Tuesday, 8 January 2013

0 STOP!! Perayaan Tahun Baru Masehi = Hari Raya Kafir Penyembah Dewa

Enam hari setelah Natal 25 Desember, tibalah tahun baru Masehi tanggal 1 Januari. Umat kristiani biasa menggabungkan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Tak sedikit umat Islam yang latah terjebak promosi kekafiran dengan mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Masehi. Bahkan ikut-ikutan merayakan pergantian tahun baru dengan gebyar maksiat. Demi menunggu momen pukul 00.00 mereka rela menghambur-hamburkan dana secara mubazir untuk pesta kembang api, pesta miras, festival hiburan yang berbaur pria dan wanita, perzinaan dan pesta maksiat lainnya. Tak sedikit waktu, dana, tenaga dan pikiran yang dibuang percuma demi tahun baru. Padahal Allah SWT memperingatkan bahwa para pemboros itu adalah saudaranya syaitan yang sangat ingkar kepada Tuhan (Qs Al-Isra’ 26-27). Dalam tinjauan akidah, para ulama yang berkompeten telah memfatwa haram ucapan Selamat Tahun Baru Masehi, terlebih merayakan pestanya. Komisi Fatwa Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad-Daimah lil-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal-Ifta’) dalam Fatawa nomor 20795 menyatakan bahwa mengucapkan Selamat Tahun Baru Masehi kepada non muslim tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim karena perayaan tahun baru tidak masyru’ (tidak disyariatkan).” Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Syaikh, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan Syaikh Bakr Abu Zaid. Senada itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, dengan tegas menyatakan bahwa umat Islam dilarang mengucapkan Selamat Tahun Baru Masehi (Miladiyah), karena ia bukan tahun syar’i. Bahkan apabila memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir yang merayakan hari raya Tahun Baru, maka orang ini dalam keadaan bahaya besar berkaitan dengan hari-hari raya kekafiran. Karena ucapan selamat terhadap hari raya kekafiran itu berarti senang dengannya dan mensupport kesenangan mereka, padahal senang terhadap hari-hari raya kekafiran itu bisa-bisa mengeluarkan manusia dari lingkaran Islam, sebagaimana Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan hal itu dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz-Dzimmah. (Liqoatul Babil Maftuh, juz 112 halaman 6). Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat kepada simbol-simbol khusus kekafiran, (hal tersebut ) adalah haram menurut kesepakatan ulama…” (Ahkamu Ahlu Ad-Dzimmah, 1/441). Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili dalam situsnya juga mengharamkan ucapan Selamat Tahun Baru Masehi karena perbuatan tersebut termasuk tasyabbuh (meniru kebiasaan orang kafir) kepada kaum Kristen yang mana mereka saling mengucapkan selamat ketika awal tahun baru Masehi. Tasyabbuh dengan mereka diharamkan oleh Rasulullah SAW. “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Rasulullah SAW sudah mewanti-wanti umatnya tentang bahaya tasyabbuh terhadap orang Persia, Romawi, Yahudi dan Kristen. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang biawak, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri). Para ulama itu memperingatkan strategi pemurtadan yang dikemas dengan pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, sesuai firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 109, Ali-Imran 69, 99, 149, dan Al-Hijr 9. Momentum Tahun Baru ini tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme dan ateisme serta pemunculan sesuatu kemungkaran yang bertentangan dengan syariat. Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syiar-syiar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi. Banyak yang beranggapan bahwa perayaan tahun baru adalah urusan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Padahal secara historis, perayaan tahun baru Masehi tidak bisa dipisahkan dari tradisi dan ritual penyembahan dewa Janus dalam agama paganisme (agama kafir penyembah berhala): “The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward” (The World Book Encyclopedia, 1984, volume 14 hlm. 237). (Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke-46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu). Dalam mitologi Romawi, Dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Romawi. Bulan Januari (bulannya dewa Janus) ditetapkan setelah Desember karena Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari di mana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari banyaknya pengaruh Pagan pada tradisi Kristen. Kaum Pagan pandai menyusupkan budaya mereka ke dalam budaya agama lain. Ini terbukti dengan tradisi mereka bertahun baru yang sudah populer diikuti di berbagai belahan dunia. Misalnya, tradisi kaum Pagan merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, bernyanyi bersama, memukul lonceng dan meniup terompet. Ke dalam agama Kristen, tradisi pagan ini diadopsi dengan menjadikan hari Dewa Janus tanggal 1 Januari menjadi Tahun Baru Masehi, sehingga muncullah pemisahan masa sebelum Yesus lahir pun (Sebelum Masehi/SM) dan sesudah Yesus lahir (Tahun Masehi/M). Di Persia yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari juga dijadikan sebagai hari raya yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Dalam perayaan itu, mereka menyalakan api dan mengagungkannya, kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan minuman keras (khamr). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan. Shahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234: ”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [A. Ahmad Hizbullah MAG/SI] Sumber : http://www.voa-islam.com/counter/christology/2012/12/31/22574/stop-perayaan-tahun-baru-masehi-hari-raya-kafir-penyembah-dewa/

0 Salah Kedaden (Parikan Anti JIL Karya Ki Hartono Ahmad Jaiz)

Selama ini orang mengenal Ustadz Hartono Ahmad Jaiz sebagai penulis buku-buku Islam bertema ghazwul fikri. Karena sudah hampir seratusan buku lahir dari tangan ustadz bersahaja ini, spesialis berisikan dakwah membentengi akidah umat Islam dari bahaya kesesatan dan kekafiran berbagai aliran dan faham sesat di Indonesia, dari aliran klasik hingga liberalisme berkedok Islam yang dikomandani Jaringan Islam Liberal (JIL). Di balik sosok ilmiahnya yang kaya akan hujjah Al-Qur'an dan Sunnah, tak banyak yang tahu, Ustadz Hartono Ahmad Jaiz adalah sastrawan Jawa yang berbakat, dengan banyak parikan (pantun) dakwah. Sama seperti buku-bukunya, tema parikannya adalah dakwah membentengi akidah umat dari bahaya aliran dan faham sesat. Parikan (pantun Jawa) berjudul Salah Kedaden (Produk Gagal) ini adalah tulisan langka Ustadz Hartono Ahmad. Secara berseloroh gaya khas Jawa, ia mengungkap kesesatan berbagai ormas dan sekte yang sering membawa-bawa nama Islam. Selamat membaca: SALAH KEDADEN Suwe ora jamu jamu godhong tapak liman Suwe ora ketemu ketemu pisan jebule bar adol iman. (Komentar: Waduh bubrah tenan. Lha mbesok di akherat arep sangu apa yen imane wis didol? ibo getune, ibo tunane, betapa rekasane… ora bakal ana sing nulung) Suwe ora jamu jamu godhong sembukan Suwe ora ketemu ketemu pisan jebule bar njaga upacara kemusyrikan (Komentar: Waduh apes tenan uripe. Urip pisan wae ngajokake proposal ben dadi penjaga panggonan-panggonan upacara kemusyrikan. Apa ora eman-eman marang imane ya. Jarena malah ana sing wani njamin, imane dijamin ora luntur. Waduh, apa sing dijamin? Lha yen wis ilang ya pancen ora luntur, wong wis ilang. Eman-eman tenan, urip pisan wae mbelani kemusyrikan). Suwe ora jamu jamu godhong coklat Suwe ora ketemu ketemu pisan jebule wis murtad. (Komentar: Astaghfirullah… urip pisan wae malah murtad. Apa ora wedi siksa neraka sak jeg jumbleg di akherat? Na’udzubillahi min dzalik). Suwe ora jamu jamu godhong jambal Suwe ora ketemu ketemu pisan jebule wis dadi muslim liberal (Komentar: Waduh, iki apa maneh. Islam kok ndadak ditambahi liberal. Kuwi kaya dene lafal orang ditambahi utan, dadi orang utan. Tegese wis dudu wong maneh. Yen Islam ditambahi liberal ya wis dudu Islam maneh. Soale apa? Soale, Islam anti kekafiran, nanging Islam liberal ora anti kekafiran. Malah jarene padha wae. Edan tenan. Sing anti karo sing ora anti kok padha, kuwi nggur wong ora nggenah sing kaya ngono kuwi. Apa ora wedi siksa neraka sing mbulat-mbulat di akherat ya?) Suwe ora jamu jamu godhong cocor bebek Suwe ora ketemu ketemu pisan jebule wis dadi wong munafek (Komentar: Waduh, iki bahaya tenan. Pura-pura alim, shalih, jebulane malah dilat-dilatan karo wong kafir. Tur sumbar yen imane ora krasa suda. Lha kepriye bisa krasa suda, wong durung temtu yen isih? Ya ta? Mugo-mugo wae aku lan anak putu kabeh dilindungi Allah Ta’ala aja nganti dadi wong munafek. Soale panggonane wong munafek iku mbesok ing akherat ana ing kerake neraka sing ngisor dhewe. Na’udzubillahi min dzaklik!) Suwe ora jamu jamu godhong kluweh Suwe ora ketemu ketemu pisan jebule bar njlomprongke wong akeh. (Komentar: Waduh, iki gawat tenan. Ora nggur awake dhewe sing kejlomprong, malah isih njlomprongake wong akeh. Tur malah karo ngajak bangga maneh. Na’udzubillahi min dzalik). Godhong gedang disiram bensin Kadung wirang wani ngisin (Komentar: Waduh iki wis bubrah tenan. Kadhung wirang mestine rak ya tobat. Ee, malah dibelani wani isin. Dadi tambah rusak lan ngrusak wong akeh marga pengaruh eleke. Urip pisan wae kok ya dadi panyebar kejahatan ta ya ya.. iki piye ta jane… nanging yen ditakoni, alesane malah wis cemepak: aja disalahke aku… lha wong sing gedhe-gedhe ya padha temindak ngene… ) La dalah… salah kedaden jebule! Jakarta, Shafar 1434H/ Desember 2012 TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA PRODUK GAGAL (SALAH KEDADEN) lama tidak minum jamu , minum jamu daun tapak liman lama tidak bertemu, bertemu sekali tahu-tahu habis jual iman. (Waduh rusak sungguh. Lha besok di akherat akan berbekal apa kalau imannya sudah dijual? betapa getunnya, betapa ruginya, betapa sengsaranya… tidak akan ada yang menolong). lama tidak minum jamu , minum jamu daun sembukan lama tidak bertemu, bertemu sekali tahu-tahu habis menjaga upacara kemusyrikan (Waduh naas sungguh hidupnya. hidup sekali saja mengajukan proposal biar jadi penjaga tempat-tempat upacara kemusyrikan. Apa tidak sayang-sayang kepada imannya ya. Katanya malah ada yang berani menjamin, imannya dijamin tidak luntur. Waduh, apa yang dijamin? Lha kalau sudah hilang ya memang tidak luntur, orang sudah hilang. Sangat disayangkan, hidup sekali saja membela kemusyrikan). Lama tidak minum jamu , minum jamu daun coklat lama tidak bertemu, bertemu sekali tahu-tahu sudah murtad. (Astaghfirullah… hidup sekali saja malah murtad. Apa tidak takut siksa neraka selama-lamanya di akherat? Na’udzubillahi min dzalik). Lama tidak minum jamu , minum jamu daun jambal lama tidak bertemu, bertemu sekali tahu-tahu sudah jadi orang Islam liberal. (Waduh, ini apa lagi. Islam kok pakai ditambahi liberal. itu seperti halnya lafal “orang” ditambahi “utan”, jadi “orang utan”. Artinya sudah bukan orang lagi. Kalau Islam ditambahi liberal ya sudah bukan Islam lagi. Soale apa? Soale, Islam anti kekafiran, sedang Islam liberal tidak anti kekafiran. Malah katanya sama saja. Gila sungguh. yang anti dengan yang tidak anti kok sama, itu hanya orang tidak nggenah saja yang seperti begitu itu. apa tidak takut siksa neraka yang menyala-nyala di akherat ya?) lama tidak minum jamu , minum jamu daun cocor itik lama tidak bertemu, bertemu sekali jebule sudah jadi orang munafik (Waduh, ini bahaya sungguh. Pura-pura alim, shalih, jebulane malah jilat-jilatan dengan orang kafir. Bahkan sesumbar kalau imannya tidak terasa berkurang. Lha bagaimana dapat terasa berkurang, orang belum temtu kalau masih? ya kan? Semoga saja saya dan anak cucu semua dilindungi Allah Ta’ala jangan sampai jadi orang munafik. Soale tempatnya orang munafik itu besok di akherat di kerak neraka yang bawah sendiri. Na’udzubillahi min dzaklik!) Lama tidak minum jamu , minum jamu daun kluweh lama tidak bertemu, bertemu sekali tahu-tahu habis menjerumuskan orang banyak (Waduh, ini gawat sungguh. Tidak hanya kita yang kejlomprong, malah masih njlomprongake orang banyak. Bahkan malahan dengan mengajak untuk berbangga lagi. Na’udzubillahi min dzalik). Daun pisang disiram bensin terlanjur malu berani malu (Waduh ini sudah rusak sungguh. terlanjur kena malu seharusnya bertaubat. Ee, malah dibela-belai dengan berani malu. Jadi tambah rusak dan merusak orang banyak sebab pengaruh jeleknya. hidup sekali saja kok ya jadi penyebar kejahatan ta ya ya.. ini bagaimana ta sejatinya… tapi kalau ditanyai, alasannya malah sudah cemepak/ tersedia: jangan disalahkan saya… lha orang yang besar-besar ya sama berbuat seperti ini… Wadhuh salah kejadian/ produk gagal ternyata!) (Pantunnya Ki Hartono Ahmad Jaiz) Sumber : http://www.voa-islam.com/counter/liberalism/2013/01/01/22579/salah-kedaden-parikan-anti-jil-karya-ki-hartono-ahmad-jaiz/

Sunday, 6 January 2013

0 Kasih Sayang Itu Bernama Ibu

Seringkali dunia dibuat takjub oleh kesuksesan para tokoh- tokoh besar karena kecerdasan, kekuasaan, ataupun pengaruh mereka. Selain itu mereka juga dipuja karena kontribusi dan kisah inspiratif yang begitu melegenda. Sebut saja Imam syafi'i. Siapa yang dapat meragukan kemampuan beliau dalam penguasaan ilmu. Diusia sembilan tahun saja, prestasi spektakuler sudah ditorehkannya. Pada usia belia tersebut, beliau sudah mampu menghafal seluruh isi Alquran. Kisah inspiratif lainnya juga terjadi pada Thomas Alfa Edison. Dia adalah seorang anak tuna rungu, yang bahkan dibilang bodoh oleh guru disekolahnya sendiri. Dia akhirnya keluar sekolah, yang hanya dinikmatinya selama tiga bulan. Tapi cerita sedih itu berubah saat dia telah tumbuh dewasa. Thomas berhasil memegang rekor 1093 penemuan yang dipatenkan atas namanya. Dan diakhir cerita, jadilah dia salah satu superstar, ilmuwan hebat dunia yang sangat mendunia. Dari sedikit cerita diatas, mungkin muncul pertanyaan dalam diri kita, siapakah yang menjadi motivator manusia- manusia hebat tersebut? Siapakah tokoh heroik yang telah sukses mengantarkan mereka menuju kesuksesan? Jawabnya tidak lain adalah para ibu mereka. Ibu mereka tidak hanya sekedar melahirkan dan menyusui. Tapi lebih dari itu, profesi mereka sebagai seorang ibu yang bahkan tidak dinilai dengan uangpun, mereka jalankan dengan baik. Pengayoman, pendidikan, perhatian, dengan setulus- tulusnya, mereka berikan demi masa depan si anak. Karena itu tak berlebihan jika kita menyebut bahwa Ibu adalah kata lain dari kasih sayang. Mungkin para ibu tersebut tidak memiliki kepandaian dalam hal ilmu seperti anak- anak mereka yang melegenda. Namun para ibu itu adalah satu- satunya yang memiliki ketulusan dan keikhlasan untuk mereka, anak- anaknya. Masihkah kita ingat kisah tentang Nabi musa? Ibunya yang dengan ikhlas menjalankan perintah Allah untuk menghanyutkan nabi musa, walau nabi musa saat itu masih bayi. Suatu hal yang memang jika dinilai dengan nalar atau batin seorang ibu, pastilah tidak akan tergapai. Namun begitulah keikhlasan itu yang ada dalam hati para ibu tersebut, yang menyelamatkan anaknya. Hal yang sama juga terjadi pada ibu Imam syafii. Beliau yang rela melepas anaknya untuk merantau untuk mendapatkan ilmu. Walau dengan linangan air mata, sang ibu rela dengan harapan dan doa, bahwa anak- anak mereka kelak akan menjadi seorang yang sukses. Maka jika kita telah menjadi orang yang sukses hari ini, ingatlah bahwa ibu kita lah yang mengantarkan kita untuk bisa menjadi seperti sekarang ini. Doa, kasih sayang, dan perhatian terbaik yang selalu dipanjatkannya adalah "hutang" terbesar yang tidak akan mampu kita bayar, bahkan dengan nyawa kita sekalipun. Lalu, sudahkah hari ini kita menyapa beliau, dan mendoakan yang terbaik pula untuk beliau? Dan untuk kita para wanita, rugilah bagi yang memilih untuk hanya sekedar menjadi wanita yang melahirkan dan menyusui, namun menolak menjadi seorang ibu yang sebenarnya. Rugilah para wanita yang justru lebih bangga dengan pujian manusia disekelilingnya karena kecemerlangan karirnya di luar rumah saja, dan melalaikan kebutuhan anak- anak dan rumahnya. Karena nanti saat kita telah tiada, dunia tidak akan berhenti dan akan tetap melanjutkan aktivitasnya. Kitapun hanya sejenak dikenang dalam sebatas kenangan. Namun jika kita memilih untuk menjadi seorang ibu yang disayangi anak- anak kita, selamanya mereka akan menyayangi kita. Mereka akan tetap menengadahkan tangan dan memohonkan doa bagi kita untuk dimuliakan oleh Allah di akherat sana. Dan kita akan tetap bersemayam dalam hati mereka sebagai sosok wanita yang mulia. InshaAllah (Syahidah/voa-islam.com) Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2013/01/04/22618/kasih-sayang-itu-bernama-ibu/

0 Tetap Damai Dalam Bagaimanapun Jodoh Kita

Apakah ada di belahan bumi ini, seorang manusia yang dapat mengenal manusia lain 100% ? jawabannya pastilah tidak ada. Mungkin karena itulah ada pengkiasan yang mengatakan "dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa tahu". Maka seperti itu jugalah gambaran jodoh kita saat ini. Seseorang yang asing, dari lokasi antah berantah yang dipertemukan dengan kita, menjadi teman satu rumah kita, serta selalu bersama menghabiskan waktu. Tak jarang hal itu menyisakan berbagai kesan di hati. Kesan itu bernama kebahagiaan, kesyukuran, bahkan tak jarang sebuah penyesalan. Jodoh memang seharusnya bisa berarti kado terindah. tapi bagaimana kita menyikapinya jika ternyata jodoh kita tersebut menjadi musibah termanis yang akan menjadi bagian seumur hidup dari hidup kita? Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah menerima. Memang tidak mudah, apalagi jika ternyata jodoh itu menjadi bagian dari takdir untuk menguji kita. Namun jika kita memutuskan untuk menerima terlebih dahulu, apapun dan bagaimanapun itu, paling tidak langkah selanjutnya inshaAllah akan mudah untuk dilakukan. Di dunia ini tidak banyak manusia yang berhati luas untuk sekedar menerima untuk mengatasi masalahnya sendiri. Maka jadilah luar biasa dengan menjadi salah satu manusia ajaib itu, yang cukup handal untuk meluaskan hati dan membuka pikiran untuk berpikir jernih. Toh, jika masalah itu selesai atau menjadi mudah untuk diatasi, bukankah itu juga akan memperingan diri kita sendiri?. Setelah belajar menerima, milikilah pola pikir, bahwa tidak ada sesuatu yang bisa berubah hanya dalam hitungan detik, menit atau hari. Apalagi menyangkut tentang watak, dan kebiasaan seseorang. Maka hal mutlak yang harus kita lakukan berikutnya adalah bersabar dalam mengubah atau memperbaiki kekurangan pasangan kita. Seperti halnya kita yang asing dan memiliki sifat dan latar belakang yang asing pula, seperti itu jugalah pasangan kita menilai diri kita. Jika kesabaran untuk menerima itu hilang, akan susah bagi kita untuk memperbaiki keadaan yang ada. Selanjutnya, lakukanlah action nyata untuk sebuah perbaikan. Komunikasi yang cerdas dan pemahaman yang mendalam tentang bagaimanapun kondisi pasangan kita, bisa jadi salah satu sikap yang harus kita lakukan. Kebanyakan konflik rumah tangga berasal dari tidak sehatnya komunikasi antara kedua belah pihak. Banyak suami istri yang menganggap bahwa pasangan mereka bisa membaca pikirannya dan sudah seharusnya tahu tentang bagaimana keinginan yang lain. Namun disinilah justru letak kesalahannya. Bukankah kita semua adalah manusia biasa yang tidak bisa membaca pikiran orang lain dan masih sama-sama belajar untuk mengerti tentang bagaimana selera pasangan kita?. Selain itu, belajar untuk peka terhadap apapun keadaan pasangan kita, juga harus kita lakukan. Paling tidak hal ini akan membuka jalan bagi kita untuk lebih mudah mengenalnya. Ada pelajaran manis yang bisa kita petik dari rumah tangga Rasulullah Salallahu a'alaihi wassalam dengan istri beliau khadijah. Saat itu Nabi baru menerima wahyu pertama di Gua Hira’. Nabi shallallahu alaihi wasallam pulang ke rumah dan sang istri Khadijah melihat beliau dalam keadaan gemetar fisik dan hatinya. Beliau masuk dan berkata: "selimuti aku, selimuti aku..." Beliaupun juga berkata: "Khadijah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah." Khadijah menjawab, "Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim, menanggung beban, memuliakan tamu dan membantu orang yang kesulitan." Subhanallah, itulah pelajaran berharga dari manisnya sebuah sikap memahami yang menyamankan. Khadijah tanpa protes dahulu saat melihat suaminya yang panik, dan malah sebaliknya, langsung memahami sang suami yang tengah khawatir dan panik tersebut dengan memberikan halusnya kata sebagai timbal balik, dan sikap membangun kepekaan. Dia menyelimuti Rasulullah, dan menenangkan Beliau dengan berkata "Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya". Sikap memahami yang dilakukan oleh Khadijah seperti ini mampu meredam susana hati Rasululah. Selain itu, pilihan kata yang diucapkannya mampu menghilangkan kepanikan suaminya. Khadijah tahu bahwa kalimat yang intinya menyandarkan kenyamanan hanya kepada Allah adalah puncak kenyamanan dan kepasrahan bagi Rasulullah SAW. Cara berkomunikasi ibunda kita khadijah tersebut mengalir jujur dan bukan basa-basi, sehingga menyejukkan hati yang sedang panas, menenangkan jiwa yang sedang gemetar, serta memantapkan keyakinan akan pertolongan Allah. Inilah Komunikasi dan pemahaman terbaik yang sangat dahsyat antara suami istri yang tanpa pelatihan berbelit, dan atau dengan konsep yang rumit. Semua berasal dari sebuah ketulusan. Ketulusan menerima pasangan kita apa adanya, sepaket dengan bagaimanapun keadaan atau kondisinya yang lalu, serta yang akan datang. Termasuk juga ketulusan untuk merangkul kembali mereka bangkit demi menjadi yang lebih baik. Jika hati belum bisa kita didik dan masih sering protes serta mudah tersulut dengan apapun kekurangan pasangan kita, maka belajarlah untuk bersyukur lebih dalam, dan dalam lagi. Sudah selayaknya kita bercermin dengan melihat begitu banyak saudara kita yang belum dapat menikmati indahnya perkawinan. Masih banyak dari mereka yang masih harus melakoni ujian dalam hal belum datangnya jodoh. Sedangkan kita disini sudah dianugrahkan pasangan hidup kita dan tinggal menjaga serta merawatnya. Lantas mengapa kita masih bersikap yang tidak mencerminkan kesyukuran dan terimakasih kepada Allah? Sebuah pernikahan banyak mengandung pelajaran. Namun hal ini hanya berlaku bagi pribadi yang mau belajar. Memang tidak mudah, dan tidak sesederhana yang kita pikirkan. Lalu mengapa kita harus menambah lagi dengan melibatkan hal yang bernama konflik yang semakin membuat repotnya suasana? Bukankah menyatukan dua kepala untuk sama-sama selalu dalam satu misi dan visi hidup saja sudah menyita banyak waktu?. Apalagi dia adalah jodoh kita, dimana kita akan menua bersama, menghabiskan sisa umur kita, dan berbagi aib serta menyimpan rahasia hanya untuk berdua. Lantas bagaimana mungkin kita bisa saling menguliti kekurangan masing-masing dan bukan malah bekerjasama memperbaikinya? Dan yang terakhir...menikah, sejatinya adalah sebuah anugrah bagi kita. Maka jika konflik atau ganjalan tentang jodoh kita itu datang, make it simple saja... Ingatlah tentang awal niat kita menikah yang hanya untuk beribadah kepada Allah. ingatkan juga pasangan kita bahwa pernikahan adalah ladang amal bagi kita untuk meraih surga. Ketika pikiran sehat itu kompak dibentuk oleh kita dan pasangan, maka inshaAllah akan selalu ada kebersamaan dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga kita. (Syahidah/voa-islam.com) Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2012/12/03/22121/tetap-damai-dalam-bagaimanapun-jodoh-kita/

Saturday, 5 January 2013

0 Selamatkan Dirimu Dari Neraka Dengan Sedekah

Oleh: Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Dahsyatnya siksa neraka tak ada bandingnya. Serngan-ringan siksanya tak ada yang sanggup menanggungnya. Bahkan ia merasa bahwa ia disiksa dengan siksa yang paling dahsyat. Lihatlah gambarannya yang dikabarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِى أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ "Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang diletakkan dua buah bara api di bawah telapak kakinya, seketika otaknya mendidih." (Muttafaq 'Alaih, sebagian tambahan Al-Bukhari, "sebagaimana mendidihnya kuali dan periuk." Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda; إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْنِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ "Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya, ia memakai dua sandal dari neraka, seketika itu mendidih oraknya disebabkan panasnya dua sandalnya itu." Dalam redaksi lain, إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلاَنِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِى الْمِرْجَلُ مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ عَذَابًا وَإِنَّهُ لأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا "Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang memiliki dua sandal dan dua tali sandal dari api neraka, seketika otaknya mendidih karena panasnya sandal tersebut sebagaimana kuali mendidih. Orang tersebut merasa bahwa tak ada seorang pun yang siksanya lebih pedih daripadanya, padahal siksanya adalah yang paling ringan di antara mereka." (HR. Muslim) Maka selayaknya kita benar-benar takut terhadapnya. Setiap jalan yang menghantarkan ke neraka, maka sungguh-sungguh kita jauhi. Segala sebab yang mengharuskan memasukinya, maka kita hindari. Kita juga berusaha mencari sebab yang bisa membentengi diri kita dari neraka. عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّارَ فَتَعَوَّذَ مِنْهَا وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ ثُمَّ ذَكَرَ النَّارَ فَتَعَوَّذَ مِنْهَا وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ قَالَ شُعْبَةُ أَمَّا مَرَّتَيْنِ فَلَا أَشُكُّ ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ “Dari ‘Adiy bin Hatim Radhiyallahu 'Anhu berkata: Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah menyebutkan tentang neraka, kemudian berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Kemudian menyebutkan neraka lalu berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Kemudian menyebutkan neraka dan berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Syu’bah berkata: kemungkinan dua kali, lalu saya tidak ragu. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Hindarkan dirimu dari neraka walaupun hanya dengan separoh butir kurma, jika tidak ada maka dengan tutur kata yang baik.” (Muttafaq 'alaih) Dalam redaksi Muslim, مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَتِرَ مِنَ النَّارِ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَلْيَفْعَلْ "Siapa di antara kalian yang mampu membentengi diri dari neraka walau dengan separoh butir kurma hendaknya ia lakukan." Dalam riwayat Ahmad dari hadits Ibnu Mas'ud dengan sanad shahih, "Hendaknya salah seorang kalian menjaga wajahnya dari neraka walau dengan separoh butir kurma." Dan dari hadits Aisyah dengan sanad hasan, "Wahai 'Aisyah, hindarkan dirimu dari neraka walau dengan separoh butir kurma." (HR. Ahmad) Di antara usaha yang menjadi hijab antara seseorang dengan neraka adalah sedekah. Karena sedekah akan menghapuskan kesalahan sebagaimana air yang memadamkan api. Sedekah juga bisa memadamkan kemurkaan Allah dan menghindarkan dari kematian buruk. (HR. al-Tirmidzi) Hadits di atas menganjurkan untuk bersedekah walaupun hanya sedikit. Jangan malu karena hanya punya harta sedikit. Jangan pula meremehkan sedekah yang sedikit. Sesungguhnya sedikitnya sedekah bisa menjadi sebab seseorang diselamatkan dari jilatan api neraka. Dalam hadits di atas terdapat petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bahwa di antara sarana terbesar yang bisa menyelamatkan dari neraka adalah berbuat baik kepada makhluk dengan harta dan perkataan. Kebaikan walau itu kecil secara materi, tidak boleh diremehkan, seperti sedekah yang jumlahnya sedikit, hanya separoh butir kurma. Bahkan jika tidak punya, bisa dengan berkata dengan kalimat thayyibah. Kalimat thayyibah itu artinya luas. Ia mencakup semua perkataan yang menyenangkan hati, melapangkan dada, dan membuat gembira orang lain. Kalimat thayyibah juga mencakup perkataan yang mengandung petunjuk, mambaca ilmu dan mengajarkannya, membantah syubuhat, memperbaiki hubungan dua orang yang berseteru, memutuskan perselisihan dua orang yang bersengketa, memberi solusi atas problem, menenangkan orang yang marah, dan semisalnya. Kalimat thayyibah juga mencakup zikir (mengingat) Allah, membaca Kitab-Nya, dan memuji-Nya serta menjelaskan hukum-hukum Allah dan syariat-Nya. Intinya, setiap perkataan yang mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan manfaat untuk hamba-hamba Allah maka ia masuk dalam kategori kalimah thayyibah. Wallahu ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2013/01/04/22624/selamatkan-dirimu-dari-neraka-dengan-sedekah/

0 Hukum Membaca Al Fatihah Hanya Dalam Hati Saat Shalat

Pertanyaan: Dalam shalat, apa boleh kita membaca Al-Fatihah dalam hati; tanpa menggerakkan bibir? 0857884900** Jawaban: Oleh: Ust. Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Salah satu rukun shalat adalah membaca surat Al-Fatihah. Ia dibaca di setiap rakaat shalat, pada shalat fardlu dan shalat sunnah, shalat jahar dan shalat sirr. Kewajiban ini bagi imam, makmum, ataupun yang shalat sendirian -sebagaimana yang dicantumkan oleh Imam al Bukhari sebagai bab dalam kitab al-Shalah- berbeda dengan pendapat para fuqaha yang terdahulu maupun sekarang yang tidak mewajibkannya atas makmum. Alasan mereka, bahwa bacaan imam adalah bacaan makmum. Dan pendapat yang paling benar –wallahu a'lam- adalah pendapatnya imam al Syafi'i, Imam al Bukhari, jama'ah ahli hadits, dan selainnya. Yaitu imam dan makmum wajib membaca surat al-Fatihah baik dalam shalat jahriyah maupun shalat sirriyah. Kesimpulan di atas didasarkan pada hadits Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ “Tidak sah shalat bagi yang tidak membaca al Fatihah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah) Juga hadits dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ “Barangsipa yang mengerjakan shalat dan tidak mmbaca Ummul Qur’an (al Fatihah) di dalamnya, maka shalatnya terputus –beliau mengucapkannya tiga kali- dan tidak sempurna. Dikatakan kepada Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, “sesungguhnya kami shalat di belakang imam.” Maka beliau berkata, “bacalah dalam hatimu.” (Hadits shahih riwayat. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah) Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Kami shalat Shubuh di belakang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu beliau membaca ayat dan kelihatannya beliau mendapat kesulitan dalam membacanya. Setelah selesai beliau bertanya, “barangkali kalian ikut membaca di belakang imam kalian?” Kami menjawab, “benar, dengan suara lirih wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا “Janganlah lakukan, kecuali membaca al Fatihah, karena tidak sah shalat bagi yang tidak membacanya.” (HR. Abu Dawud, hadits ini dicantumkan imam al Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim: IV/123) dan hadits-hadits lain yang semakna. Perlu dicatat, siapa yang mengambil pendapat ini tidak boleh menyalah-nyalahkan dan mencela orang yang berbeda pendapatnya. Karena masalah ini adalah majal khilaf. Tidak boleh menjadikan khilaf ulama dalam masalah ini sebagai sarana untuk mengobarkan kebencian, perpecahan, dan permusuhan sesam muslim. Hakikat Membaca Tidaklah disebut membaca kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir sehingga keluar suara walau hanya terdengar oleh orang yang membaca saja. Sedangkan orang yang membaca dalam hatinya saja, tidak lah disebut qari' (orang yang membaca). [Baca: Membaca Al-Quran Tanpa Gerakkan Lisan, Apa Ditulis Pahala Membaca?] Jadi, haruslah ada suara yang keluar untuk disebut membaca. Dan itu tidak akan muncul kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir. Kecuali orang bisu. Ia berudzur untuk melakukan itu.Cukup baginya beramal sesuai kemampuannya dan berusaha keras sehingga ia tahu telah sampai pada yang dimaksudnya. Yang diperintahkan dalam shalat adalah membaca, “Tidak sah shalat bagi yang tidak membaca al Fatihah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah). Tidaklah disebut membaca kecuali dengan melafadhkannya. Ini tidak bisa kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir. Sehingga tidak boleh seseorang mencukupkan dengan hatinya saat membaca Al-Fatihah dalam shalatnya. Berarti ia tidak mengerjakan rukun dari rukun shalat. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2012/12/17/22395/hukum-membaca-alfatihah-hanya-dalam-hati-saat-shalat/

0 Keutamaan Dzikir Dan Tasbih

Oleh: Ust. Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Banyak kita temukan dalam Al-Qur'an dan hadits digabungkannya tasbih dan tahmid. Ini menunjukkan keutamaan dua kalimat zikir ini. Di mana penggabungan keduanya menunjukkan kesempurnaan sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebab, kesempurnaan sifat terwujud dengan hilangnya aib-aib (cacat) dan ditetapkannya sifat-sifat kesempurnaan. Dihilangkannya aib bisa diperoleh dari kalimat Tasbih (Subhanallah), karena makna tasbih adalah tanzih (membersihkan/meniadakan) dari sifat cacat dan aib. Sifat kesempurnaan diambil dari kalimat Tahmid (pujian), karena tahmid adalah menyematkan sifat-sifat mulia lagi sempurna. Sehingga jika seseorang mengumpulkan antara tasbih dan tahmid, ia telah menggabungkan antara menetapkan sifat sempurna dan meniadakan segala bentuk kekurangan dan aib dari-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan Rasul-Nya untuk memperbanyak zikir ini di saat sudah semakin dekat ajal beliau. Allah Ta'ala berfirman, إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat." (QS. Al-Nashr: 1-3) Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma menjelaskan, bahwa surat di atas adalah pertanda dekatnya ajal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. (HR. Al-Bukhari) Dalah Shahihain, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, menuturkan, "Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperbanyak membaca dalam ruku' dan sujudnya: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي "Maha suci Engkau dan segala puji bagi bagi-Mu, Ya Allah, wahai Rabb kami. Ya Allah, ampuni aku." (Muttafaq 'Alaih, terdapat tambahan pada keduany: beliau menakwilkan Al-Qur'an –surat di atas-) Tasbih dan Tahmid Dalam Hadits Sedangkan dari sunnah tentang fadhilah zikir tasbih dan tahmid yang memiliki pahala besar, di tunjukkan oleh beberapa hadits berikut ini: Hadits Pertama, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ : سُبْحَانَ اللَّهِ ، وبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ "Dua kalimat yang ringan diucapkan lisan, berat ditimbangan, dan dicintai oleh Al-Rahman (Allah): Subhaanallaahi Wa Bihamdihi Subhaanallaahil 'Adzim." (HR. Muttafaq 'Alaih) - Dapatkan penjelasannya pada tulisan sebelumnya: Dua Kalimat Ringan Tapi Sangat Dicintai Allah dan Berat Pada Timbangan. Hadits Kedua, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ "Siapa yang mengucapkan: Subhanallah wa Bihamdihi (Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya) sebanyak seratus kali, maka dihapuskan segala kesalahan (dosa)-Nya walaupun sebanyak buih dilaut." (Muttafaq 'alaih) Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam Taudhih al-Ahkam menjelaskan tentang fadhilahnya, "Maka barangsiapa yang menyucikan Allah (bertasbih) dan memuji-Nya (tahmid) sebanyak 100 kali pada pagi dan petang hari, niscaya mereka akan memperoleh pahala yang sangat besar; berupa diampuninya seluruh dosa dan kesalahannya meskipun jumlahnya amat banyak seperti buih di lautan. Hal ini adalah merupakan keutamaan yang mulia dan pemberian yang melimpah." Beliau melanjutkan, "Para ulama menyempitkan makna dari dosa-dosa yang akan diampuni dengan zikir ini, yaitu dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa-dosa besar, tidak ada yang dapat menghapusnya kecuali taubat nasuha. Tetapi Imam al-Nawawi berkata: apabila seseorang tidak memiliki dosa-dosa kecil, maka diharapkan zikir tersebut dapat meringankan dosa-dosa besar yang telah ia lakukan." Hadits Ketiga, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِى سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ. لَمْ يَأْتِ أَحَدٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ أَحَدٌ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ أَوْ زَادَ عَلَيْهِ "Siapa yang membaca di pagi dan sore hari Subhanallah Wa Bihamdmaihi (Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali, maka tak ada seorangpun yang datang pada hari kiamat yang membawa sesuatu lebih utama dari apa yang dibawanya kecuali seseorang yang membaca seperti yang ia baca atau menambahnya." (HR. Muslim) Maksudnya apabila seseorang membaca Subhanallah Wa Bihamdmaihi di pagi hari seratus kali dan di sore hari seratus kali, maka tidak ada orang - nanti pada hari kiamat- yang membawa sesuatu yang lebih utama dari apa yang dibawanya kecuali orang yang mengamalkannya lebih banyak dari dirinya. (Disarikan dari Syarah Riyadhus Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin: I/1663) Hadits Keempat, dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda: مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ "Siapa yang membaca Subhanallah al-'Adzim Wabihamdihi, maka akan ditanamkan untuknya satu pohon kurma di surga." (HR. Al-Tirmizi; beliau berkata: hadits hasan) Hadits Kelima, dari Ummul Mukminin Juwairiyah binti al-Harits Radhiyallahu 'Anha, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam keluar dari sisinya pada shalat Shubuh di masjid, sementara Juwairiyah sudah di tempat shalatnya. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kembali saat waktu sudah Dhuha dan ia masih duduk di tempat shalatnya tersebut, maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Engkau masih di tempat ini sejak aku meninggalkanmu?" Ia menjawab, "ya." Lalu beliau bersabda, لَقَدْ قُلْتُ بَعْدَكِ أَرْبَعَ كَلِمَاتٍ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ لَوْ وُزِنَتْ بِمَا قُلْتِ مُنْذُ الْيَوْمِ لَوَزَنَتْهُنَّ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ "Sungguh aku membaca empat kalimat tiga kali seandainya ditimbang dengan apa yang kamu baca seharian niscaya menyamainya; yakni Subhanallah Wabihamdih 'Adada Khalqih, Wa Ridhaa Nafsih, Wazinata 'Arsyih, Wamidada Kalimatih. (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya sebanyak jumlah makhluk-Nya, sesuai dengan keridhaan jiwa-Nya, seberat timbangan 'Arasy-Nya, dan sebanyak jumlah kalimat-kalimat-Nya)." (HR. Muslim) Yakni; dibaca tiga kali setiap pagi. Hadits Keenam, dari Abu Dzarr Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ditanya, "Perkataan apa yang paling utama?" Beliau menjawab, Apa yang Allah pilih untuk para Malaikat-Nya atau para hamba-Nya; Subhanallah Wabihamdih." (HR. Muslim) Hadits Ketujuh, dari Abu Dzarr Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Maukah aku kabarkan perkataan yang paling cintai oleh Allah?" Aku (Abu Dzarr) berkata; Wahai Rasulullah, beritahu aku perkataan yang paling dicintai oleh Allah." Lalu beliau bersabda, إِنَّ أَحَبَّ الْكَلاَمِ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ "Sesungguhnya perkataan yang paling dicintai oleh Allah adalah Subhanallah Wabihamdih." (HR. Muslim) Penutup Keutamaan zikir tidak diragukan lagi banyaknya. Ia merupakan salah satu sarana penghubung antara hamba dengan Rabb-Nya. Selama hamba masih berzikir berarti ia mengingat Allah sehingga itu menjadi sarana yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Jika demikian kondisinya, maka Allah akan mencintainya, mengampuni dosanya, dan memberikan pahala yang besar kepadanya. Salah satu macam zikir yang banyak disebutkan fadhilah dan keutamaannya adalah zikir yang berisi Tasbih dan tahmid. Maka selayaknya kita mengetahui macam-maca zikir ini, lalu menghafalkannya, dan menzikirkannya serta mengamalkan tuntutan-tuntutannya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/doa/2012/12/26/22521/keutamaan-zikir-tasbih-dan-tahmid/

0 Ternyata Menghafal Al Qur'an Mencerdaskan Otak

“Al-Quran adalah kunci kecerdasan integral” ini adalah moto yang selalu Kami ingin sebarkan kepada seluruh kaum muslimin, dengan menghafal Al-Quran maka semua potensi kecerdasan manusia akan terasah, berikut penjelasannya. Menghafal Al-Quran menguatkan hubungan dengan Allah sang pemilik ilmu Sesungguhnya semua ilmu pengetahuan adalah milik-NYA, Dialah Al Aliim. Dialah pemilik semua jawaban dan dengan kasih-NYA Ia menurunkan setetes ilmu di dunia ini agar manusia memiliki makna yang istimewa, supaya manusia memiliki perangkat untuk tampil sebagai khalifah, agar manusia dapat mengelola dengan baik (mengambil dan memelihara) semua rizki yang dikaruniakan-NYA di dunia ini. Dari semua ilmu, ulumul Quranlah yang paling utama. Dari semua kitab (buku) AlQuranlah yang paling mulia. Jika kita mempelajari Al-Quran dan berinteraksi dengannya, sejatinya kita sedang mengambil jalan kemuliaan dihadapan Allah sang pemilik ilmu. Dan karenanyalah Insya Allah sang penghafal Al-Quran akan mendapat jaminan kemudahan dari Allah SWT dalam dua bentuk, yaitu ; kemudahan mempelajari Al-Quran (QS Al-Qamar 17) dan karunia kemudahan pada ilmu-ilmu yang lain (QS Al-Mujadilah 11). “Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-Qamar 17) “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadilah 11). Andai seseorang ingin mempelajari teori quantum pada ilmu fisika. Ia harus menghabiskan waktu sebulan agar dapat memahaminya dengan baik, namun apabila ia menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk menghafal Quran, maka Allah yang rahiim sang pemilik ilmu dan kemudahan itu akan mengganti waktu dan jerih payahnya menghafal Al-Quran itu dengan cara membuka kecerdasan sang penghafal Quran, sehingga dalam waktu lebih singkat – seminggu- ia sudah berhasil memahami dengan baik teori Quantum. Inilah yang dialami oleh para tokoh Islam yang tidak hanya dikenal sebagai Ulama besar, tetapi sekaligus juga ilmuwan dari berbagai bidang. Mengherankan ada manusia yang bisa sedemikian banyak memahami berbagai bidang ilmu, misalnya Imam Ghazali adalah seorang teolog, filsuf (filsafat Islam), ahli fikih, ahli tasawuf, pakar psikologi, logika bahkan ekonom dan kosmologi. Atau Ibnu Sina seorang ulama yang sedari kecil mempelajari ilmu tafsir, Fikih, Tasawuf, tiba-tiba bisa disebut sebagai pakar kedokteran dan digelari ‘Medicorium Principal’(Rajanya ara dokter) dan buku yang ditulisnya ; Al-Qanun Fith-Thib menjadi bahan pelajaran semua dokter didunia. Faktor penting yang menjadikan mereka mampu melanglang buana keilmuan dan melintasi cabang keilmuan yang seolah (bagi mereka yang dikotomis -suka memisahkan ilmu agama dengan ilmu umum) berseberangan ini adalah karena mereka menghafal dan mempelajari Al-Quran sehingga Allah SWT sang pemilik ilmu membukakan bagi mereka pintu gerbang ilmu-ilmu lainnya. Menghafal adalah dasar dari ilmu pengetahuan Menghafal adalah dasar dari semua aktivitas otak. setelah data terparkir dengan baik, baru dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut ; misalnya identifikasi, pengklasifikasian berdasarkan kesamaan, membandingkan dan mencari perbedaan, mengkombinasikan persamaan dan atau perbedaan untuk melahirkan sesuatu yang baru, dan lain sebagainya. Misalnya abjad, seorang anak harus menghafalnya terlebih dahulu baru bisa digunakan untuk membaca dan menulis. Angka harus dihafal dahulu sebelum dipermainkan dalam bidang matematika. Setiap pasal dan ayat dalam undang-undang harus dihafal dahulu sebelum digunakan para hakim, pengacara, dan penuntut di ruang pengadilan. Menghafal adalah dasar dari semua ilmu. Tanpa materi hafalan tidak ada data yang bisa diolah, tanpa olahan data maka ilmu pengetahuan tidak akan pernah ada. Menghafal adalah tangga pertama ilmu pengetahuan, menghafal adalah langkah wajib untuk cerdas. Ada yang mengatakan bahwa menghafal akan melemahkan kemampuan analisa si anak, pernyataan ini benar, kalau si anak hanya disuruh menghafal saja tanpa melanjutkan ke proses lainnya. Menghafal adalah tahapan awal berinteraksi dengan Al-Quran, sesudah menghafal dan belajar membaca dengan benar maka harus disambung pada fase berikutnya yaitu mempelajari maknanya baik harafiah maupun penafsirannya, setelah itu mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi maupun yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, seorang muslim yang cerdas akan menggunakan ayat-ayat Al-Quran untuk menjawab semua persoalan, lalu fase terakhir adalah mengajarkannya kepada semua orang muslim. Itulah tahapan berinteraksi dengan Al-Quran yang benar. proses ini berkelanjutan tak boleh berhenti, tidak boleh hanya menghafalnya saja, atau hanya belajar membaca saja. Sumber : http://habib-nf.blogspot.com/2012/05/ternyata-menghafal-al-quran.html