Tuesday 12 February 2013

0 Kekejaman Dewan Inkuisisi Gereja Spanyol

Ada tujuh belas pengadilan Inkuisisi di Spanyol dan masing-masing membakar rata-rata 10 pelaku bid'ah (dalam Katolik) setahun serta menyiksa dan memotong kaki atau tangan ribuan orang lainnya yang hampir tidak bisa pulih dari luka-lukanya. Selama masa Inkuisisi di Spanyol diperkirakan ada sekitar 32.000 orang, yang kesalahannya tidak lebih dari tidak sepaham dengan doktrin Paus, atau yang telah dituduh melakukan kejahatan takhayul, yang disiksa di luar imajinasi kemudian dibakar hidup-hidup. Sebagai tambahan, jumlah orang yang dibakar atau dihukum untuk menebus dosa, yang biasanya berarti pengasingan, penyitaan seluruh harta benda, hukuman fisik sampai pencucuran darah dan perusakan total segala sesuatu dalam hidup mereka, berjumlah total 339.000. Namun, tidak ada catatan tentang berapa banyak orang yang mati di tahanan bawah tanah karena disiksa; karena dikurung di lubang yang kotor, penuh penyakit, yang penuh tikus, dan kutu; karena tubuh yang hancur atau hati yang hancur. Jumlah mereka diperkirakan jauh lebih banyak. Lembaga Dewan Inkuisisi mulai diperkenalkan di Spanyol pada tahun 1478. Ketika itu Alonso de Hojeda, seorang pendeta Dominican, berhasil meyakinkan Ratu Isabella bahwa di wilayah kekuasaannya ada sebagian conversos (orang-orang yang pindah agama) dari kalangan Yahudi yang diam-diam tetap memelihara keyakinan dan tradisi Yahudi mereka. Mereka ini belakangan dikenal sebagai crypto-jews atau marranos. Pada tahun 1479 karena desakan penguasa Gereja Katolik di Spanyol, Ferdinand II dari Aragon, dan Isabella I dari Castile, Paus Sixtus IV membentuk Inkuisisi Spanyol yang independen yang dipimpin oleh dewan tinggi dan pelaksana Inkuisisi Agung. Dewan inkuisisi kemudian dibentuk secara terbatas di Seville dan Cordova. Dan sebagai hasilnya, enam orang pelaku bid’ah dibakar hidup-hidup di Seville pada awal tahun 1981. Sejak itu, dewan-dewan inkuisisi semakin hidup dan berkembang di wilayah-wilayah Castile, walaupun masih harus menunggu beberapa tahun sebelum diterapkan juga di wilayah Aragon. Pada 1487, Paus Innocentius VIII menunjuk pendeta Dominikan Spanyol, Tomas de Torquemada, sebagai pelaksana Inkuisisi Agung. Di bawah kekuasaannya, ribuan orang Protestan, Yahudi, Muslim, penyihir yang dicurigai, dan orang-orang lainnya terbunuh dan disiksa. Nama Torquemada menjadi sinonim dengan kekejaman, kefanatikan, sikap tidak toleran, dan kebencian. Ia adalah orang yang paling ditakuti di Spanyol. Selama pemerintahan terornya dari tahun 1487 sampai tahun 149l, ia secara pribadi memerintahkan lebih dari 2.000 orang untuk dibakar di tiang. Ini berarti 181 orang setahun, sementara pengadilan Spanyol rata-rata hanya membakar 10 orang setahun. Dengan dukungan penguasa Gereja Roma, pelaksana awal Inkuisisi Spanyol begitu sadis dalam cara penyiksaan dan teror mereka sehingga Paus Sixtus IV merasa ngeri mendengar laporan mereka, tetapi tidak mampu mengurangi kengerian yang telah dilepaskan di Spanyol. Ketika Torquemada dijadikan pe1aksana Inkuisisi Agung, akibatnya lebih parah dan ia melakukan Inkuisisi seolah-olah ia adalah dewa di Spanyol. Apa pun yang bisa ia kelompokkan sebagai pe1anggaran rohani diberi perhatian oleh pe1aksana Inkuisisi. Inkuisisi yang kejam di Spanyol belum mengenal kekejaman yang sebenarnya sampai Torquemada menjadi pemimpinnya. Pada 1492, Dewan Inkuisisi digunakan untuk mengusir semua orang Yahudi dan Muslim dari Spanyol atau untuk memaksakan kaum Muslim dan Yahudi untuk di-kristen-kan. Dengan desakan Torquemada, Ferdinand dan Isabella mengusir lebih dari 160.000 orang Yahudi yang tidak mau menjadi Katolik. Kaum Muslimin dipaksa masuk Kristen (Katolik), atau terpaksa hijrah keluar dari Spanyol. Mereka memberontak, tapi pada akhirnya dikalahkan. Banyak dari orang-orang Islam ini akhirnya setuju untuk dibaptis. Hanya saja mereka tetap mempertahankan tradisi Arab-Muslim mereka, dan sebagian lainnya tetap menjalankan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi. Orang-orang ini dikenal sebagai Moriscos. Mereka inilah yang kemudian menjadi sasaran utama Dewan Inkuisisi Spanyol.
Kaum Moriscos terus mendapat tekanan dan siksaan. Mereka kembali memberontak, namun pada akhirnya tetap kalah. Pada tahun 1609 mereka dipaksa keluar secara masif dari Spanyol. Jumlah mereka mencapai 300.000 orang. Sejak saat itu, sejarah Moriscos di Spanyol boleh dikatakan sudah habis. Namun bagaimanapun, Inkuisisi masih terus berjalan hingga abad 19, bahkan abad 20, dengan orang-orang Kristen sendiri sebagai korbannya. Dari tujuan politis, Dewan Inkuisisi juga melakukan penyelidikan yang kejam di antara penduduk baru dan orang-orang Indian di koloni Spanyol di Amerika. Meskipun akhirnya ada penurunan dalam kekejamannya, Inkuisisi masih tetap bekerja dalam satu bentuk atau bentuk lainnya sampai awal abad ke-19 pada tahun 1834 di Spanyol, dan 1821 di Portugal - yaitu saat kelompok ini diganti namanya, tetapi tidak dihapuskan. Pada 1908, Dewan Inkuisisi direorganisir di bawah nama Congregation if the Holy Office dan didefinisikan ulang selama Konsili Vatikan II oleh Paus Paulus VI sebagai Congregation of the Doctrine if the Faith. Pada saat ini dikatakan, kelompok ini memiliki tugas yang lebih positif, yaitu memajukan doktrin yang benar daripada sekadar "menyensor" bid'ah. Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun 1808, seorang komandan pasukannya, Kolonel Lehmanowski, melaporkan bahwa pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid. Ketika pasukan Lehmanowski memaksa masuk, para inquisitors itu tidak mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi, setelah digeledah, pasukan Lehmanowski menemukan tempat-tempat penyiksaan di ruang bawah tanah. Tempat-tempat itu penuh dengan tawanan, semuanya dalam keadaan telanjang, dan beberapa diantaranya gila. Pasukan Prancis yang sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai merasa muak dengan pemandangan seperti itu. Mereka lalu mengosongkan ruang-ruang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakkan biara tersebut (Peter de Rosa, Vicars of Christ: The Dark Side of the Papacy, hal. 239). Henry Charles Lea, seorang sejarawan Amerika, menulis kejahatan Dewan Inkuisisi di Spanyol dalam empat volume bukunya: A History of The Inquisition of Spain (New York: AMS Press Inc., 1988). Dalam bukunya ini, Lea membantah bahwa Gereja tidak dapat dipersalahkan dalam kasus Inkuisisi, seperti yang dikatakan oleh seorang tokoh Kristen, Father Gam, yang menyatakan: "The inquisition is an institution for which the Church has no responsibility." Ini adalah salah satu bentuk apologi di kalangan pemimpin Kristen Katolik Roma. Lea menunjuk bukti sebagai contoh bahwa dalam kasus bentuk hukuman terhadap korban inkuisisi, otoritas gereja mengabaikan pendapat bahwa menghukum kaum "heretics" (kaum yang dicap menyimpang dari doktrin resmi gereja) dengan membakar hidup-hidup adalah bertentangan dengan semangat Kristus yang selama ini didengung-dengungkan sebagai penebar kasih. Tapi, sikap gereja ketika itu justru menyatakan sebaliknya, bahwa membakar hidup-hidup kaum heretics adalah suatu tindakan yang mulia. Proses interogasi dan eksekusi hukuman pada inkuisisi sangat berbeda dengan proses pada pengadilan modern. Penyiksaan pada Inkusisi memang diizinkan dengan tujuan mendapatkan kebenaran dari si tertuduh. Kekejaman yang terjadi pada Dewan Inkuisisi Spanyol ini menurut Alwi Alatas jelas berbeda dengan konsep Qishah di dalam Islam. Menurut kandidat Doktor bidang sejarah di Universitas Islam Antarabangsa, Malaysia itu setidaknya dalam tiga hal mendasar. Pertama, Dewan Inkuisisi secara aktif mencari dan menghukum pelaku penyimpangan, bahkan seringkali cenderung ’mencari-cari’ kesalahan. Sementara Qishah yang diterapkan Nabi SAW, beliau tidak mau mencari-cari kesalahan orang, bahkan cenderung enggan untuk langsung menghukum ketika ada yang mengakui kesalahannya (seperti pada kasus pezina yang datang pada Nabi dan melaporkan kesalahan dirinya). Kedua, pada Islam tidak ada proses penyiksaan untuk memaksa tertuduh mengaku. Ketiga, menurut Islam ketika seorang terbukti bersalah dan dihukum di depan umum, maka kebaikannya bukan hanya bagi masyarakat umum, tapi juga bagi si tersalah, karena itu merupakan bentuk taubatnya dan akan menghindarkannya dari hukuman di akhirat. Inkuisisi Spanyol berlangsung selama empat abad lebih dan menelan banyak korban. Keinginan gereja dan masyarakat Katolik di sana untuk memurnikan darah (limpieza de sangre) masyarakatnya telah menyebabkan wajah peradabannya yang dulunya toleran dan damai menjadi berdarah-darah dan jauh dari kasih. Disusun oleh Tim Redaktur Muslimdaily.net Sumber : http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/kekejaman-dewan-inkuisisi-gereja-spanyol.html

Related Post:

0 Komentar:

Post a Comment