya diharapkan diperoleh penganut yang lebih besar. Strategi ini disebut pre-evangelisation: suatu usaha yang perlu diadakan untuk mempersiapkan daerah supaya siap menerima pesan dan intisari dari agama Kristen. Pemerintah kolonial banyak memberikan subsidi pada sekolah, rumah sakit, klinik, dan kegiatan sosial yang dilakukan para misionaris dan zendeling karena dianggap sejalan dengan politik etis yang berusaha untuk “memberadabkan” pribumi. Politik etis sendiri sejatinya adalah kerangka kerja yang di atasnya konsolidasi agama Kristen di Indonesia dimapankan. Sementara itu, subsidi untuk sekolah-sekolah Islam sangat sedikit, belum lagi dikeluarkannya ordonansi guru; sebuah peraturan yang membatasi dan mempersulit sekolah-sekolah Islam. Pada tahun 1919, di Pulau Jawa terdapat 331 sekolah yang mendapatkan subsidi dari pemerintah kolonial. Dari jumlah itu, 155 adalah sekolah Kristen, sisanya sekolah Jawa maupun priyayi, baru kemudian sekolah Islam, seperti sekolah yang didirikan oleh Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Dalam memberikan anggaran tahunan untuk Islam maupun untuk Kristen (Protestan dan Katolik), nampak sekali diskriminasi pemerintah kolonial. Pihak Kristen yang jumlahnya minoritas itu mendapatkan anggaran tahunan yang jauh lebih besar daripada pihak Islam yang mayoritas. Padahal, anggaran tersebut didapatkan juga dari pajak yang dibayarkan oleh penduduk yang mayoritas beragama Islam. Kita bisa melihat diskriminasi tersebut dalam angka-angka di bawah ini dari anggaran selama 20 tahun. Angka-angka ini telah dibulatkan ke atas supaya genap paling sedikit 100 rupiah. Tahun Untuk Protestan & Katolik Untuk Islam 1920 f 1.010.100 f 5.900 1921 f 1.010.100 f 5.900 1922 f 1.077.100 f 5.900 1923 f 1.095.100 f 5.900 1924 f 1.116.100 f 5.900 1925 f 1.115.000 f 4.000 1926 f 1.108.000 f 4.000 1927 f 1.417.000 f 4.000 1928 f 1.748.000 f 4.000 1929 f 1.728.000 f 4.000 1930 f 1.641.000 f 4.000 1931 f 1.612.000 f 4.000 1932 f 1.862.300 f 4.700 1933 f 1.601.300 f 7.700 1934 f 1.511.500 f 7.500 1935 f 1.176.500 f 7.500 1936 f 1.007.500 f 7.500 1937 f 1.004.500 f 7.500 1938 f 1.022.500 f 7.500 1939 f 1.197.500 f 7.500 1940 f 1.304.400 f 4.600 Kesimpulannya, kolonialisme dan misi Kristen mempunyai hubungan erat. Agama Kristen datang dan menyebar di negeri ini seiring dengan datang dan menyebarnya kolonialisme Barat. Dukungan pemerintah kolonial terhadap misi Kristen juga merupakan fakta keras (hard fact) yang tak terbantahkan. Kalaupun dalam beberapa kasus pemerintah membatasi dan melarang kegiatan misi, hal itu bukan berarti mereka memusuhi cita-cita agama Kristen. Pemerintah melakukan itu untuk mengatur serta menjaga keamanan dan ketertiban. Akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh Sartono Kartodirdjo , opini lama yang berpendapat bahwa conquistadores Spanyol datang ke Benua Baru demi Kejayaan, Kebesaran Tuhan, dan Emas (Glory, God and Gold) itu memang benar-benar berlaku bagi imperialisme Belanda. Wallahu a’lam. [mzf] Penulis: Muhammad Isa Anshori Peneliti pada Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Sumber : http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/hubungan-mesra-kolonialisme-dan-misi-penyebaran-ajaran-kristen.html

0 Snouck Hurgronje; Bapak Orientalis Imperialis yang Hafal Al Quran

Nama lengkapnya adalah Christiaan Snouck Hurgronje; seorang orientalis Belanda terkenal dan ahli politik imperialis. Lahir pada 8 Februari 1857 di Oosterhout dan meninggal pada 26 Juni 1936 di Leiden. Ia merupakan anak keempat pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria, putri pendeta Christiaan de Visser. Perkawinan kedua orang tuanya didahului oleh skandal hubungan gelap sehingga mereka dipecat dari gereja Hervormd di Tholen (Zeeland) pada 3 Mei 1849. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck sempat bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta. Oleh karena itu, pada 1874 ia memasuki Fakultas Teologi di Universitas Leiden. Setelah lulus sarjana muda pada 1878, Snouck melanjutkan ke Fakultas Sastra Jurusan Sastra Arab di Universitas yang sama. Ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Sastra Semit pada 1880 dengan disertasi berjudul Het Mekkansche Feest (Perayaan Mekah). Beberapa orientalis terkenal menjadi guru dan sahabat Snouck serta sangat mempengaruhi pandangannya tentang Islam dan politik imperialis. Mereka antara lain adalah Abraham Kuenen, C.P. Tieles, L.W.E. Rauwenhoff, M.J. de Goeje, Ignaz Goldziher, Theodor Nöldeke, dan R.P.A. Dozi. Untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam dan bahasa Arab, pada 1884 Snouck pergi ke Mekah. Di hadapan para ulama, ia menyatakan masuk Islam dan memakai nama Abdul Ghaffar. Ia mengadakan hubungan langsung dengan para pelajar dan ulama yang berasal dari Hindia Belanda. Pengetahuannya tentang Islam memang cukup luas. Ia sangat menguasai bahasa Arab, bahkan juga hapal Al-Qur’an. Kelak ketika bertugas di Hindia Belanda, banyak pribumi muslim memberinya gelar Syaikhul Islam Tanah Jawi karena terkagum dengan ilmunya dan menyangkanya benar-benar sebagai muslim. Padahal, menurut P. Sj. Van Koningsveld, keislaman Snouck Hurgronje hanyalah tipu muslihat. Karena sering menghadapi perlawanan jihad dari umat Islam, pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1889 mendatangkan Snouck Hurgronje ke Indonesia. Mereka mengangkatnya sebagai penasihat untuk urusan-urusan Arab dan pribumi. Tugasnya adalah melakukan penyelidikan mengenai hakikat agama Islam di Indonesia dan memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai urusan-urusan agama Islam. Deislamisasi dan Imperialisme Sesuai dengan tugasnya, Snouck merumuskan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam. Ia membedakan Islam dalam arti “ibadah” dengan Islam sebagai “kekuatan sosial politik”. Ia membagi masalah Islam atas tiga kategori. Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan atau aspek ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya. Snouck menyatakan bahwa pemerintah Belanda yang ”kafir” masih dapat memerintah Indonesia sejauh mereka dapat memberikan perlakuan yang adil dan sama-rasa sama-rata, bebas dari ancaman dan despotisme. Kedua, sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam atau aspek muamalat, seperti perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan-hubungan sosial lain, pemerintah harus berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaannya. Ketiga, dalam masalah-masalah politik, Snouck menasihati pemerintah untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan kaum Muslim yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda. Dalam hal ini, Snouck menekankan pentingnya politik asosiasi kaum Muslim dengan peradaban Barat. Cita-cita seperti ini mengandung maksud untuk mengikat jajahan itu lebih erat kepada penjajah dengan menyediakan bagi penduduk jajahan itu manfaat-manfaat yang terkandung dalam kebudayaan pihak penjajah dengan menghormati sepenuhnya kebudayaan asal (penduduk). Agar asosiasi ini berjalan dengan baik dan tujuannya tercapai, pendidikan model Barat harus dibuat terbuka bagi rakyat pribumi. Sebab, hanya dengan penetrasi pendidikan model Baratlah pengaruh Islam di Indonesia bisa disingkirkan atau setidaknya dikurangi. Dalam bukunya, Nederland en de Islam, Snouck menyatakan, “Opvoeding en onderwijs zijn in staat de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren”. Artinya, “Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan kaum Muslim dari genggaman Islam.” (hlm. 79) Melalui pendidikan itu, pemikiran Snouck tentang Islam disebarkan. Seperti gurunya, Ignaz Goldziher, Snouck mengingkari turunnya wahyu kepada Rasulullah Muhammad SAW. Ia bahkan menuduh Al-Qur’an sebagai hasil saduran Muhammad dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. (Mohammedanism, hlm. 30-31) Snouck juga melecehkan syariat Islam. Ia menyatakan dalam Nederland en de Islam (hlm. 61) bahwa syariat Islam hanya cocok untuk peradaban abad pertengahan; bukan untuk abad modern. Oleh karena itu, poligami, mempermudah ikatan pernikahan, dan sikap tunduk wanita pada hegemoni laki-laki –misalnya– menghalangi tercapainya kemajuan keluarga yang normal. Menurut ulama dan sejarawan Indonesia, Abdullah bin Nuh, pemikiran seperti itu sengaja disebarkan untuk menjauhkan pribumi Indonesia yang mengenyam pendidikan Barat dari agama Islam dan syariatnya, sesuai politik imperialis dan tujuan misi Kristen di Indonesia. (Darsun min Hayâh Mustasyriq, hlm. 29). Oleh karena itu, dari sekolah-sekolah Barat yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada masa politik etis muncullah golongan nasionalis sekuler. Mereka sering melecehkan Islam meskipun mengaku sebagai muslim. Dari Asosiasi Hingga Kristenisasi Politik asosiasi yang direkomendasikan Snouck Hurgronje dalam kenyataan bertemu dengan politik Kristenisasi. Para misionaris Kristen berpendapat bahwa apabila asosiasi dapat dipenuhi, mereka dapat berusaha agar bisa lebih diterima oleh penduduk. Sebaliknya, pertukaran agama penduduk menjadi Kristen akan menguntungkan negeri Belanda. Sebab setelah masuk Kristen, mereka akan menjadi warga negara yang loyal lahir batin kepada pemerintahan Belanda. (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, hlm. 26-27) Snouck menggalakkan pembukaan sekolah-sekolah misi dengan harapan agar penganut Islam secara berangsur beralih ke agama Kristen. Cara demikian ditempuh karena ratusan ribu penduduk merindukan pendidikan, tetapi mereka tidak menyukai pendidikan Kristen untuk anak-anak mereka. Aktivitas mereka pun didasarkan pada politik asosiasi karena ia berpendapat bahwa penyebaran sekolah-sekolah berpola Eropa merupakan satu-satunya sarana untuk mewujudkan impian, sekali pun hal itu dilakukan melalui sekolah-sekolah misi. (Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, Jilid X, hlm. 165-166) Kepada para zendeling dan misionaris, Snouck mengingatkan bahwa Kristenisasi pribumi tetap harus dalam kerangka politik asosiasi. Snouck mengatakan, “Mereka yang percaya pada Kristenisasi umat Islam pribumi (telah saya katakan mengapa saya tidak ikut berharap) paling tidak harus melihat dalam penyatuan bangsa dan politik para kawula Belanda sebagai langkah pertama menuju ke sana. Oleh karena itu, mereka harus bekerja keras untuk menunjangnya. Memang seperti halnya orang Belanda mana pun, dari sekte dan kelas mana pun, misionaris lebih diterima oleh rekan setanah air kita di Timur, yang berperadaban kita, daripada oleh kawula pribumi yang berasal dari rezim yang lama, yang mudah-mudahan segera lenyap.” (Nederland en de Islam, hlm. 94) Snouck memang telah meninggal pada 1936. Namun, semangat dan pemikirannya meninggalkan pengaruh besar di Indonesia. Ia telah memperlebar akses sekulerisasi dan Kristenisasi. Hingga kini, kedua hal ini menjadi tantangan dakwah terbesar umat Islam Indonesia. Wallahu a‘lam.[mzf] Penulis: Muhammad Isa Anshori Peneliti pada Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) *Keterangan gambar: Snouck Hurgronje Sumber : http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/snouck-hurgronje-bapak-orientalis-imperialis-yang-hafal-al-quran.html

0 Kisah Hidup Seorang Muslim Di Bawah Penjajahan Penguasa Kristen Spanyol

Sebuah nostalgia. Andalusia, suatu daerah di Spanyol pernah cemerlang gemerlapan disinari oleh nur Islam. Pada saat itu benar-benar tumbuh nilai-nilai budaya dan peradaban dunia insani. Andalusia menjadi pusat sumber segala sumber ilmu pengetahuan. Filosof dan ilmuwan silih berganti bermunculan mewarnai kesegaran nafas Islami. Ilmu, budaya, dan iman tumbuh dalam simbiosa mutualistis (saling menghidupi dan saling mengisi). Semua itu tumbuh segar dari keaslian akar Islam yang menyinari Andalusia yang tercinta ini. Akan tetapi apa lacur? Entah bagaimana ceritanya, umat Islam berangsur-angsur meninggalkan prinsip-prinsip yang digariskan oleh ketentuan Islam, dan mulai pudarlah sinar Islam sampai titik kulminasi yang paling kritis. Hari demi hari umat Islam mulai meninggalkan Andalusia dan tertinggal menjadi bulan-bulanan kebiadaban kaum kristiani yang ada di Spanyol. Situasi kehidupan umat Islam yang tertinggal makin hari makin tragis, dikoyak-koyak oleh kekejaman kaum kristiani. Penguasa Kristen di Spanyol muncul dalalm kekejaman dan kebengisan sepeti kesetanan. Setiap muslim mulai orok sampai tua bangka dikejar, diteror, disiksa, dan dibunuh dengan semena-mena tiada taranya. Diantara umat Islam yang dikepung oleh kebengisan penguasa Kristen itu adalah satu rumah tangga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya laki-laki yang masih kecil. Si anak itu, yang sekarang sudah menjadi ulama besar, sempat mengungkapkan tragedi yang dialami oleh keluarga sebagai berikut : Saat itu aku masih kecil, dan masuk sekolah Kristen. Tanpa kusadari, apa yang kuperoleh dari sekolah kuceritakan kepada ayahku. Banyak ayat dari kitab Injil aku hafal. Dengan bangga hal itu pun aku laporkan kepada ayah. Setelah mendengar ini, tiba-tiba kulihat wajah ayahku menjadi pucat dan sekujur badannya gemetar. Secepatnya ia meninggalkan aku menuju sebuah kamar pribadinya yang terletak paling ujung. Ayah melarang keras siapa saja memasuki kamar pribadinya itu. Mendekati saja tidak boleh. Termasuk ibu dan aku sendiri. Jadi aku sendiri tidak tahu apa yang diperbuat ayah dikamarnya itu. Agak lama ia membenamkan dirinya di dalam kamar. Beberapa jam kemudian setelah keluar dari kamarnya, kulihat kedua matanya merah seperti menangis sedu. Terhadap pertanyaankau, ia selalu mengelak. Sejak saat itu, ia suka memandang aku agak lama dengan wajah sayu yang penuh duka, sambil menggerakkan bibirnya seperti membaca sesuatu dengan suara halus. Kalau aku mendekati untuk mendengar apa yang ia baca, secepatnya ia berpaling dan pergi tanpa mengucap sedikit pun. Aku membaca sesuatu yang aneh di raut wajah ayahku. Setiap pagi saat aku hendak berangkat ke sekolah, ibuku seperti berat melepaskan aku. Wajahnya begitu murung, dan sambil mencucurkan air mata dipeluknya aku dan dicium berkali-kali. Baru saja aku dilepas dan kakiku melangkah kecil, ditariknya kembali dan dihujani peluk-cium lagi, sampai cucuran air matanya yang hangat membasahi mukaku. Aneh bin ajaib. Aku heran tak habis-habisnya, dan tidak faham latar belakang semua itu. Kalau aku pulang dr sekolah, ibuku menyambutku dengan penuh mesra dan kerinduan, seolah-olah puluan tahun berpisah dengan anaknya. Setiap otakku dipenuhi oleh teka-teki yang sukar dijawab. Ditengah-tengah kelesuan keluarga, sejak itu sering kali kulihat kedua orang tua suka duduk berduaan seperti menghindari aku. Mereka suka berbicara perlahan dan berbisik, tapi bukan dengan bahasa spanyol. Aku menjadi bingung dan resah. Bahasa mereka tak kukenal. Setiap kali aku mendekati, mereka alihkan pembicaraannya dengan bahasa Spanyol. Dalam hatiku timbul prasangka dan dugaan, jangan-jangan aku ini hanya anak angkat dan bukan anak mereka sendiri. Hatiku kesal, wajahku murung tak pernah cerah. Aku suka menyendiri di suatu pojok, dan sering pula mengangis sendirian memikirkan semua teka-teki yang menyelimuti keluargaku ini. Semua itu menimbulkan stigma (vlek) dalam hatiku. Mungkin itu disebut ‘stress’ ataukah neurosa? Entahlah yang jelas, sejak itu terasa ada kelainan dalam diriku, yang berbeda dari anak-anak sebaya denganku. Aku lebih suka menyendiri, tidak ikut main-main dengan anak lainnya. Aku suka duduk merenung sambil menutup wajahku dengan kedua tangan. Aku ingin rasanya segera bisa menjawab teka-teki yang menyelimuti keluargaku. Pernah kualami, tiba-tiba saja pak guru menegur dan menggiring aku ke gereja. Aku jadi bengong. Pada suatu hari ibuku melahrkan seorang bayi. Aku lari-lari memberitakan kepada ayah. Ayahku tidak tampak gembira, walau yang lahir itu seorang bayi laki-laki. Bahkan wajahnya terlihat sedih. Ketika ia melangkah hendak mengabari rahib tentang kelahiran anaknya itu. Ia kembali membawa rahib ke rumah dengan wajah merunduk ke bawah. Wajahnya diliputi putus asa penyesalan. Kian hari kulihat wajahnya makin muram dan sorot matanya makin redup melayu. Hatiku makin tersayat pilu memikirkan penderitaan ayah ini. Aku tidak tahu apa yang mesti kukerjakan. Begitu berjalan berhari-hari. Datanglah malam hari paskah. Kota Granada tenggelam dalam kegemerlapan cahaya lampu yang beraneka warna, seperti Jannah dengan bau minyak wangi kasturinya. Gedung Alhambra gemerlapan memancarkan cahaya lampu warna-warni. Tiang-tiang salib terpancang megah di setiap halaman. Menara-menara nampak gemerlang mempesona oleh kedap-kedipnya lampu, dan terlihat gagah menjulang tinggi mencakar langit. Di tengah pesta malam yang gemerlapan itu, ayah membangunkanku. Seisi rumah sedang tenggelam tidur nyenyak. Ayah menggiring aku ke kamar pribadinya yang ’suci’ itu. Hatiku berdebar-debar bercampur heran. Tapi aku bisa menahan menutupi perasaan getir itu. Setelah kita berdua masuk, ayah mengunci pintu rapat-rapat. Suasananya sangat gelap tanpa lampu, dan aku tertegun dalam kegelap-gulitaan. Kemudian ayah menyalakan lampu kecil dan kulihat sekeliling kamar itu kosong melompong. Tak ada satu pun benda yang menarik untuk dilihat, kecuali selembar permadani yang terhampar, deretan buku di atas rak dan sebuah pedang bergantung di dinding. Ayah menyuruh aku dengan isyarat supaya aku duduk di permadani. Ia terpaku diam memusatkan pandangannya yang tajam kepadaku. Ketajaman pandangannya menyebabkan suasana kamar yang sunyi itu bertambah angker. Bulu romaku berdiri dan angan-anganku itu terbang merana menembus kesunyian kamar itu tidak karuan kemana arahnya. Aku tidak bisa membayangkan lagi apa yang kurasakan pada saat itu. Tiba-tiba ayahku dengan penuh kasih sayang memegang tanganku. Sambil meremas-remas jari-jari tanganku, terlontar deratan kata-kata dengan suara yang lembut mengesankan: ”Wahai anakku, sekarang engkau sudah menginjak usia dewasa. Sudah 10 tahun lebih umurmu. Engkau sudah mejadi seorang remaja. Sudah saatnya aku mengungkap segala tabir rahasia yang kusimpan selama ini terhadapmu. hanya satu pintaku, sanggupkah engkau merahasiakan rapat-rapat pesanku ini. Engkau tidak boleh membocorkan pesanku ini, berarti engkau ekan melemparkan tubuh ayahmu ke tangan algojo-algojo yang berada di inkuisisi.” Mendengar sebutan ’Inkuisisi’ itu, bulu romaku berdiri dan sekujur badanku gemetar ketakutan. Aku tahu benar praktek Inkuisisi itu, walau aku masih kecil. Setiap hari aku berangkat ke sekolah, kulihat dengan mata kepalaku sendiri sosok manusia yang bergantung di jalan-jalan raya, disalib, dibakar hidup-hidup. Kaum wanita di gantung rambutnya, di sayat kulitnya sampai berceceran semua isi perut, menyebarkan bau busuk menyengat di sekitar tempat gantungan. Aku terdiam dan tidak kuasa menahan rasa ngeri yang terbayang dalam benakku. “Mengapa engkau diam tidak menjawab? Bisakah engkau menyimpan rahasia yang hendak aku sampaikan kepadamu?” desak ayah. Aku menjawab setengah gemetar, ”bisa ayah.” ”Rahasiakan walau terhadap ibumu sendiri dan terhadap sahabatmu yang dekat sekalipun,” tandasnya dengan penuh kesungguhan. ”Baik ayah, aku sanggup,” jawabku meyakinkan. Ayah terlihat bingar, dan sambil menarik tanganku ia berkata, ”baiklah, dekatkanlah dirimu kemari. Kau pasang telingamu lebar-lebar. Aku tidak berani bicara keras, karena dinding-dinding ini punya telinga dan bisa melaporkan aku ke Inkuisisi,” ayah menandaskan itu sambil menunjuk ke empat penjuru dinding. Kemudian ia berdiri mengambil sebuah kitab dan disodorkan ke muka mataku. ”Tahukah engkau kitab ini, wahai anakku?” tanyannya. ”Tidak ayah,” jawabku. ”Ini adalah kitabullah,” ia menandaskan. “Kitabullah? maksud ayah kitab suci yang diajarkan Isa anak Tuhan?” selaku dengan terheran-heran. ”Bukan,” jawab ayah dengan gemetar, ”ini adalah Al-Quran yang diturunkan Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa dan Maha Kuat. Tiada Bandingannya, Tiada Beranak dan Tiada pula Diperanakan, Tidak ada sesuatupun setara dengan Dia. Kitab ini diturunkan kepada makhluknya termulia dan terunggul. Nabinya yaitu Muhammad bin Abdillah.” Kubuka lebar-lebar mataku keheranan karena aku belum faham benar apa yang dimaksud ayahku itu. ”Ini kitabnya Islam,” jelasnya, ”yaitu agama yang haq yang dibawa oleh utusan Allah, Muhammad Rasulullah kepada seluruh umat manusia. Beliau dilahirkan nun jauh di sana, melintas lautan dan beberapa negara. Di padang pasir yang jauh, yang disebut kota Mekkah, di tengah umat yang tadinya terbelakang dan bodoh, yang kemudian mendapat hidayah dari Allah menjadi umat tauhid, dikaruniai Allah persatuan yang kokoh, ilmu pengetahuan yang cemerlang, peradaban yang tinggi, mereka berhasil keluar membuka pintu negara-negara di Timur dan Barat. Dan sampailah mereka ke negeri ini, negeri Spanyol yang rajanya dhalim, pemerintahannya kejam sedang rakyatnya teraniaya dan miskin, dalam kebodohan dan kemunduran. Akhirnya raja yang dhalim itu terbunuh dan runtuhlah pemerintahan yang kejam itu. Setelah Islam berkuasa di Spanyol, menyebarluaslah keadilan sosial, derajat, dan martabat rakyatnya terangkat. Negara pun menjadi kuat. Islam menetap disini 800 tahun lamanya. Selama itu negeri ini menjadi negeri yang paling unggul dan paling megah di dunia, dan kami ini wahai anakku adalah kaum muslimin yang tersisa dan bersembunyi disini.” Mendengar uraian ayahku yang bersemangat itu, aku ternganga takjub bercampur takut dan juga benci. Aku mencoba hencak berteriak, ”apa ayah, kitab kaum muslimin?” Ayah segera menutup mulutku sambil berseloroh, ”benar wahai anakku. Rahasia ini lah yang kubungkus rapat bertahun-tahun, untuk kubuka kepadamu apabila engkau sudah menginjak dewasa. Sesungguhnya kitalah pemilik negeri ini. Kitalah yang membangun semua gedung dan bangunan yang kini beralih menjadi milik lawan kita. Kitalah yang mendirikan menara-menata untuk mengumandangkan adzan, dan kini telah diganti dengan suara lonceng gereja. Masjid-masjid yang kita bangun sebagai tempat ibadah sholat yang dipimpin oleh para imam yang membacakan kalam ilahi sekarang diubah menjadi gereja yang dipimpin oleh para yang membaca Injil. Wahai anakku, kita kaum muslimin telah meletakkan pada setiap sudut negeri Spanyol ini kenangan indah yang mengesankan. Setiap jengkal tanahnya pernah dilalui para mujahidin dan syuhada kita. Kitalah yang membangun semua kota, semua jembatan, dan kita pula yang membuka jalan-jalan raya dan semua sarana jalan di negeri ini. Kita pula yang membenahi semua irigasi pertanian, menanam dan mengatur segala tanaman dan taman-tamannya. Dengarkan baik-baik anakku. Sejak 40 tahun lalu raja kita Abu Abdillah yang kasihan itu telah tertipu racun janji muluk dari Raja Spanyol. Raja Abu Abdillah sebagai raja terakhir kaum muslimin di negeri ini tertipu menyerahkan kunci kota Granada dengan perjanjian, bahwa raja yang sekarang ini akan memberi kebebasan kepada umat Islam melakukan ibadahnya, serta menjaga segala pusaka dan kuburan nenek moyang mereka. Raja Abu Abdillah mengasingkan diri ke Maroko dan wafat di sana. Mereka ini telah menjanjikan kita kemerdekaan beragama, keadilan, dan kebebasan. Akan tetapi setelah mereka berkasa, mereka injak-injak semua perjanjian bersama itu. Mereka mendirikan Inkuisisi untuk memaksa kita memeluk agama Kristen, melarang penggunaan bahasa kita, dan mengkristenkan semua anak keturunan kita dengan paksa.” “Itulah sebabnya kita melakukan ibadah dengan sembunyi, membuat kita sedih karena penghinaan mereka terhadap agama kita dan memurtadkan anak cucu kita. Empat puluh tahun lamanya kita tersayat-sayat siksaan yang berat, sambil menantikan hari kebebasan dari Allah. Kita tidak berputus-asa, karena hal itu dilarang oleh agama kita, sebagai agama yang didasari kekuatan, kesabaran dan perjuagan. Rahasia inilah wahai anakku yang harus kau simpan. Ketahuilah, nasib ayahmu terletak di mulutmu. Jangan engkau menyangka aku takut mati. Atau benci bertemu Tuhanku. Tetapi aku ingin diberi kesempatan hidup sampai batas menyelesaikan tugasku. Mendidik engkau tentang bahasa dan agamamu, demi menyelamatkan engkau dari kekufuran. Sampai sekian dulu anakku, dan pergilah tidur.” Sejak saat itu, setiap aku melihat gedung Alhambra dan menara-menara kota Granada, mataku terbelalak, tubuhku gemetar dan darahku mendidih. Lahir kerinduan dan kesedihan, benci bercampur cinta. Benci, karena semua itu sudah dikuasai oleh lawan agamaku. Cinta, karena semua itu dirintis, dibangun dan diukir oleh pejuang-pejuang yang telah meninggalkan negeri ini. Semua itu menggoncang-goncang nafsuku. Terkadang tanpa ku sadari aku sudah di hadapan gedung Alhambra, sambil mencemooh dan bergumam, ”Wahai Alhambra, kini kasih sayang ku telah sirna. Lupakah engkau kepada mereka yang membangun dan memperindah engkau?? Begitu juga kepada kawan seperjuanganmu yang rela memperjuangkan hidupnya, mengucurkan darah dan air matanya?? Masa bodokah engkau terhadap masa jaya dan kecintaan mereka kepadamu?? Sudah lupakah engkau terhadap manusia-manusia mulia yang berkeliaran di pelataranmu, suka bersandar di tiang-tiang bangunanmu dan menyayangi engkau?? Engkau dijadikan lambang kejayaan, kebanggaan, dan keindahan. Mereka adalah tokoh-tokoh terhormat, yang tiap ucapannya didengar oleh dunia, dan tiap jasanya disambut hangat sepanjang masa. Sudah jinakkah engkau kepada petualang-petualang jahanam itu?? Setelah sirna gema suara adzan, sudah relakah engkau mendengar suara lonceng dan dipeluk oleh para rahib yang menggantikan para imam??” Setelah aku puas mencaci maki, Alhambra yang terkutuk itu, sadarlah aku, jangan-jangan gumamku itu terdengar mata-mata inkuisisi. Aku cepat-cepat pulang untuk menghafal bahasa Arab yang diajarkan ayahku. Aku sudah diajar menulis bahasa Arab. Dan ayahku menandaskan, bahwa tulisan ini adalah milik umat Islam. Setelah itu diajarkan aku mengenal Islam, cara berwudhu dan aku mulai ikut sholat di belakang ayah di kamarnya yang sunyi-senyap itu. Bagaimanapun rahasia ituku simpan rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Ibu ku suka menguji aku, ”Diajari apa engkau oleh ayahmu?” ”Aku tidak diajar apa-apa,” jawabku. ”Aku mendengar engkau dididik sesuatu. Jangan engkau merahasiakan itu kepadaku,” desak ibuku. ”Sungguh, ayah tidak mengajar apa-apa,” jawabku bohong. Pada akhirnya ibuku mengetahui juga. Setelah aku menguasai bahasa Arab secukupnya, memahami al Quran dan dasar-dasar kaidah Islam. Maka ayah memperkenalkan aku dengan salah seorang sahabatnya seperjuangan. Kita bertiga sering mendirikan sholat bersama-sama dan mengkaji al Quran. Sementara itu di luar dinding-dinding rumah tindakan algojo Inkuisisi bertambah ganas terhadap sisa umat Islam di negeri itu. Hampir setiap hari kita menyaksikan minimal tiga puluh orang banyaknya yang disalib, dibakar hidup-hidup secara demonstratif di tempat-tempat terbuka. Jumlahya menanjak sampai ratusan orang. Yang dianiaya dengan kejam, dicabut kukunya hidup-hidup adapula yang dijejeli air lumpur sampi mati. Adapula yang dibakar kakinya, perutnya jari-jari tangannya dipotong-potong, kemudian dibakar dan dimasukkan ke mulut. Ada juga yang dicemeti sampai babak belur badannya, kemudian dikompres dengan air asam garam. Kekejaman yang memuncak, dan peristiwa itu berjalan sangat panjang pada suatu hari ayahku berpesan: ”Wahai anakku, aku merasa bahwa ajalku sudah semakin dekat. Aku rela mati syahid di tangan mereka, dan semoga Allah mengganjarku dengan jannah-Nya. Dengan demikian aku meninggalkan dunia ini sebagai pemenang. Aku bersyukur, bahwa bebanku yang berat melepaskan engkau dari kekufuran telah berhasil dengan baik. Tongkat estafet itu sekarang telah berada di tanganmu. Kalau aku tertimpa musibah, maka taatilah pamanmu ini. Jangan membantah sedikitpun, ikuti dia kemana saja.” Beberapa hari telah berlalau sejak ayah menyampaikan pesannya itu. Pada suatu malam, paman kawan ayahku itu datang menjemputku untuk melarikan diri ke negeri Maroko. Aku bertanya kepadanya, ”bagaiman ayah dan ibuku?” Paman bahkan menghardik keras, ”bukankah ayahmu sudah berpesan, supaya engkau mentaati segala perintahku?” Aku bungkam dan tak berkutik dan mengikutinya. Sesampai ditempat yang aman, ia menepuk pundakku dengan penuh kasih sayang dan berkata, ”tabahkan hatimu, wahai anak sahabatku.. Kedua orang tuamu telah tercatat sebagai mukminin syuhada di hadapan Allah, meskipun harus lewat pintu gerbang Inkuisisi.” Beberapa puluh tahun kemudian, anak seorang mujahid yang dilarikan ke Maroko itu tumbuh dan dibesarkan di Maroko. Dia kemudian menjadi seorang ulama besar dan pengarang tenar bernama ”SIDI MUHAMMAD BIN ABDURRAFI` AL ANDALUSI”. Disusun oleh Tim Redaktur Muslimdaily.net Dikutip dari buku tulisan DR. Jalal ‘Alam, Syaikh Ali Thanthawy, dan Syaikh Muhammad Namer Alkhatib. Dendam Barat & Yahudi Terhadap Islam. Solo: Pustaka Mantiq Sumber : http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/kisah-hidup-seorang-muslim-di-bawah-penjajahan-penguasa-kristen-spanyol.html