Saturday, 19 May 2012

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Bag. 05 : Thalhah bin Ubaidillah ra.

id.wikipedia.org


Beliau ialah Thalhah bin Ubaidillah bin Usman bin Ka’ab bin Sa’ad, seorang sahabat Quraisy.

Merupakan salah seorang daripada 6 (enam) orang ahli majlis yang dicalonkan sebagai pengganti Khalifah Umar bin Khattab sepeninggalnya, dan juga merupakan salah seorang yang dijanjikan syurga. 

Setelah Khalifah Umar ditikam oleh Abu Lukluk, ia sempat menamakan 6 orang sahabatnya yaitu
1. Usman Bin Affan,
2. Abdul Rahman Bin Auf,
3. Ali Bin Abu Talib,
4. Thalhah Bin Ubaidillah,
5. Zubair al-Awwam dan,
6. Saad Abu Waqqas
untuk memilih salah seorang dari mereka sebagai bakal khalifah penggantinya dalam tempo 3 hari. Thalhah bin Ubaidillah juga merupakan salah seorang diantara 10 (sepuluh) sahabat-sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad SAW.

            Beliau selalu aktif di setiap peperangan kecuali Perang Badar. Beliau telah menyertai peperangan Uhud dan menyumbangkan suatu sumbangan yang besar Di dalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau.. Beliau telah melindungi Nabi s.a.w dengan dirinya sendiri dan menahan panah dari terkena baginda dengan tangannya sehingga lumpuh jari-jarinya.

Thalhah Memeluk Islam

Beliau masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra. Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy, ia memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua.
Pada suatu ketika Thalhah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya. Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, "Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?" "Ya, aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya. "Ahmad yang mana?" "Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda," sambung pendeta itu. Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah.

Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya, "Ada peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya," jawab mereka. ”Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy," gumam Thalhah lirih.

Setelah itu Thalhah langsung mencari Abu Bakar. "Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?" "Betul." Abu Bakar menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira' sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu Abu Bakar mengajak Thalhah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Pengorbanan Thalhah kepada Rasulullah

Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar RA selalu teringat pada Thalhah. Ia berkata, "Perang Uhud adalah harinya Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah SAW. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: "Lihatlah saudaramu ini." Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari (70) tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya putus."

Diceritakan ketika tentara Muslim terdesak mundur dan Rasulullah SAW dalam bahaya akibat ketidakdisiplinan pemanah-pemanah dalam menjaga pos-pos di bukit, di saat itu pasukan musyrikin bagai kesetanan merangsek maju untuk melumat tentara muslim dan Rasulullah SAW, terbayang di pikiran mereka kekalahan yang amat memalukan di perang Badar. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar dan berniat akan membunuh dan memotong-motong dengan sadis. Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah SAW. Dengan pedang-pedangnya yang tajam dan mengkilat, mereka terus mencari Rasulullah SAW. Tetapi kaum muslimin dengan sekuat tenaga melindungi Rasulullah SAW, melindungi dengan tubuhnya dengan daya upaya, mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah. Tombak dan panah menghunjam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati mereka berucap dengan teguh, "Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau, ya Rasulullah". Salah satu diantara mujahid yang melindungi Nabi SAW adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya berdarah. Dipeluknya Beliau dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilinginya bagai laron yang tidak memperdulikan maut. Alhamdulillah, Rasulullah selamat.

Thalhah memang merupakan salah satu pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban demi membela Nabi SAW. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena ALLAH menganugrahkan kepada dirinya tubuh kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada agama ALLAH. Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah SAW telah tewas. Alhamdulillah, Rasulullah selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Baginda dipapah oleh Thalhah menaiki bukit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah, seraya berkata, "Aku tebus engkau Ya Rasulullah dengan ayah ibuku." Nabi SAW tersenyum dan berkata, " Engkau adalah Thalhah kebajikan." Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, " Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh ...." Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga. Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan "Burung elang hari Uhud."

Keteladanan Thalhah Bin Ubaidillah

1. Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia

            Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan orang-orang sesukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah, yaitu ibu Thalhah, Ash-Sha'bah binti Al-Hadramy. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar dan Thalhah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar dan Thalhah digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.

2. Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.

Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup. Julukan ini diperolehnya dalam perang Uhud. Saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum Musyrikin. "Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah. "Tidak, jangan engkau, kau harus berada di tempatmu." "Aku wahai Rasulullah," kata seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan. Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendirian bersama Rasulullah, saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah, "Sekarang engkau, wahai Thalhah." Dan majulah Thalhah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas. Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, Thalhah dalam keadaan pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 70 luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah. Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan Rasulullah. "Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah," sabda Rasulullah. Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, maka beliau selalu menyahut, "Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya. Hingga akhir hayatnya, perjuangan sahabat mulia itu tak kenal henti. Sebuah sejarah besar diukir, sejarah itu bernama Thalhah bin Ubaidillah."

3. . Thalhah Al-Jaud wal Fayyadh - Pribadi yang Pemurah dan Dermawan

Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah merupakan salah seorang dari (8) delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu orang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da binti Auf. Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah mejawab, " Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?" Maka istrinya berkata, "Uang yang ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir-miskin." Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun. Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang,sandang dan pangannya." Jaabir bin Abdullah bertutur, " Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta. Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah si dermawan", "Thalhah si pengalir harta", " Thalhah kebaikan dan kebajikan".

4. Thalhah Al-Khair – Thalhah yang baik

Thalhah adalah pedagang besar. Pada suatu sore hari dia mendapat untung dari Hadhramaut kira-kira 700 000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah dan risau. Maka ditanya oleh istrerinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar Shiddiq, Mengapa Anda gelisah, hai Abu Muhammad, Apa kesalahan kami sehingga Anda gelisah?Jawab Thalhah, Tidak! Engkau adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.? Jawab isterinya, Ummu Kalthum, Mengapa Anda begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum Anda banyak yang membutuhkan pertolongan Anda. Besok pagi bagi-bagikan wang itu kepada mereka.? Kata Thalhah, Rahimakillah. (Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang yang selalu diberi taufiq oleh Allah.? Pagi-pagi, dimasukkannya wang itu ke dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

            Diceritakanya pula, seorang laki-laki pernah datang kepada Thalhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Thalhah tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, Aku mempunyai sebidang tanah pemberian Utsman bin 'Affan kepadaku, seharga tiga ratus ribu. Jika engkau suka, ambilah tanah itu, atau aku beli kepadamu tiga ratus ribu dirham.? Kata orang itu, Biarlah aku terima uangnya saja.? Thalhah memberikan kepadanya uang sejumlah tiga ratus ribu.


Salah seorang sahabat Nabi Muhammad bernama Thalhah bin Ubaidillah. Beliau terkenal sebagai seorang yang sangat pemurah. Pada suatu masa beliau berhutang lima puluh ribu dirham daripada sahabat karib Nabi Muhammad yg bernama Utsman bin Affan. Buat beberapa lama beliau belum dapat membayar hutangnya itu. Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah bersama dengan Utsman bin Affan yg sedang berjalan menuju ke Masjid besar Madinah. "Tuan Utsman."kata Thalhah bin Ubaidillah, "sekarang saya sudah mempunyai cukup uang untuk membayar hutang saya." "Saya hadiahkan uang itu kepada saudara, sebab saudara selalu berhutang bagi menanggung keperluan orang-orang lain," Jawab Utsman bin Affan.

Wafatnya Thalhah

Talhah bin Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 36 Hijrah bersamaan 656 Masehi. Thalhah wafat pada usia 60 (enam puluh) tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra. Beliau meninggal dunia terkena panah pada peperangan Jamal. Sewaktu terjadi pertempuran "Aljamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali Ra dan Ali Ra memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam ia wafat.

Tidak ada kegembiraan paling diharapkan sahabat Rasulullah SAW, melebihi kedudukan yang disandangkan Baginda kepada Thalhah bin Ubaidillah yang tidak hairanlah hatinya tenteram mendengar kata-kata itu. Dialah insan yang akan hidup dan mati termasuk salah seorang mereka yang menepati benar apa dijanjikan Allah, dan dia tidak terkena fitnah dan tidak mendapat kesukaran.

Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi maka lihatlah Thalhah. Hal itu juga dikatakan ALLAH dalam firmanNya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada ALLAH, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23)


Wednesday, 16 May 2012

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bag. 04 : 'Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu.

sengketahati.blogspot.com


Khalifah keempat (terakhir) dari al-Khulafa’ ar-Rasyidun (empat khalifah besar); orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak; sepupu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Talib bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abd Manaf, adalah kakak kandung ayah Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, Abdullah bin Abdul Muttalib. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.


Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam pernah diasuh oleh yahnya. ada waktu Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam diangkat menjadi rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Sejak itu ia
selalu bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, taat kepadanya, dan banyak menyaksikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menerima wahyu. Sebagai anak asuh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, ia banyak menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun segala persoalan keagamaan secara teoretis dan praktis.

Sewaktu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar as-Siddiq, Ali diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan tidur di tempat tidurnya. Ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Kuraisy, supaya mereka menyangka bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam masih berada di rumahnya. Ketika itu kaum quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Ali juga ditugaskan untuk mengembalikan sejumlah barang
titipan kepada pemilik masing-masing. Ali mampu melaksanakan tugas yang penuh resiko itu dengan sebaik-baiknya tanpa sedikit pun merasa takut. Dengan cara itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan Abu Bakar selamat meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui oleh kaum Kuraisy.
Setelah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan Abu Bakar telah sampai ke Madinah, Ali pun menyusul ke sana. Di Madinah, ia dikawinkan dengan Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, yang ketika itu (2 H) berusia 15 tahun. Ali menikah dengan 9 wanita dan mempunyai 19 orang putra-putri. Fatimah adalah istri pertama. Dari Fatimah, Ali mendapat dua putra dan dua putri, yaitu Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu Kulsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin Khattab. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah lagi berturut-turut dengan:

Ummu Bamin binti Huzam dari Bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra, yaitu Abbas, Ja’far, Abdullah, dan Usman. Laila binti Mas’ud at-Tamimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Abdullah dan
Abu Bakar. Asma binti Umair al-Kuimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Yahya dan Muhammad.
As-Sahba binti Rabi’ah dari Bani Jasym bin Bakar, seorang janda dari Bani Taglab, yang melahirkan dua nak, Umar dan Ruqayyah; Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, yang melahirkan satu anak, yaitu Muhammad. Khanlah binti Ja’far al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu Muhammad (al-Hanafiah). Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu al-Husain dan Ramlah. Mahyah binti Imri’ al-Qais al-Kalbiah, yang melahirkan seorang anak bernama Jariah.
Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan kepada dirinya, melainkanj uga kepada putra-putrinya.
Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya
menggetarkan hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam) bernama “Zul Faqar”. Ia turut-serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam dan selalu menjadi andalan pada barisan terdepan.
Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam, sebagaimana tergambar dari sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, “Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya.” Karena itu, nasihat dan fatwanya selalu didengar para khalifah sebelumnya. Ia selalu ditempatkan pada jabatan kadi atau mufti. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus pemakamannya, sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal pengganti Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pengganti Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam dalam mengurus negara dan umat Islam, Ali tidak segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya beberapa bulan kemudian.
Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali termasuk salah seorang yang ditunjuk menjadi anggota Majlis asy-Syura, suatu forum yang membicarakan soal penggantian khalifah. Forum ini beranggotakan enam orang. Kelima orang lainnya adalah Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’d bin Abi Waqqas, dan Abdur Rahman bin Auf. Hasil musyawarah menentukan Usman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab.

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Ali banyak mengeritik kebijaksanaannya yang dinilai terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya (nepotisme). Ali menasihatinya agar bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan penyelewengan dengan mengatasnamakan dirinya. Namun, semua nasihat itu tidak diindahkannya. Akibatnya, terjadilah suatu peristiwa berdarah yang berakhir
dengan terbunuhnya Usman.
Kritik Ali terhadap Usman antara lain menyangkut Ubaidillah bin Umar, yang menurut Ali harus dihukum hadd (beberapa jenis hukuman dalam fikih) sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya terhadap Hurmuzan. Usman juga dinilai keliru ketika ia tidak melaksanakan hukuman cambuk terhadap Walib bin Uqbah yang kedapatan mabuk. Cara Usman memberi hukuman kepada Abu Zarrah juga tidak disetujui Ali.
Usman meminta bantuan kepada Ali ketika ia sudah dalam keadaan terdesak akibat protes dan huru-hara yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak setuju kepadanya. Sebenarnya, ketika rumah Usman dikepung oleh kaum pemberontak, Ali memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husein, untuk membela Usman. Akan tetapi karena pemberontak berjumlah besar dan sudah kalap, Usman tidak dapat diselamatkan.

Segera setelah terbunuhnya Usman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut menduduki kursi khalifah setelah Usman. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali berkata, “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah
perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para pejuang Perang Badr.”

Dalam suasana yang masih kacau, akhirnya Ali dibaiat. Pembaiatan dimulai oleh sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’d bin Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak. Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25 Zulhijah 33 di Masjid Madinah seperti
pembaiatan para khalifah pendahulunya. Segera setelah dibaiat, Ali mengambil langkah-langkah politik, yaitu:
Memecat para pejabat yang diangkat Usman, termasuk di dalamnya beberapa
gubernur, dan menunjuk penggantinya. Mengambil tanah yang telah dibagikan Usman kepada keluarga dan kaum kerabatnya tanpa alasan kedudukan sebagai khalifah sampai terbunuh pada tahun 661.

Pemberontakan ketiga datang dari Aliran Khawarij, yang semula merupakan bagian dari pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Mu’awiyah, tetapi kemudian keluar dari barisan Ali karena tidak setuju atas sikap Ali yang menerima tawaran berdamai dari pihak Mu’awiyah. Karena mereka keluar dari barisan Ali, mereka disebut “Khawarij” (orang-orang yang keluar). Jumlah mereka ribuan orang. Dalam keyakinan mereka, Ali adalah amirulmukminin dan mereka yang setuju untuk bertahkim telah melanggar ajaran agama. Menurut mereka, hanya Tuhan yang berhak menentukan hukum, bukan manusia. Oleh sebab itu, semboyan mereka adalah Id hukma ilia bi Allah (tidak ada hukum kecuali bagi Allah). Ali dan sebagian pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan. Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah. Mereka mengangkat pemimpin sendiri, yaitu Syibis bin Rub’it at-Tamimi sebagai panglima angkatan perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan. Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur Ali dan orang-orang yang menyetujui tahkim, termasuk di dalamnya Mu’awiyah, Amr bin As, dan Abu Musa al-Asy’ari. Kegagalan Ali dalam tahkim menambah semangat mereka untuk mewujudkan maksud mereka.
Posisi Ali menjadi serba sulit. Di satu pihak, ia ingin menghancurkan Mu’awiyah yang semakin kuat di Syam; di pihak lain, kekuatan Khawarij akan menjadi sangat berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya Ali mengambil keputusan untuk menumpas kekuatan Khawarij terlebih dahulu, baru kemudian menyerang Syam. Tetapi tercurahnya perhatian Ali untuk menghancurkan kelompok Khawarij dimanfaatkan Mu’awiyah untuk merebut Mesir.

Pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Khawarij terjadi di Nahrawan (di sebelah timur Baghdad) pada tahun 658, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Ali. Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan, hanya sebagian kecil yang dapat meloloskan diri. Pemimpin mereka, Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi, ikut terbunuh.

Sejak itu, kaum Khawarij menjadi lebih radikal. Kekalahan di Nahrawan menumbuhkan dendam di hati mereka. Secara diam-diam kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali, Mu’awiyah, dan Amr bin As. Pembunuhnya ditetapkan tiga orang, yaitu: Abdur Rahman bin Muljam ditugaskan membunuh Ali di Kufah, Barak bin Abdillah at-Tamimi ditugaskan membunuh Mu’awiyah di Syam, dan Amr bin Bakar at-Tamimi ditugaskan pembunuh Amr bin As di Mesir. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil menunaikan tugasnya. Ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan salat subuh di Masjid Kufah. Ali mengembuskan napas terakhir setelah memegang tampuk pimpinan sebagai khalifah selama lebih-kurang 4 tahun.
–ooOoo–

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bag. 03 : 'Utsman Bin 'Affan Radhiyallahu 'Anhu.

Ilustrasi, kota-islam.blogspot.com


Biografi singkat kisah Ustman bin Affan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Utsman bin Affan lahir pada tahun 574 – 656 M atau  12 Dzulhijjah 35 H. beliau diperkirakan berumur 81–82 tahun. Ustman bin affan adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3 yang sangat pemalu. Beliau juga merupakan seorang yang saudagar kaya dan dermawan. Selain itu beliau juga berjasa dalam hal membukukan kitab suci Al-Qur'an.

Utsman bin Affan adalah khalifah Khulafaur Rasyidin yang ketiga dan memerintah dari tahun 644 hingga 656. Saat beliau berumur 69–70 tahun dan memerintah selama 11–12 tahun. Ia banyak memberikan bantuan ekonomi kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum sehingga mendapat julukan sebagai Dzunnurain yang artinya memiliki dua cahaya.

Profil Utsman bin Affan

Lahir : Tahun 574 Masehi
Golongan : Bani Umayyah
Ibu :  Arwa binti Kuriz bin Rabiah
Masuk Islam : Atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Wafat : Jumat 18 Dzulhijjah 35 H / 17 Juli 656 M
Makam : Kuburan Baqi Madinah

Utsman bin Affan di Mata Rasulullah SAW

Di mata Rasulullah SAW Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”

Sejarah Singkat Perjalanan Utsman bin Affan Hijrah Bersama Rasulullah SAW

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah SAW ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad SAW untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah SAW memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Pengangkatan Sebagai Khalifa

Wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua membuat posisi khalifa saat itu kosong sehingga perlu diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu :

1. Ali bin Abi Thalib
2. Utsman bin Affan
3. Abdul Rahman bin Auf
4. Sa’ad bin Abi Waqas
5. Zubair bin Awwam
6. Thalhah bin Ubaidillah

Namun Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.

Pada saat menjadi khalifah ia melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.

Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.

Wafat

Khalifah Utsman wafat karena dibunuh oleh para pemberontak. Saat itu beliau dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ultimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. 

Hal ini persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah SAW perihal kematian Utsman yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H.

0 Seri Biografi Shahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bag. 02 : 'UMAR BIN AL-KHATHTHAB

kota-islam.blogspot.com

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.

Awal Keislamanya.

Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:

Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:” Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.

Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.

Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.

Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.
Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.

Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.

Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.

Keberaniannya

Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi kecuali Umar bi al-Khaththab melakukan dengan terang terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.

Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khaththab Radhiyallahu’Anhu.

Wafatnya

Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.


Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa’ad, Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin Imam Suyuthi

0 SERI BIOGRAFI SHAHABAT NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM BAG. 01 : ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RADHIYALLAHU 'ANHU.

www.soffah.net

Nama lengkap beliau adalah Abdulah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar adalah shahabat Rasulullah – shalallahu`alaihi was salam – yang telah menemani Rasulullah sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar memiliki julukan “ash-Shiddiq” dan “Atiq”.

Ada yang berkata bahwa Abu Bakar dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu Bakar langsung membenarkan.

Allah telah mempersaksikan persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar dalam Al-Qur`an, yaitu dalam firman-Nya : 


“…sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’. (QS at-Taubah : 40)

`Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan : “Abu Bakar-lah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.

Allah juga berfirman : “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (az-Zumar : 33)

Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar :”Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran adalah Rasulullah, sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar. Masih adakah keistimeaan yang melebihi keistimeaannya di tengah-tengah para Shahabat?”

Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil : “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling engkau cintai?” beliau bersabda :”Aisyah” aku berkata : “kalau dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” aku berkata : “lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah duduk di mimbar, lalu bersabda :”Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya” lalu Abu bakar menangis dan menangis, lalu berkata :”ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu” Abu Sa`id berkata : “yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu diantara kami” Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih terbuka).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin). (HR. Bukhari)

Masa Kekhalifahan

Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu`anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)

Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”

Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”

Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)

Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka. 

Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”

Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah
dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut. 


Wafatnya

Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Sumber :

-Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir. - Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah -Al-Kabaa`ir karya Adz-Dzahabi.