Saturday 22 December 2012

0 Meluruskan Gus Sholah yang Bolehkan Ucapkan Selamat Natal

Oleh: Ust. Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kita kepada keimanan. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para shabatnya. Pernyataan nyeleneh datang lagi dari keluarga besar mendiang Gusdur. Sholahuddin Wahid yang lebih akrab dipanggil Gus Sholah - Adik Gus Dur yang kini mengelola Pondok Pesantren Tebuireng- mengatakan, umat Islam sah-sah saja mengucapkan Natal kepada umat Kristiani. Pasalnya, tidak ada dasar yang melarang Muslim mengucapkan natal. "Mengucapkan Natal adalah bentuk ungkapan saling menghormati antarpemeluk agama," kata Gus Sholah kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (20/12/2012). Menurutnya, saling mengucapkan selamat itu bagian kehidupan sosial dan tak masuk dalam ranah ritual peribadatan. "Itu masalah muamalah (hubungan antar manusia)," katanya. Gus Sholah melakukan pembenaran terhadap kesimpulannya yang berlawanan dengan fatwa para ulama lainnya dengan alasan, "Aspek sosial tidak pernah melarang Muslim mengucapkan Natal. Saya sendiri juga mengucapkan Natal." (Kompas.com, , Kamis, 20/12/2012). Padahal kebenaran tidak diukur dengan Gus Sholah, tapi Gus Sholah yang diukur dengan kebenaran. Jika tidak sesuai dengannya maka berarti ia salah. Jika diperhatikan, ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani menunjukkan tidak adanya pengingkaran terhadap keyakinan batil mereka. Di dalam ucapan ini juga terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridha terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridha kekufuran itu bagi dirinya. Silahkan baca tulisan kami sebelumnya: Inilah Alasan Haramnya Mengucapkan Selamat Natal. Selanjutkan kami akan berikan tambahan bantahan dan pelurusan terhadap pernyataannya yang nyeleneh tersebut yang bukan hanya bagian kehidupan sosial dan masalah muamalah (hubungan antar manusia). Prinsip Akidah Islam Dalam Surat Al-Ikhlas Mayoritas kaum muslimin pastinya hafal surat Al-Ikhlas, pastinya juga Cendekiawan Muslim Sholahuddin Wahid. Karena suratnya sangat pendek dan sedikit. Namun di dalamnya terkandung fadhilah/keutamaan yang luar biasa. Yaitu menyamai sepertiga Al-Qur'an sebagaimana yang tercantum dalam Shahihain. Maksudnya, pahala membaca surat al-Ikhlas adalah seperti membaca sepertiga Al-Qur'an. Kenapa demikian? Karena Al-Qur'an berisi tiga bagian: Sepertiganya membicarakan hukum, sepertiga kedua tentang janji dan ancaman, dan sepertiga terakhir menjelaskan tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Sementara surat Al-Ikhlas mengumpulkan bagian seperti terahir. (Lihat: Majmu' al-Fatawa, Ibnu Taimiyah: 17/103) Surat al-Ikhlas juga menjadi bagian Al-Qur'an yang rutin dizikirkan sesudah shalat. Bahkan sesudah shalat Shubuh dan Maghrib dibaca tiga kali. Karena inilah wajar sekali kalau setiap muslim menghafalnya. Bahkan tidak sedikit murid-murid TK yang sudah menghafalnya. Surat Al-Ikhlas mengandung prinsip-prinsip pokok dalam akidah Islam. Di mana setiap muslim wajib meyakininya, dan tak boleh ia jahil terhadapnya. Yaitu, bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa. Tidak ada Tuhan yang sesungguhnya (haq) kecuali hanya Dia semata. Dia tidak beranak dan Tidak diperanakkan. Dan tak ada seorangpun yang sebanding/setara dengan Dia. Siapapun yang tidak memiliki keyakinan semacam ini, atau ragu dengannya maka dia keluar dari Islam (menjadi kafir). Seperti orang yang meyakini bahwa Nabi Isa (Jesus,-dalam Istilah Kristen) adalah anak Allah, satu dari tiga oknum tuhan, atau Allah itu sendiri. Allah Ta'ala berfirman, لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun." (QS. Al-Maidah: 72) لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ "Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga"." (QS. Al-Maidah: 73) Al-Qur'an menyebutkan tentang dialog antara Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Nabi Isa 'Alaihis Salam tentang pengklaiman umatnya, ia sebagai anak Allah. "Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?" Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)-nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu." (QS. Al-Maidah: 116-117) Allah sangat murka dengan tuduhan bahwa ia menjadikan anak untuk-Nya. Bahkan langitpun hampir pecah, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh karena ucapan yang munkar ini. وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا "Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh. Karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam: 88-95) Karenanya seorang muslim wajib memiliki sikap tegas dan jelas kepada mereka yang menuduh Allah punya anak. Ia berbara' (berlepas diri) dari mereka atas keyakinan batil ini. Karena keyakinan ini sangat-sangat menyakiti Allah Ta'ala dan membuat Dia murka. Disebutkan dalam sebuah hadits Shahih, "Tak seorangpun yang lebih sabar daripada Allah saat mendengar sesuatu yang menyakitinya. Mereka membuat anak untuk Allah, padahal Allah-lah yang memberi mereka rizki dan kesehatan kepada mereka." (HR. al-Bukhari) Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Allah menyebut tindakan mengklaim Allah punya anak sebagai tindakan mencela Allah. Karena, jika Allah memiliki anak berarti Allah butuh kepada selain-Nya dan pastinya ada Tuhan selain Diri-Nya karena seorang anak itu pasti mewarisi sifat dari orang tuanya. Sikap tegas ini telah Allah perintahkan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan umatnya, yaitu agar mengajak mereka keluar dari keyakinan batil ini, lalu menuhankan Allah semata. قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ "Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"." (QS. Ali Imran: 64) Namun sayang, apa yang diserukan Gus Sholah tidak sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an untuk memperingatkan umat Nasrani akan keyakinan sesat mereka dan mengajak mereka untuk kembali kepada kayakinan yang lurus. Tapi sebaliknya, ia malah menunjukkan persetujuannya terhadap keyakinan batil tersebut dengan mengucapkan selamat Natal. Yang menunjukkan pengakuan atas syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridha terhadapnya. Sehingga tidak mungkin dengan sikap ini, umat nasrani meninggalkan kekufuran dan kesesatan yang mereka berada di atasnya. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/counter/liberalism/2012/12/21/22455/meluruskan-gus-sholah-yang-bolehkan-ucapkan-selamat-natal/

0 Hukum Berjualan Baju dan Furniture di Musim Natal dan Tahun Baru

Assalam ‘alaikum . . Pada musim Natal dan tahun baru seperti sekarang ini, penjualan baju-baju dan perabot rumah tangga mengalami peningkatan. Padahal musim-musim ini adalah musim perayaan agama orang kafir. Bolehkah kami (penjual Muslim) ikut memanen rezeki di musim ini? Anas Suprianto-Bekasi Wa’alaikum salam . . . Oleh: Badrul Tamam Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Kehidupan kita di negeri mayoritas muslim yang tidak diatur menggunakan syariat Islam, banyak realitas yang bertentangan dengan idealisme ke-Islaman. Salah satunya, dalam menyikapi perayaan hari besar orang kafir. Banyak kaum muslimin merasa tidak bisa berkutik untuk tidak mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, khususnya para pejabat publik. Padahal mengucapkan selamat atas perayaan agama orang kafir, secara tidak langsung, mendukung dan membuat bangga mereka dengan agama kafir mereka. (Lebih lanjut silahkan baca beberapa tulisan kami sebelumnya:Perayaan Natal dan Tahun Baru Adalah Syi'ar Agama Kafir, Hukum Mengucapkan dan Menjawab Selamat Natal, Nasihat Kepada Setiap Muslim yang Ikut Mengamankan Perayaan Natal) Pada dasarnya, orang kafir yang hidup di negeri Islam -yang diterapkan syariat Islam di dalamnya- dan tunduk terhadap aturannya, maka wajib dilindungi. Tidak boleh menzalimi dan mengganggu mereka. Bermua’malah yang baik dengan mereka dibolehkan. Bahkan, Al-Qur’an secara tegas membolehkan untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman, لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8) abi shallallahu 'alaihi wasallam sangat tegas mengharamkan tindakan zalim terhadap kafir mu’ahid dari kalangan ahli dzimmah dan lainnya. Beliau bersabda, أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوْ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Ingatlah! Barangsiapa berlaku zhalim terhadap kafir Mu’ahid, mengurangi haknya, membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil harta mereka tanpa keridhaan mereka, maka akulah nantinya yang akan sebagai hujah mematahkan orang semacam itu.” (HR. Abu Daud dan al-Baihaqi dalam Sunan Kubra. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). مَنْ قَتَلَ مُعَاهِدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا “Siapa yang membunuh kafir mu’ahid ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. al-Bukhari) Namun, terhadap masalah yang berkaitan dengan akidah dan keagamaan, seorang muslim diharamkan mendukung dan membantu terhadap keyakinan kufur mereka. Di antaranya mendukung dan memeriahkan hari raya agama mereka yang berisi kekufuran dan kesyirikan. Tidak boleh bertasyabbuh (menyerupai) mereka pada hal-hal yang menjadi ciri khas mereka, misalnya memakai baju sinterklas, memasang lampu warna-warni pada hari raya mereka, dan semisalnya. Jual-beli Baju dan Perabot Rumah Tangga Pada Musim Natal dan Tahun Baru Pada dasarnya, jual beli baju, meja-kursi, perkakas rumah tangga lainnya pada musim perayaan agama non-Islam seperti Natal dan tahun baru, tidak apa-apa. Yang tidak diperbolehkan adalah menjual barang-barang yang mendukung perayaan hari raya berupa simbol-simbol kekufuran dan bertasyabbuh dengan orang kafir dalam hari raya mereka. Karenanya, bagi seorang muslim diperbolehkan membuka tokonya pada musim-musin hari raya orang kafir, di antaranya musim Natal dengan dua syarat: Pertama, tidak menjual perangkat yang digunakan oleh orang kafir untuk bermaksiat atau yang digunakan untuk merayakan hari besar mereka. Kedua, agar tidak menjual barang-barang kepada kaum muslimin yang akan mereka gunakan untuk menyerupai kaum kuffar pada hari raya tersebut, seperti terompet, baju sinterklas, dan semisalnya. Sedangkan menjual atau membeli perangkat atau perabot rumah tangga yang digunakan secara umum dan tidak menjadi simbol keagamaan mereka, maka tidak mengapa, walaupun pada musim perayaan hari besar orang kafir. Wallahu a’lam. Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2012/12/21/12508/hukum-berjualan-baju-dan-furniture-di-musim-natal-tahun-baru/

0 Sejarawan UI: Jangan Katakan Negara Islam Telah Gagal & Traumatik

DEPOK (VoA-Islam) – Banyak buku-buku politik dan sejarah yang ditulis oleh para peneliti asing, bahkan sarjana Indonesia, yang menempatkan figur SM Kartosoewirjo sebagai sosok yang paling berbahaya dan menakutkan di negeri ini. Sehingga tak heran , jika stigmatisasi terhadap Kartosoewirjo berlanjut kepada siapapun yang memiliki cita-cita yang sama: mendirikan Negara Islam. Tuduhan terkait jaringan teroris pun disematkan kepada pejuang Islam yang mendambakan penerapan syariat Islam di negeri ini. Sejarawan Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumayoso kepada Voa-Islam mengakui, stigmatisasi yang dilekatkan pada sosok SM Kartosoewirjo. “Selama ini kita banyak membaca buku yang ditulis sarjana asing, yang menempatkan Kartosoewirjo sebagai kekuatan yang menentang negara, sehingga yang muncul adalah sosoknya sebagai pemberontak. Tapi kalau kita lebih objektif, melihat sosoknya secara utuh, bagaimana perannya di masa pergerakan, kita tidak melihat sosoknya sebagai pemberontak, tapi sosok yang ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia,” kata Bondan. Ketika Tan Malaka, seorang tokoh komunis itu dibesar-besarkan, bahkan diberi gelar pahlawan, maka kenapa tidak dengan sosok Kartosoewirjo yang suatu ketika layak mendapat gelar pahlawan. “Jika kita bisa menelusuri sejarah yang berspektif Indonesia dari sumber yang baik, lalu merevisi tentang bagaimana cara melihat tokoh Kartosoewirjo, Daud Bereueh, Kahar Muzakar. Hal ini masih sangat terbuka luas. Mereka adalah sosok yang terikat dengan zamannya. Sedangkan, kita yang hidup di zaman sekarang punya kewajiban untuk menafsirkan kembali posisi mereka, mengingat kita hidup di zaman yang berbeda,” jelas Bondan. Lantas bagaimana dengan wacana Negara Islam yang menjadi cita-cita Kartosoewirjo? Menurut Bondan, kalau dihadapakan dengan negara Indonesia, sudah disekapakati, bahwa saat ini NKRI adalah cita-cita seluruh bangsa Indonesia. “Memang cita-cita negara Islam masih ada hingga sekarang. Namun, bukan berarti mereka yang punya cita-cita itu harus disingkirkan dari sejarah kita, karena mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia. Ini dinamika sebuah bangsa, dengan berbagai bentuk gagasan dan ideology yang diinginkannya. Cita-cita negara Islam adalah perjalanan sejarah untuk mematangkan bangsa Indonesia, ketika akhirnya memilih negara kebangsaan, yakni NKRI.” Apakah negara Islam telah gagal? “Saya tidak mengatakan gagal, tapi bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Seperti halnya mereka yang punya cita-cita mendirikan negara komunis, negara yang berdasarkan suku, dan wilayah tertentu. Cita-cita itu masih tetap harus ada, namun bukan berarti lebih benar atau salah. Tapi, lagi-lagi itu dinamika kehidupan suatu bangsa yang tidak bisa kita hindarkan. Yang pasti, wujud final dari sebuah kematangan dan kesadaran dalam berbangsa, NKRI menjadi sebuah pilihan,” kata Bondan. Ketika ditanya, kenapa tidak ada partai Islam yang memperjuangkan cita-cita negara Islam? Lebih lanjut Bondan mengatakan, Partai Islam sudah memiliki perspektif yang berbeda dair apa yang diperjuangkan partai Islam terdahulu. Saat ini, ideology, sudut pandang, dan cita-cita itu sudah disesuaikan dengan perkambangan zaman yang ada. Bondan tidak sependapat jika dikatakan ada traumatic ketika Islam sebagai politik menjadi landasan perjuangan generasi berikutnya. Ia lebih melihat adanya penyesuaian-penyesuaian dan penafsiran baru terhadap ajaran Islam, meski cita-cita itu selalu ada. desastian Sumber : http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/12/21/22449/sejarawan-ui-jangan-katakan-negara-islam-telah-gagal-traumatik/

Friday 21 December 2012

0 Spesial Buat Yang Lagi Galau

Judul kita kali ini memang atraktif banget kan? sengaja memang, biar yang pada lagi galau bisa gabung bareng kita disini. Kita juga berharap yang udah semrawut akan kembali ceria, seceria mahasiswa akhir yang udah kelar skripsinya. Ok, masuk ke topik!! * buka pintu Menurut kebanyakan para Galau-er, kegiatan bergalau ria itu sebenarnya nikmat, tapi apa iya sih?. Padahal orang yang lagi galau, biasanya tampil nggak semangat, jalannya juga lemot, serasa badan kaya' dijual terpisah aja. Pikiran mereka melayang, nggak tahu nangkring dimana, dan jiwa rasanya nyaris putus asa.. hiks.. #Hening Kalau udah gitu, bukannya berarti itu nyiksa diri banget? Gimana nggak, ibaratnya kita udah tahu makanan itu nggak enak dan nggak bergizi, tapi terus aja kita makan. Akibatnya kita kena penyakit atau malah obesitas. Dan... kalau sudah gitu, siapa yang rugi? nggak lain dan nggak bukan ya pasti diri kita sendiri. As we know, yang namanya orang bermasalah harusnya kudu mendekati jalan keluarnya, kan? Dan pastinya, nggak ada lagi pemberi jalan keluar yang lebih baik selain Allah Subhanahu Wata'ala. Tapi sayang banget, para galau-er malah banyak yang memilih twitter atau facebook sebagai jalan keluar mereka. Yups, Sekarang ini, banyak galau-er yang lagi On ngambil jalan pintas dengan memproklamirkan kegalauannya dengan bercurhat ria di dunia maya. Tapi apa yang mereka lakukan lantas mengurangi kegalauannya? nggak juga tuh. Yang ada mereka galau dengan sukses, tapi mereka nggak dapet apa- apa. Malah orang- orang yang membaca status itu, mungkin akan berpikir kalau mereka itu LEMAH. Kasian... Sahabat Smart teen yang baik hatinya,... Sudahlah, mikir masalah dunia, nggak akan ada habisnya. Tapi satu hal yang pastinya akan habis... apakah itu? waktu kita. Dan kalo udah menyangkut soal itu, pastinya kita bakal rugi banget. Gimana nggak, kalau uang yang hilang masih bisa di cari, kalo waktu yang hilang, ditoko manapun juga nggak akan jual sesuatu yang namanya "tadi. Atau simplenya, kita nggak akan bisa memutar balik waktu, tapi kita bisa melakukan perbaikan kedepannya. Waktu kan terus berjalan, kita juga tambah umur dan tambah gedhe. Seharusnya kita juga kudu tambah dewasa menghadapi masalah. Emang yang namanya orang hidup, pastinya kudu berani menghadapi masalah. Kalau kamu nggak berani menghadapi ya nggak usah hidup, hee.. sadis amat. Tapi kenyataannya memang begitu, friend. So, kita kudu belajar move on. Yang namanya gagal, sedih, kecewa dengan keadaan itu sih standart, namanya juga orang hidup. Tapi yang terdahsyat adalah saat kita berhasil melewati semua itu, dan jadi orang yang lebih baik setelahnya. Hadapin aja semua masalah, selesaikan and be Gentleman!! Hidup ini pilihan, kawan. Kalo kamu memilih yang baik, kamupun akan menjadi baik. Jalan kamu ke depannya juga bakalan lempeng aja tuh kaya' jalan tol. Tapi sebaliknya kalau kamu milih yang nggak jelas, ato wilayah abu-abu, yah hidup kamu akan sesuai dengan pilihan kamu. * minum dulu Jadi, apa kamu akan memilih untuk tetap bergalau ria??? * Sekian dari kami, kurang dan lebihnya kami mohon maaf. Jika ada yang benar itu datangnya dari Allah, dan semua kesalahan itu berasal dari diri kami sendiri. (NayMa/Voa-islam.com) Sumber : http://www.voa-islam.com/teenage/smart-teen/2012/11/12/21630/spesial-buat-yang-lagi-galau/

0 Muhaddits Tangguh Abad ini, Ulama Penerus Imam Ahmad & Ibnu Taimiyyah

"Aku telah berjumpa dengan para huffazh. Tetapi aku tidak pernah melihat seseorang yang memadukan antara hafalan dan pemahaman selain Syaikh Sulaiman. Sungguh saya tidak mengetahui orang yang menandingi beliau (dalam hafalan dan pemahaman) di Saudi" Syaikh Hamud Al-'Uqala rahimahullah بسم الله الرحمن الرحيم Oleh Abu Asybal Usamah Segla puji hanya milik Allah semata. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan-Nya. Kami berlindung kepada-Nya dari keburukan jiwa dan amal kami. Siapa yang diberi hidayah oleh-Nya, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkan-Nya, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tiada ilah kecualia Allah semata, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam tak lupa snantiasa tercurahkan kepada junjungan mulia, nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Ikhwani fiddin, semoga Allah memuliakanku dan juga kalian Belum lama ini kita mendengar kabar yang sangat menggembirakan. Kabar yang lama dinantikan para pejuang dakwah tauhid. Yaitu bebasnya Syaikh Sulaiman Al-‘Ulwan dari penjara Saudi. Tepat hari Rabu sore, 05 Desember 2012 atau 21 Muharram 1434 H, dari penjara Al-Tharafiyyah di kota Buraidah, kabupaten Al-Qashim, provinsi Riyadh Saudi Arabia, Syaikh Sulaiman keluar disambut oleh warga Saudi dan para Ulama serta Da’i. Beliau berada di penjara Saudi sellama 9 tahun. Beliau adalah ulama yang merupakan mercusuar yang menjulang. Keteguhannya dalam menyuarakan Al-Haq tidak diragukan lagi. Dan ini adalah bukan suatu hal yang berlebihankarena beliau memang adalah orang yang benar – benar telah mempersembahkan ilmu dan suaranya untuk membela agama Allah ‘Azza wajalla, meskipun konsekuensinya berujung di balik jeruji atau bahkan kematian. Beliau diliputi oleh keutamaan demi keutamaan. Terutama dari segi ilmu. Salah seorang Thalibul ilmi, Ibrahim Al-Huqail, adalah di antara orang yang menyaksikan keilmuan beliau, meskipun tidak tatap muka. Dia mengkisahkan bagaimana kecerdasan Syaikh Sulaiman dalam menyampaikan riwayat – riwayat hadits, menjelaskan kesahihannya dan bahkan mengutarakan illah – illah yang terdapat dalam hadits. Kisah beliau mengingatkan kita dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anh- (Ibnu Majah & Imam Ahmad) ستأتي على الناس سنون خداعة يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة قيل وما الرويبضة ؟ قال السفيه يتكلم في أمر العامة “Akan datang pada manusia tahun – tahun yang menipu, di mana di dalamnya orang – orang dusta dibenarkan dan orang – orang benar didustakan. Orang – orang khianat di percaya dan orang – orang yang amanah dikhianati serta berkata – katalah Ruwaibidhoh. Para sahabat bertanya: siapakah Ruwaibidhoh tersebut? Beliau menjawab: Orang dungu yang berbicara urusan ummat” Ya benar, para penyeru kebenaran diasingkan oleh orang – orang, dan tidak hanya orang – orang yang “kacau” agamanya yang sekarang angkat bicara, dan malangnya didengar. Beliau mengingatkan kita akan keteguhan Imam Ahmad dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang tegar menghadapi kebathilan, meski mendapatkan tekanan yang hebat dari penguasa. Berikut kami paparkan sekilas tentang biaografi sang penerus Imam Ahmad bin hanbal –radhiyallahu ‘anhu- ini: Meninggalkan Sekolah Umum Untuk Menuntut Ilmu Syar’i Nama beliau adalah Sulaiman bin Nashir bin Abdullah Al-‘Ulawan. Lahir pada tahun 1389 H di kota Buraidah dan besar di kota tersebut. Beliau memiliki tiga kakak laki – laki dan lima adik laki – laki. Beliau menikah pada tahu 1410 H Beliau mulai menuntut ilmu ketika berusia 15 tahun atau bertepatan pada tahun 1404 H. pada saat itu beliau masih kelas tiga mutawassith (setingkat SMP). Setelah lulus SMP, beliau melanjutkan SMA. Tetapi tidak sampai lima belas hari beliau meninggalkan sekolah negri untuk memfokuskan diri menuntut ilmu syar’i kepada para ulama. Hari – hari beliau dihabiskan dengan membaca, menghafal dan mengulangi kitab – kitab yang beliau pelajari. Metode Menuntut Ilmu Sang Ulama Beliau memulai dengan menghafal Al-Qur’an dan selasai 30 juz pada tahun 1407 H. kemudia beliau menghafal matan kitab At-Tauhid karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, matan Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Al-Fatawa Al-Humawiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Al-Baiquniyyah (Nazham Hadits). Semua itu beliau lakukan di awal menuntut ilmu syar’i. Di saat – saat itu beliau juga banya mengkaji kitab – kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahumallah, sirah karya Imam Ibnu Hisyam, Al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, karya – karya Imam Ibnu Rajab dan karya – karya para Imam – Imam Nejed. Beliau juga bolak – balik hafalan matan – matan di hadapan para mayayekh sesuai dengan bidang mereka masing – masing. Beliau sangat bersemangat menghafal matan – matan di semua bidang ilmu syar’i. Tidak sekedar hafalan matan, beliau juga mengkaji syarahnya hingga beliau paham matan yang dihafal. Syaikh Abu Muhammad Yusuf Al-Shalih bertanya kepada Syaikh Al-‘Ulwan Syaikh Yusuf:”Berapa jam yang anda habiskan sehari untuk membaca?” Syaikh Al-‘Ulwan:”Saya membaca dalam sehari lebih dari lima belas jam, yang terbagi atas hafalan, mudzokaroh dan Muthola’ah” Kemudian Syaikh Yusuf bertanya lagi:”Selain dari kttab – ktab Aqidah, hadits, fiqih dan Nahwu, apakah anda membaca buku – buku tentang pemikiran untuk mengetahui situasi dunia dan permasalahan kaum muslimin serta kerusakan pemikiran dan kosnpirasi militer yang menimpa mereka? Syaikh Al-‘Ulwan menjawab:”Dulu saya pernah mebaca buku – buku tentang itu pada permulaan menuntut ilmu. Termasuk yang pertama say abaca kitab waqi’unal mu’ashir karangan Muhammad Quthb, Al-Mukhaththathaat Al-Isti’mariyyah li mukafahatil Islam karngan Muhammad Al-Shawwaf. Dan belakngan ini saya juga sering membaca buku – buku tentang itu. Selama ini saya telah membaca dua ratus lebih buku tentang wawasan tersebut. Saya juga membaca buku – buku yang penting mengenai aqidah rafidhoh, Zaidiyyah dan mu’tazilah serta aliran – aliran sesat yang lain. Ulama – ulama beliau dan Qiro’ahnya Beliau mengaji kepada para ulama dengan metode klasik yaitu Al-Qiro’ah. Metode ini adalah di mana seorang Murid membacakan kitab ulama klasik kemudian diterangkan oleh guru (syaikh) maksud dari matan kitab tersebut. Biasanya metode ini berijasah dan sang murid menghafal matan yang dibacakan di hadapan ulama. Berikut adalah ulama yang beliau qiro’ah kepadanya: Syaikh Al-Faqih Shalih bin Ibrahim Al-Balihi. Syaikh Al-‘Ulwan talaqqi hafalan kepada beliau : Kitab At-Tauhid, Umdatul Ahkam dan qiro’ah Bulughul Marom sampai kitab Nikah. Syaikh Muhaddits Abdullah Ad-Duwaisy. Syaikh Al-‘Ulwan talaqqi hafalan At-tauhid kepada beliau, Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah dan Al-Fatwa Al-Humawiyyah. Syaikh Abdullah Muhammad Al-Husain Abal Khail. Syaikh Al-‘Ulwan talaqqi hafalan Nukhbatul fikar, Al-Baiquniyyah, Al-Fatwa Al-Humawiyyah dan Bulughul Marom. Syaikh Al-‘Ulwan juga qiro’ah kitab Syarah At-Thahawiyyah, Jami’ Al-Ushul Ibnu Katsir, Shahih Al-Bukhori, Sunan Abu Dawud dan lain – lain. Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-‘Alith. Syaikh Al-‘Ulwan talaqqi hafalan kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah kepada beliau, sebagian kitab zaadul mustaqna’, sullamul Ushul Hafizh Hakami, Fadhlul Islam karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Syaikh al-‘Ulwan qiroah kepada beliau kitab Jami Al-‘Ulum wal Hikam karya Imam Ibnu Rajab dan Zaadul Ma’ad Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah. Syaikh Muhammad bin Fahad Ar-Rusyudi. Syaikh Al-‘Ulwan talaqqi hafalan kitab Al-Waraqat Ibnu Juwaini kepada beliau, Bulughul Marom Ibnu Hajar, Muntaqo min Akhbaril Musthofa karya Majduddin Abul Barokat Ibnu Taimiyyah, masailul Jahiliyyah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Al-Kalim At-Thayyib karya Ibnu Taimiyyah dan Al-Fawaid Al-Jaliyyah fil Mabahits Al-Fardhiyyah karya Syaikh bin Baz. Beliau pergi ke Madinah pada tahun 1413 H untuk melanjutkan thalabul ilmi nya dan beliau bertemu dengan Syaikh Ahmad Al-Anshari di rumah sang syaikh. Sulaiman muda begitu bersemangat mengutarakan permasalahan – permasalahan tentang hadits. Kemudian Syaikh menawarkan Sulaiman ijasah. Beliau diberikan ijasah untuk enam kitab induk, musnad Imam Ahmad, , Muwaththo’ Imam Malik, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih ibnu Hibban, Mushannaf Abdur Razzaq dan Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Beliau diberikan ijasah juga untuk kitab tafsir Ibnu Jarir, tafsir Ibnu Katsir, Alfiyyah Ibnu Malik (Nahwu), dan kitab – kitab lain dalam ilmu fiqih. Beliau juga mengambil faidah dengan qiro’ah kepada sejumlah ulama ketika pergi ke Mekkah. Beliau mendapat ijasah Al-Qur’an dari Syaikh Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Idris. Syaikh Yusuf menanyakan kepada beliau:”Apa ma’na ijasah yang diberikan ulama Mekkah dan Madinah untuk sebagian kitab – kitab di antara kitab induk yang enam, apa maksudnya?” Syaikh Al-‘Ulwan menjawab:”Ijasah merupakan tuntutan dari Salafushshalih dan meriwayatkannya serta mengamalkan apa yang diriwayatkan. Yang demikian itu masyhur di antara para Imam dan Muhaddits. Dan mencari Ijasah untuk menghidupkan sanad – sanad adalah metode tertentu dari ulama muhaqqiqin dengan beberapa cara: Seorang Syaikh memberikan kepada muridnya riwayat dan masmu’atnya dengan sanad dari guru – gurunya serta membolehkan murid meriwayatkan darinya. Seorang murid mendengarkan hadits – hadits dari Syaikh dengan riwayatnya yang bersanad sampi Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Seorang syaikh menulis masmu’nya untuk yang hadir atau tidak dengan catatanya Ijasah seperti saya mngijasahmu dengan masmu’at ini. Beliau memiliki berbagai karangan dan risalah seperti Tanbihul Akhyar ‘ala ‘admi fanai An-Naar, Al-Amali Al-Makkiyyah ‘alal Mnzhumah Al-Baiquniyyah, At-Tibyan fi syarhi nawaqidhil Islam, syarah bulughul marom, tanbihul ummah ‘ala wujubul akhdzi bil kitab was sunnah, At-taukid fi wujubil I’tina bit tauhid, Al-Kasysyaf ‘an dholalat Hasan As-Saqqaf, ithaf ahlil fadhl wal inshaf bi naqdhi kitab ibnil jauzi, Al-Qoulul Mubin fi Itsbat Ash-Shuroh li Rabbil ‘alamin muhimmat Al-Masail fil mashi ‘alal khuffain dan lain – lain. Beliau juga mendapatkan khithob dari Syaikh Abdul Aziz bn Baaz rahimahullah nomor 840 tahun 11 Jumadal ula 1417 H. Syaikh Bin Baaz memuji keteguhannya dan memberikan kofirmasi atas risalah – risalah beliau yang dianggap kontroversi. Dahulu beliau pernah dipenjara selama 18 hari karena fatwa beliau tentng perayaan Al-Maqomah para Huffazh Al-Qur’an. Kemudian setelah itu beliau di penjara lagi tanpa tuduhan yang jelas dan tanpa sidang. Terdengar kabar beliau dipenjara karena mengkoordinasi pengumpulan dana (tabarru'at) untuk kaum muslimin di Irak. Ada juga yang bilang kalau beliau dipenjara atas tuduhan fatwa beliau tentang jihad. Selama Sembilan tahun beliau di penjara, teguh memegang prinsip dan tidak gentar meskipun tekanan datang bertubi – tubi. Wallahu Ghalibun ‘ala amrihi walakinna aktsarannasi la ya’lamun Source : http://www.voa-islam.com/islamia/jihad/2012/12/10/22285/muhaddits-tangguh-abad-ini-ulama-penerus-imam-ahmad-ibnu-taimiyyah/

0 Membaca Al-Quran Tanpa Gerakkan Lisan, Apa Ditulis Pahala Membaca?

Oleh:Badru Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Membaca Al-Qur'an adalah ibadah yang agung. Melaluinya, seseorang memperoleh hidayah, ketentraman, dan nutrisi bagi hatinya. Pahalanya juga besar. Setiap huruf diganjar dengan sepuluh kebaikan. Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ "Orang yang pandai membaca Al-Qur'an akan bersama para malaikat mulia lagi taat. Sedangkan yang membaca Al-Qur'an dengan terbata-bata dan ia mendapati kesulitan, baginya dua pahala." (HR. Muslim) Imam al-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang dari Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُوْلُ آلم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu hasanah (kebaikan). Dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Tidaklah aku membaca Aliif Laam Miim itu satu huruf, tetapi Aliif itu satu huruf, Laam itu satu huruf, dan Miim itu satu huruf." (HR. Al-Tirmidzi) Jadi besarnya pahala diikat dengan membacanya. Dan membaca sebagaimana yang sudah maklum adalah dengan menggerakkan bibir dan lisan sehingga terdengar suaranya, minimal oleh dirinya sendiri. Lalu bagaimana dengan orang yang membaca Al-Qur'an hanya dengan melihatnya dan membaca dengan hatinya, apakah ia akan memperoleh pahala di atas? Menjalawab persoalan ini, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin telah menjawabnya. Beliau berpendapat, bahwa seseorang tidak mendapatkan pahala membaca Al-Qur'an yang telah dijanjikan kecuali apabila ia mengucapkan (membaca) Al-Qur'an. Dan membaca itu dengan menggerakkan dua bibir dan lisan. Beliau melanjutkan, "Adapun orang yang hanya melihat tulisan dan huruf dengan matanya dan mengikutinya dengan hatinya, maka orang ini tidak membaca. Seseorang tidak boleh membiasakannya. Sebab, apabila membiasakan hal itu maka semua bacaannya bernilai sesuai hal ini." "Realita ini sebagaimana dilakukan sebagian orang, engkau temukan ia membolak-balik mushaf, kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri mengikuti tulisan. Tidak lama ia berpindah ke halaman kedua dalam waktu sangat singkat. Sehingga engkau yakin bahwa ia tidak membaca Al-Qur'an dengan mengucapkannya," tambah beliau. Ringkasnya, orang yang tidak membaca dengan mengucapkannya maka ia tidak diberi pahala orang yang membaca Al-Qur'an. Ini point yang pertama. Kedua, kami nasehatkan kepada saudara-saudara kami, jauhilah cara membaca semacam ini. Yakni, membaca Al-Qur'an hanya dengan mata dan hatinya semata. jika terus melakukan ini maka mereka tidak mendapatkan kebaikan (pahala) yang banyak. (Sumber: Situs Resmi milik Fadhilah al-Syaikh al-'Allaamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, binothaimeen.com, dengan judul: Hal Yajuuzu Lii an Aqra-a Al-Qur'an Biduuni al-Nuthqi Bilhuruf?) Fatwa Syaikh Ibnu Bazz Syaikh Abdul Aziz bin Bazz berpendapat demikian. Beliau berkata, "Tidak ada larangan melihat isi Al-Qur'an untuk mentadabburi dan memahami maknanya, tanpa membaca. Tetapi ia tidak disebut membaca. Ia tidak mendapat keutamaan membaca kecuali apabila ia melafadzkan Al-Qur'an walau orang di sekitarnya tidak sampai mendengarnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ "Bacalah Al-Qur'an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat untuk memberi syafaat kepada pembacanya." (HR. Muslim) Maksud beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam ditujukan kepada para sahabatnya yang sedang mengamalkan Al-Qur'an. Sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits lainnya, beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu hasanah (kebaikan). Dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan." (HR. Al-Tirmidzi dan al-Daarimi dengan sanad yang shahih) Tidak disebut membaca kecuali apabila ia melafadzkannya sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama. Wallahu Waliyyut Taufiq. (Dinukil dari www.binbaz.org.sa; judul: Man Yandhuru fii al-Mushaf Duuna Tahriik al-Syafatain, Hal Yutsaabu 'Alaa Dzalik?) Kesimpulan Pahala besar membaca Al-Qur'an yang telah dijanjikan diperoleh dengan membacanya dengan lisan dan menggerakkan kadua bibir sehingga terdengar, walau oleh dirinya sendiri saja. Sedangkan membacanya dengan melihat mushaf dan direnungi dengan hati saja –tanpa melafadzkannya- tidak akan mendapat keutamaan membaca Al-Qur'an yang telah dijanjikan. Wallahu Ta'ala A'alm. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/ibadah/2012/12/13/22338/membaca-alquran-tanpa-gerakkan-lisan-apa-ditulis-pahala/

0 Perbedaan Mukmin dan Kafir Menyikapi Dunia

Oleh: Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam terlimpah untuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Diantara fitnah besar yang telah Allah peringatkan bahayanya adalah fitnah dunia. Banyak orang tertipu, terpedaya, dan hancur karenanya. Bahkan tidak sedikit yang rela menukar iman dan akhiratnya dengan dunia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang kefanaan dan ujung dari kehidupan dunia, وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيماً تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِراً "Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi menjadi subur, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Kahfi: 45) اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al-Hadid: 20) Allah Tabaraka wa Ta'ala mengajarkan kepada kita tentang hina dan rendahnya kehidupan dunia. Ia hanyalah permainan, lahwun (sesuatu yang sia-sia), dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Lalu Allah memberikan tambahan penjelasan melalui pemisalan, yaitu hujan setelah kemarau panjang yang menumbuhkan berbagai tanaman yang hijau lagi memukau. Para petani senang dan berbangga dengan tanamannya. Namun setelah itu tanaman-tanaman hijau tadi mengering dan menguning. Sesudah itu, ia rusak dan hancur. Jika kehidupan dunia seperti itu, yakni tidak kekal. Maka akhirat berbeda. Akhirat merupakan negeri yang akan mereka datangi. Lalu Allah memperingtakan tentangnya, kalau tidak siksa yang dahysat maka akhirat itu berisi ampunan dan keridhaan dari Allah. "Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya." (QS. Huud: 105-108) Orang Kafir Rakus Dunia Keindahan dunia yang demikian akan menipu orang-orang kafir dan membuat mereka berbangga dengannya sehingga mereka menjadi orang paling rakus terhadapnya. Allah berfirman tentang mereka, وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ "Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 96) Kerakusan mereka semakin menjadi-jadi saat mereka jauh dari tauhid dan iman; serta tenggelam dalam kesyirikan, syahwat dan maksiat. Padahal tidaklah apa yang diberikan kepada mereka dari kenikmatan dunia, kecuali karena hina dan remehnya dunia di sisi Allah dan sebagai fitnah atas mereka. فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ "Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir." (QS. Al-Taubah: 55) "Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al- Zukhruf: 33-35) Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam Sunannya, dari hadits sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'Anhu; Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Kalaulah dunia memiliki nilai seberat sayap nyamuk di sisi Allah, maka orang kafir tak akan diberi minum barang seteguk pun." Orang Mukmin Menjual Dunia Kaum mukminin muwahhidin (ahli tauhid) berbeda dengan orang kafir. Kaum mukminin tidak rakus terhadap dunia. Mereka rela memberikannya agar mendapat ganti di akhirat. Bahkan mereka siap menjual dunia –dari jiwa (nyawa) dan hartanya- dengan akhirat. Mereka korbankan dunia mereka untuk mendapatkan kenikmatan akhirat yang abadi lagi kekal. وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (QS. Al-Baqarah: 207) Mereka adalah orang-orang mendapat taufiq dari Allah sehingga ringan menjual nyawa mereka dan menyerahkannya untuk mendapat keridhaan Allah dan pahala dari-Nya. Nyawa mereka dihargai murah untuk diserahkan kepada Allah untuk diberikan surga. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an." (QS. Al-Taubah: 111) Al-'Imad ibnu Katsir berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Dia memberi ganti dari jiwa dan harta benda para hamba-Nya yang beriman dengan surga karena mereka telah rela mengorbankannya di jalan-Nya. Ini merupakan karunia, kemuliaan dan kebaikan-Nya." Oleh karenanya al-Hasan al-Bashri dan Qatadah mengatakan: "Allah telah membeli mereka, demi Allah, Dia menghargai mereka sangat mahal." Al-Hasan berkata lagi, "Dengarkan jual-beli yang menguntungkan yang telah Allah ajak setiap mukmin melakukan jual-beli ini." Dalam perkataan beliau yang lain, "Sesungguhnya Allah telah memberikan dunia kepadamu maka belilah surga dengan sebagiannya." (Dinukil dari tafsir al-Baghawi) Pada ringkasnya, orang beriman lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada dunia. Untuk mendapatkannya adalah dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lalu berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Lalu kenapa masih ada orang yang bercita-cita masuk surga tapi masih pelit dengan hartanya dan enggan berjihad di jalan Allah? Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com] Sumber : http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2012/12/19/22424/perbedaan-mukmin-dan-kafir-menyikapi-dunia/

0 Di Balik Tanggal Natal 25 Desember

Assalamualaikum wrwb, Saya penasaran dengan cerita teman saya yang mengatakan bahwa sebenarnya pada tanggal 25 desember diperingati untuk menyembah dewa matahari, pada hari itu rakyat yunani kuno melakukan upacara dengan pesta mabuk-mabukan dan melakukan ( maaf ) pesta seks. Untuk membujuk rakyat yunani agar mau memeluk agama kristen, sang raja harus tetap mengizinkan rakyatnya melakukan pesta pada tanggal 25 desember seperti biasanya. singkat cerita dipilihlah tanggal 25 desember menjadi hari natal umat kristen karena alasan tersebut. Terus terang saya masih belum jelas tentang hal tersebut, karena itu saya mohon penjelasan detailnya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Saya sangat senang denagan cerita-cerita tentang sejarah kejayaan Islam. saya tertarik denagan artikel mengenai suku indian yang telah memeluk agama Islam, kira-kira dimana saya dapat mengetahui artikel atau buku tentang hal itu, mohon petunjuknya. Terima kasih Pak. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Saudara Richi yang dirahmati Allah Swt, pertama kali yang ingin saya tekankan jika perayaan 25 Desember itu berasal dari perayaan kaum pagan Roma Kuno (Romana), bukan Yunani (Greek). Jerusalem dan sekitarnya di masa sebelum dan setelah Nabi Isa a.s lahir berada di bawah kekuasaan kerajaan Romawi. Bangsa Romawi ketika itu memeluk agama pagan dengan memuja dewa-dewi yang jumlahnya sangat banyak dan terkenal sangat mengumbar kesenangan ragawi. Mereka menganggap raga yang sempurna, kecantikan lahiriah, sangat penting dan kenikmatan ragawi merupakan kenikmatan yang harus dikejar selama-lamanya. Sebab itu, lelaki Roma sangat gandrung pada olahraga yang bisa membentuk kekuatan fisik, memperbesar otot-otot badannya, dan juga merawat seluruh tubuhnya. Sekarang, kebiasaan lelaki Roma ini diwarisi oleh apa yang disebut sebagai Pria Metroseksual. Sedangkan perempuan Roma, juga sangat memelihara tubuhnya dan sisi sensualitasnya. Mereka akan sangat bangga jika dikejar-kejar banyak pria. Bahkan bukan rahasia lagi jika perempuan Roma saat itu belomba-lomba untuk dijadikan “piala bergilir” para lelaki Roma. Tanggal 14 Februari selalu ditunggu-tunggu oleh mereka untuk memuaskan hasrat rendahnya dengan menggelar pesta syahwat di seluruh kota. Inilah yang sekarang dirayakan banyak orang sebagai Hari Valentine, yang sesungguhnya berasal dari Hari Perayaan Perzinahan. Keyakinan inti pagan Roma itu berasal dari dua sumber, yakni tradisi Osirian Mesir kuno dan ilmu-ilmu sihir Babylonia. Keduanya bergabung dan sekarang dikenal sebagai Kabbalah. Mereka memiliki hari-hari istimewa yang dirayakan setiap tahun, termasuk tanggal 25 Desember yang dirayakan sebagai Hari Kelahiran anak Dewa Matahari atau Sol Invictus. Sebagian ahli menganggap istilah “Anak Dewa Matahari” itu dinisbatkan pula kepada Namrudz, Raja Babylonia, yang mengejar-ngejar Nabi Ibrahim a.s. Mereka percaya, anak Dewa Matahari ini lahir di hari Minggu. Sebab itu mereka menamakan hari Mingu sebagai Sun Day, Hari Matahari. Mereka juga beribadat di hari tersebut. Semua ini diadopsi kekristenan sampai sekarang. Hari Natal memiliki arti sebagai Hari Kelahiran. Hanya Gereja Barat yang merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, sedangkan Gereja Timur tidak mengakui Natal pada 25 Desember tersebut. Lucunya, di tahun 1994, Paus Yohanes Paulus II sendiri telah mengumumkan kepada umatnya jika Yesus sebenarnya tidak dilahirkan pada 25 Desember. Tanggal itu dipilih karena merupakan perayaan tengah-musim dingin kaum pagan. Saat itu umat Katolik gempar, padahal banyak sejarawan telah menyatakan jika 25 Desember tersebut sebenarnya merupakan tanggal kelahiran banyak dewa pagan seperti Osiris, Attis, Tammuz, Adonis, Dionisius, dan lain-lain. Kisah yang sesungguhnya tentang hari Natal bisa kita cari di internet, antaa lain tulisan yang dibuat oleh Pastor Herbert W. Amstrong, sejarawan Kristen yang menentang banyak hal tentang Natal pada tanggal 25 Desember. Yang banyak orang tidak mengetahui, keseluruhan dasar bangunan kekristenan sekarang ini sesungguhnya dibangun atas kerangka dasar ritus pembaharuan Osirian di Mesir kuno. Beberapa di antaranya adalah: Pertama, Yesus dianggap anak Allah, ini sama dengan keyakinan kultus Dionisius yang sudah ada berabad sebelum Yesus lahir. Kedua, Yesus dilahirkan di kandang, ini sama seperti kisah Horus yang lahir di kuil-kandang Dewi Isis. Ketiga, Yesus mengubah air menjadi anggur dalam perkawinan di Qana, ini sama seperti apa yang dilakukan Dionisius. Keempat, Yesus membangkitkan orang dari kematian dan menyembuhkan si buta, ini sama seperti Dewa Aesculapius; Kelima, Yesus diyakini bangkit dari kematian di makam batu, sama seperti Mithra. Keenam, Yesus mengadakan perjamuan terakhir dengan roti dan anggur di mana sampai sekarang ritual ini masih tetap berjalan di gereja-gereja, padahal ritual roti dan anggur merupakan simbolisasi penting dalam tradisi Osirian, dan juga hampir semua ritual pagan yang memuja Dewa Yang Mati seperti halnya pemuja Dionisius dan Tammuz; Ketujuh, Yesus menyebut dirinya penggembala yang baik, ini meniru peran Tammuz, yang berabad sebelumnya telah dikenal sebagai Dewa Penggembala; Kedelapan, Istilah ‘The Christ’ pada awal kekristenan tertulis ‘Christos’, sering tertukar dengan kata lain dalam bahasa Yunani, Chrestos, yang berarti baik hati atau lembut. Sejumlah manuskrip Injil berbahasa Yunani dari masa awal malah menggunakan kata Chrestos di tempat yang seharusnya ditulis dengan Christos. Orang-orang di masa itu sudah lazim mengenal Chrestos sebagai salah satu julukan Isis. Sebuah inskripsi di Delos bertuliskan Chreste Isis. Kesembilan, dalam Injil Yohanes 12: 24, Yesus mengatakan, “Seandainya biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika dia mati ia akan menghasilkan banyak buah”. Perumpamaan dan konsep ini jelas berasal dari konsep ritual Osirian; Kesepuluh, dalam Injil Yohanes 14:2 Yesus mengatakan, “Di rumah bapakku banyak tempat tinggal.” Ini benar-benar berasal dari Osiris dan dicopy-paste dari Book of the Dead, Kitab Orang Mati Mesir Kuno yang dipercaya disimpan di kota kematian, Hamunaptra. Ini baru sebagian contoh. Simbol Salib yang dipergunakan oleh kekristenan dahulu hingga sekarang (juga Katolik) jelas-jelas merupakan simbol Osirian kuno. Bahkan Kristen Koptik di Mesir mengambil simbol Ankh, salib Osiris dalam bentuk asli, sebagai simbol gerakannya. Masih banyak lagi kesamaan konsep kekristenan dengan agama-agama pagan Mesir Kuno, seperti dalam kebangkitan Yesus dari kematiannya, sosok Maria Magdalena dan perannya bersama Yesus, ritus pembaptisan oleh Yohanes, dan sebagainya. Nah, sekarang merupakan fakta jika dunia kekristenan telah menghegemoni kebudayaan dunia, termasuk di Indonesia, diakui atau tidak. Sesungguhnya, yang menghegemoni dunia saat ini adalah kebudayaan yang berangkat dari keyakinan Kabbalah. Mengenai suku Indian yang sudah masuk Islam sebelum Colombus datang ke Amerika, silakan Googling saja dengan kata “They Came Before Colombus”. Wallahu’alam bishawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sumber : http://www.voa-islam.com/lintasberita/eramuslim/2012/12/14/22373/dibalik-tanggal-natal-25-desember/

0 MUI Kembali Tegaskan Umat Islam Haram Ikut Ritual & Ucap Selamat Natal

JAKARTA (voa-islam.com) - Menjelang Hari Natal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menegaskan agar umat Islam tidak mengikuti ritual Natal dan melarang ucapan selamat Natal. "Ya kalau soal Natal, MUI mengimbau agar umat Islam tidak mengikuti ritual Natal. Tetapi harus menjaga kerukunan dan toleransi," kata Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Ma'ruf Amin di Kantor LPPOM MUI, Jalan Proklamasi No 51 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2012). Larangan umat Islam tidak boleh mengikuti ritual Natal, jelas dia, telah tercantum dalam fatwa MUI. Begitu pula dengan ucapan selamat Natal yang difatwakan haram oleh MUI. "Haram untuk mengikuti ritualnya. Ucapan selamat Natal tetap salah, ya pas Tahun Baru sajalah," ujar Ma'ruf. Fatwa MUI itu dikeluarkan pada 1981 era kepemimpinan Prof Dr Buya Hamka. Isinya fokus pada haramnya mengikuti perayaan dan kegiatan Natal, serta agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Ta’ala. Oleh karena itu, di dalam hari-hari perayaan Natal yang dijalankan umat Kristen, umat Islam cukup memberikan sikap toleran. Yakni dengan membiarkan umat Kristen merayakannya dan tidak mengganggunya. [Widad/lip6]

0 Inilah Alasan Haramnya Mengucapkan Selamat Natal

Oleh: Badrul Tamam Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta Alam. Tidak ada tuhan yang sebenarnya kecuali Dia semata, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Shalawat dan salam teruntuk Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Nuansa Natal di negeri yang mayoritas muslim ini sudah sangat terasa kemeriahannya. Mall-mall dan pusat perbelanjaan menggelar event-event bertemakan natal. Semua itu untuk memeriahkan hari crismash yang diyakini kaum Nasrani sebagai hari kelahiran al Masih atau Jesus yang diklaim sebagai tuhan atau anak Tuhan. Dalam akidah Islam Al-Masih Isa bin Maryam adalah Nabi dan Rasul Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia bukan anak Tuhan dan bukan Tuhan itu sendiri. Bahkan Allah Ta’ala telah membantah di banyak ayat-Nya terhadap tuduhan bahwa Dia menjadikan Isa sebagai putera-Nya, وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (QS. al-Jin: 3) بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-An’am: 101) Allah mengabarkan bahwa Dia Mahakaya tidak butuh kepada yang lainnya. Dia tidak butuh mengangkat seorang anak dari makhluk-Nya. قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ بِهَذَا أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah; Dia-lah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai hujjah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS. Yunus: 68) Sesungguhnya umat Kristiani telah berlaku lancang kepada Allah dengan menuduh-Nya telah mengangkat seorang hamba dan utusan-Nya sebagai anak-Nya yang mewarisi sifat-sifat-Nya. Karena ucapan mereka ini, hampir-hampir membuat langit dan bumi pecah karenanya. "Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam: 88-93) Maka tidak mungkin seorang muslim yang mentauhidkan Allah akan ikut serta, mendukung, mengucapkan selamat atas perayaan Natal, dan bergembira dengan perayaan-perayaan hari raya tersebut yang jelas-jelas menghina Allah dengan terang-terangan. Keyakinan ini membatalkan peribadatan kepada Allah, karena inilah Allah Ta'ala menyifati Ibadurrahman bersih dari semua itu: وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ "Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. . ." (QS. Al Furqaan: 72) Makna al Zuur, adalah hari raya dan hari besar kaum musyrikin sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, Abul 'Aliyah, Ibnu sirin, dan ulama lainnya dari kalangan sahabat dan tabi'in. Namun di tengah-tengah zaman penuh fitnah ini, prinsip akidah yang sudah tertera sejak 1400 tahun yang lalu mulai digoyang dan dianulir atas nama toleransi. Dengan dalih kerukunan antarumat beragama, sebagian umat Islam ikut-ikutan merayakan dan memeriahkan hari besar kufur dan syirik ini. Sebagian mereka dengan suka rela mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir atas hari raya mereka yang berisi kekufuran dan kesyirikan terebut. Lebih tragis lagi, pembenaran saling mengucapkan selamat atas hari raya antar umat beragama dilontarkan oleh para tokoh intelektual Muslim. Tidak sedikit mereka yang bergelar Profesor dan Doktor. Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA dalam isi materi yang disampaikannya dalam pengajian ICMI Eropa bekerjasama dengan pengurus Masjid Nasuha di Rotterdam, Belanda, Jumat (17/12/2010), menyimpulkan bahwa mengucapkan selamat Natal oleh seorang muslim hukumnya mubah, dibolehkan. Menurutnya masalah mengucapkan selamat Natal adalah bagian dari mu’amalah, non-ritual. Yang pada prinsipnya semua tindakan non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadits yang melarang. Dan menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau hadits pun yang eksplisit melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim seperti di hari Natal. (Detiknews.com, Ahad: 19/12/2010) Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin MA, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mengaku terbiasa mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk Kristen. "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani," katanya di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya (10/10/2005). Fatwa Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Utsaimin Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullaah ditanya tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada orang kafir. “Apa hukum mengucapkan selamat hari raya Natal kepada orang-orang kafir? Dan bagaimana kita membalas jika mereka mengucapkan Natal kepada kita? Apakah boleh mendatangi tempat-tempat yang menyelenggarakan perayaan ini? Apakah seseorang berdosa jika melakukan salah satu hal tadi tanpa maksud merayakannya? Baik itu sekedar basa-basi atau karena malu atau karena terpaksa atau karena hal lainnya? Apakah boleh menyerupai mereka dalam hal itu? Beliau rahimahullaah menjawab dengan tegas, “Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat Natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya HARAM sesuai kesepakatan ulama. Sebagaimana kutipan dari Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam bukunya Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, beliau menyebutkan: “Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan (ulama). Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik (hari raya penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan Allah.”Demikian ungkapan beliau rahimahullaah. Haramnya mengucapkan selamat kepada kaum kuffar atas hari raya agama mereka, sebagaimana dipaparkan oleh Ibnul Qayyim, karena di dalamnya terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridha terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridha kekufuran itu bagi dirinya. Kendati demikian, bagi seorang muslim diharamkan ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat dengan syi’ar tersebut kepada orang lain, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak ridha terhadap semua itu, sebagaimana firman-Nya, إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7) الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3) dan mengucapkan selamat kepada mereka dengan semua itu adalah haram, baik ikut serta di dalamnya ataupun tidak.” Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita dan Allah Ta’ala tidak meridhai hari raya tersebut, baik itu merupakan bid’ah atau memang ditetapkan dalam agama mereka. Namun sesungguhnya itu telah dihapus dengan datangnya agama Islam yang dengannya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada seluruh makhluk. Allah telah berfirman tentang agama Islam, وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ “Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85). Seorang muslim haram memenuhi undangan mereka dalam perayaan ini, karena ini lebih besar dari mengucapkan selamat kepada mereka, karena dalam hal itu berarti ikut serta dalam perayaan mereka. Juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyamai kaum kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam momentum tersebut atau saling bertukar hadiah, membagikan permen, parsel, meliburkan kerja dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah dalam bukunya Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalafah Ashab al-Jahim menyebutkan, “Menyerupai mereka dalam sebagian hari raya milik mereka menumbuhkan rasa senang pada hati mereka (kaum muslimin) terhadap keyakinan batil mereka. Dan bisa jadi memberi makan pada mereka dalam kesempatan itu dan menaklukan kaum lemah.” Demikian ucapan beliau rahimahullah. Dan barangsiapa melakukan di antara hal-hal tadi, maka ia berdosa, baik ia melakukannya sekedar basa-basi atau karena mencintai, karena malu atau sebab lainnya. Karena perbuatan tersebut termasuk bentuk mudahanan (penyepelan) terhadap agama Allah dan bisa menyebabkan teguhnya jiwa kaum kuffar dan membanggakan agama mereka. (Al-Majmu’ Ats-Tsamin, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3 diunduh dari situs islamway.com) [PurWD/voa-islam.com]

0 Febiana Kusuma Ariesta: Masuk Islam Setelah Meragukan Natal Yesus

"Ketika hidayah Ilahi datang tak ada kekuatan apapun yang mampu membendung. Potensi akal, kajian ilmiah dan perenungan yang mendalam, menyampaikannya pada hidayah Ilahi. Mantan guru Sekolah Minggu di gereja ini pun berikrar masuk Islam dan memilih jalan tauhid wal jihad. Dahsyatnya ujian dan musibah datang silih berganti, justru menambah kokohnya iman sang muallaf. Allahu Akbar!!!" Tiga puluh tiga tahun silam, Febiana Kusuma Ariesta dilahirkan dalam keluarga besar Kristen fanatik. Kakek dan neneknya adalah aktivis gereja. Bahkan ibunya seorang misionaris yang aktif menginjili hingga ke Nusakambangan. Dari keluarga aktivis di gereja itulah Febi mengenal Kristen hingga terdidik untuk menjadi aktivis gereja. Semasa kecil, ia beribadah di GPIB Cinere, ketika remaja ia pindah ke Gereja Alfa Omega di Semarang. Pada masa remaja, saat SMA Febi menjadi guru Sekolah Minggu di gereja. “Opung saya, laki-laki dan perempuan itu semua aktif di gereja. Dari merekalah saya mengenal Kristen dan aktif di gereja. Sejak saat itu saya mulai aktif di kegiatan gereja, saat natal itu ada drama dan paduan suara,” ujarnya kepada IDC Voa-Islam, Ahad lalu. Saat mengikuti drama Natal itulah imannya sedikit demi sedikit mulai goyah. Akal dan hati nuraninya tidak bisa menerima peringatan hari ulang tahun kelahiran Tuhan. Penelitiannya berlanjut ketika ia membaca kisah Natal dalam Alkitab (Bibel). Dalam Injil Lukas pasal 2 diceritakan bahwa pada saat kelahiran Yesus, para penggembala ternak berada di padang Yudea. “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam” (Lukas 2:8). Menurut ilmu meteorologi dan geofisika, keadaan cuaca di Timur Tengah pada tanggal 25 Desember dan sekitarnya, di wilayah Yudea daerah kelahiran Yesus, adalah musim salju yang sangat dingin. Mustahil para penggembala membawa ternaknya ke padang pada malam hari di musim salju yang sangat dingin? Febi menyimpulkan bahwa Yesus tidak mungkin lahir tanggal 25 Desember karena tidak sesuai dengan situasi kelahiran Yesus yang tercatat dalam Bibel. “Jadi buat saya ini tidak masuk akal. Sejak saat itu kehidupan saya mulai tidak tenang dan mulai mencari-cari keyakinan yang benar,” jelasnya. Dalam kegalauan iman, Febi berusaha lebih aktif ke gereja untuk mencari jawaban. Tapi yang ia dapatkan bukan ketenangan, malah merasakan banyak keganjilan. Sebelum dibabtis Febi mengikuti Katekisasi gereja untuk pendalaman iman. Saat belajar itu Febi makin menemukan banyak pertanyaan dan keraguan yang belum terjawab. Salah satu doktrin Kristen yang terasa ganjil di benaknya adalah inkarnasi Tuhan menjadi manusia Yesus untuk ditangkap, diolok-olok, disiksa, dicambuk, disesah, diludahi dan disalib hingga tewas mengenaskan di tiang salib (Markus 10:34). “Ini tidak masuk akal, kok ada Tuhan yang menjelma jadi manusia lalu disiksa dan disalib. Kalau Tuhan itu Maha Pengampun dan penuh Kasih, kenapa tidak dia ampuni saja dosa manusia tanpa prosedur sadis seperti itu?” ujarnya. Suatu hari Febi diajak keluarganya ke Yogyakarta untuk berziarah rohani di Gua Maria Lourdes. Di situ saya disuruh membaca Doa Bapa Kami: “Bapa kami yang di surga, dipermuliakanlah kiranya nama-Mu. Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu, seperti di surga, demikian juga di atas bumi. Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Dan ampunilah kiranya kepada kami segala kesalahan kami, seperti kami ini sudah mengampuni orang yang berkesalahan kepada kami. Dan janganlah membawa kami kepada pencobaan, melainkan lepaskanlah kami daripada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.” Setelah merenungi Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus di Taman Getsemani dalam Injil Matius 6:9-13 ini, Febi makin ragu terhadap doktrin Trinitas. “Saya kemudian berpikir, sebenarnya Yesus itu siapa? Kok Yesus mengajarkan berdoa kepada Bapak yang ada di surga, Tuhan itu ada berapa?” kenangnya. Semakin mendalami Bibel, Febi semakin meragukan doktrin ketuhanan Yesus. Injil Matius 4:1-11 menceritakan bahwa Yesus dibawa Roh ke padang gurun untuk dicobai iblis. Febi semakin meragukan doktrin ketuhanan Yesus. Jika Yesus adalah Tuhan atau penjelmaan Tuhan, mengapa dia bisa dicobai iblis yang jahat? Ini bertentangan dengan Surat Yakobus 1:13, bahwa Tuhan tidak dapat dicobai oleh yang jahat. “Bibel mengisahkan Yesus yang penjelmaan Tuhan itu dicobai iblis. Kalau dia Tuhan kok bisa dia dicobai oleh iblis yang Dia ciptakan sendiri. Itu yang membuat keyakinan saya bertambah bahwa agama Kristen ini tidak benar,” simpulnya. MENGENAL ISLAM DARI PEMBANTU Dalam kegalauan, Allah punya rencana lain, menuntun Febi kepada Islam melalui pembantu rumahnya. Suatu hari Febi melihat pembantunya wudhu dan menunaikan shalat dengan mengenakan mukena putih. “Kamu ngapain?” tanya Febi. “Sedang shalat dan berdoa,” jawab sang pembantu. “Lalu untuk apa kamu wudhu dulu sebelum shalat?” lanjut Febi. “Karena untuk menghadap Allah Yang Maha Suci kita harus bersih dan suci,” jelasnya. Rupanya dialog singkat itu sangat berkesan di hati Febi. Penjelasan sang pembantu itu bisa diterima logikanya. “Kalau mau bertemu orang penting seperti bos saja harus rapih dan bersih, masa mau menghadap Tuhan kita tidak bersih?” pikirnya. Sejak itulah Febi mulai membanding-bandingkan Islam dengan Kristen. Beberapa keunggulan Islam dalam benak Febi waktu itu adalah persamaan semua orang di rumah ibadah. Di masjid tidak ada perbedaan shaf antara orang kaya dan orang miskin. Tidak masalah bila konglomerat maupun pejabat shalat di belakang orang miskin. Sementara hal yang sama tidak pernah terjadi di gereja. Keistimewaan Islam lainnya, Al-Qur'an biasa dibaca sampai khatam dari surat Al-Fatihah yang pertama sampai ayat terakhir surat An-Nas. Sementara dalam kekristenan tidak ada tradisi membaca secara tuntas dari kitab Kejadian pasal satu sampai kitab Wahyu yang terakhir. “Kalau orang Islam baca Al-Qur’an itu dari awal sampai khatam tapi kalau di Kristen itu bacanya hanya sepenggal-sepenggal,” terangnya. Umat Islam melaksanakan shalat Jum’at karena ada perintahnya dalam Al-Qur'an. Tapi umat Kristen beribadah pada hari Minggu, padahal dalam 10 Firman Bibel ada perintah menguduskan hari Sabat (Sabtu). “Sepuluh Titah Allah itu kan hal yang harus ditaati, salah satunya adalah diperintahkan agar menguduskan hari Sabat. Tapi kenapa orang Kristen itu ke gerejanya hari Minggu?” paparnya. Dalam pengembaraan iman itu, keraguan Febi terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Sebuah ayat Injil menjadi kelegaan imannya, di mana Yesus berterus terang bahwa dirinya adalah nabi utusan Allah. Dalam Injil Yohanes 12:49 Yesus berkata: “Sebab aku berkata-kata bukan dari diriku sendiri, tetapi Bapa yang mengutus aku, Dialah yang memerintahkan aku untuk mengatakan apa yang harus aku katakan dan aku sampaikan.” “Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Yesus itu adalah utusan Allah,” ujarnya. Setamat SMA Febi melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia (FISIP UI). Di awal kuliah, ia tak bisa mememdam kerinduannya untuk memeluk agama yang benar. Pada tahun 1997 ia pun memutuskan untuk hijrah menjadi pemeluk Islam. Secara formalitas, ia mengikrarkan dua kalimat syahadat di sebuah masjid di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur pada tahun 1998. Setelah masuk Islam, Febi sangat menikmati hidup baru dan ibadahnya, meski masih tinggal satu atap dengan kedua orang tua yang beda akidah. Suatu hari, tanpa sengaja Febi shalat di kamarnya tanpa mengunci pintu. Qadarullah, ketika sedang khusyuk shalat ayahnya masuk kamar. Febi pun disidang oleh keluarga. “Kalau kamu masuk Islam silakan keluar dari sini. Buat papa tidak masalah kehilangan anak satu, buat papa agama itu prinsip,” ancam sang ayah. Tak gentar dengan ancaman ayahnya, Febi pun angkat kaki dari rumah tanpa membawa perbekalan apapun. Tak ada bekal pakaian, perhiasan maupun uang yang dibawanya, karena semua ditahan ayahnya. Febi meninggalkan rumah hanya dengan sehelai pakaian yang melekat di badan. Febi memilih pergi kepada kerabat jauh yang beragama Islam. DIJEBAK MASUK KRISTEN DAN DIPAKSA MAKAN BABI Setahun kemudian, tepatnya 1999 Febi menikah dengan pria yang diharapkan bisa membimbing dan menjaganya dalam berislam secara kaffah. Celakanya, Febi salah memilih suami yang diidam-idamkan. Sang suami ber-KTP Islam yang menjadi pendamping hidupnya ternyata seorang pemuja kemusyrikan. Amaliah ibadahnya adalah menyembah Nyai Roro Kidul dan hal-hal beraroma mistis lainnya. Aktivitas kemusyrikan ini pun memicu perceraian Febi dengan suaminya. Febi bercerai dengan suaminya setelah dikaruniai seorang anak: Aufa Jhose Zaqi Nugraha. Untuk menafkahi dan membiayai sekolah anaknya, Febi bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama 1,5 tahun di Pekanbaru, lalu menjadi pembantu Restoran di Bogor. Suatu hari di tahun 2010, Febi mendapat panggilan dari ibunya di Semarang, katanya sedang ada masalah dan minta Febi pulang untuk ikut membantu menyelesaikan masalah. Tanpa pikir panjang, Febi pun meluncur bersama Zaqi ke Semarang memenuhi panggilan ibunya. Sesampai di rumah, ternyata Febi dijebak untuk dipaksa masuk Kristen lagi. Di sana ia disambut oleh pendeta dan para aktivis Kristen yang tergabung dalam Komunitas Sel (Komsel) gereja. Disaksikan Zaqi, Febi dikelilingi oleh pendeta dan anggota Komsel. Sambil berkomat kamit doa dalam nama Yesus, sang pendeta memegang kepala Febi, sementara jemaat lainnya memegang badannya supaya tidak berontak. Sang pendeta meneriakkan nama Yesus untuk mengusir roh jahat yang dianggap bersarang dalam diri Febi. Sejurus kemudian ia membisikkan ke telinga Febi dengan setengah memaksa agar mau mengucapkan kalimat untuk menerima Yesus sebagai tuhan dan juruselamat penebus dosa. Febi yang sudah tidak berdaya melawan tak bisa berbuat banyak. Tapi Allah memberikan karomah sehingga mulutnya terkunci rapat tak bisa berkata sepatah kata pun. “Itu yang membuat saya heran. Saya yakin itu adalah kuasa Allah. Mulut saya tidak bisa terbuka. Demi Allah waktu itu mulut saya seperti terkunci. Saya waktu itu hanya bisa nangis,” kenangnya. Seluruh jemaat yang hadir pun tak kehabisan akal. Mereka memaksa Febi makan daging babi sebagai simbol bahwa ia menentang ajaran Islam yang mengharamkan babi. Pada hari itu tak ada menu makanan apapun selain babi. Gagal memaksa Febi, Zaqi pun menjadi sasaran kristenisasi oleh neneknya. Ia diajak berdoa bersama dengan cara menirukan doa neneknya yang misionaris itu. Tapi dengan tegas Zaqi menolaknya. “Oma silakan doa sama Yesus, tapi Zaqi mau berdoa sama Allah saja,” ujarnya polos. Akhirnya keberanian Febi pun tersulut hingga lahirlah pertengkaran hebat antara Febi dan ibunya. “Mama, saya sayang sama mama tetapi saya lebih sayang sama Allah!” ujar Febi. Tak mau kalah, karena malu di hadapan jemaat Komsel gereja, sang ibu pun berteriak menghardiknya. “Pergi kau dari sini, kau tidak sayang sama mama dan kau bukan anak mama lagi!” bentaknya. Usai insiden itu, Febi pindah ke Bogor, menikah dengan seorang ikhwan aktivis Islam. Tinggal di rumah petak yang sangat minimalis, Febi merajut rumah tangga bahagia meski serba kekurangan. Berbagai ujian dan musibah datang silih berganti, namun Febi tetap tegar di jalan tauhid dan jihad. Betapapun berat ujian yang menimpanya, Febi tak bergeming dari Islam. Tak ada penyesalan apapun hijrah kepada tauhid. “Allah itu Maha Besar. Apa yang menurut manusia tidak bisa terjadi menurut Allah segala hal bisa saja terjadi. Islam itu indah buat saya sekalipun ujiannya berat,” tutupnya. [bornaskopen, ahmed widad, n'mux]

Tuesday 6 November 2012

0 Biografi Imam Ahmad Bin Hambal

Nama dan Nasab: Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang komandan pasukan di Khurasan di bawah kendali Dinasti Abbasiyah. Kakeknya mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti Abbasiyah menjadi da’i yang kritis. Kelahiran Beliau: Beliau dilahirkan di kota Baghdad pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 Hijriyah. Beliau tumbuh besar di bawah asuhan kasih sayang ibunya, karena bapaknya meninggal dunia saat beliau masih berumur belia, tiga tahun. Meski beliau anak yatim, namun ibunya dengan sabar dan ulet memperhatian pendidikannya hingga beliau menjadi anak yang sangat cinta kepada ilmu dan ulama karena itulah beliau kerap menghadiri majlis ilmu di kota kelahirannya. Awal mula Menuntut Ilmu Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Keadaan fisik beliau: Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Beliau senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)” Keluarga beliau: Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Beliau melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya. Kecerdasan beliau: Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”. Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”. Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Beliau masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”. Pujian Ulama terhadap beliau: Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”. Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”. Kezuhudannya: Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”. Tekunnya dalam ibadah Abdullah bin Ahmad berkata, “Bapakku mengerjakan shalat dalam sehari-semalam tiga ratus raka’at, setelah beliau sakit dan tidak mampu mengerjakan shalat seperti itu, beliau mengerjakan shalat seratus lima puluh raka’at. Wara’ dan menjaga harga diri Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya. Tawadhu’ dengan kebaikannya: Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”. Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”. Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!” Sabar dalam menuntut ilmu Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdirrazzak”. Hati-hati dalam berfatwa: Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits?” beliau menjawab. “Saya harap demikian”. Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik”. Masa Fitnah: Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini. Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya. Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara. Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalianKhabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”. Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”. Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Beliau mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”. Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”. Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!! Guru-guru Beliau Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah: 1. Ismail bin Ja’far 2. Abbad bin Abbad Al-Ataky 3. Umari bin Abdillah bin Khalid 4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami 5. Imam Asy-Syafi’i. 6. Waki’ bin Jarrah. 7. Ismail bin Ulayyah. 8. Sufyan bin ‘Uyainah 9. Abdurrazaq 10. Ibrahim bin Ma’qil. Murid-murid Beliau: Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah: 1. Imam Bukhari. 2. Muslim 3. Abu Daud 4. Nasai 5. Tirmidzi 6. Ibnu Majah 7. Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya. 8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal 9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal 10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq 11. dan lain-lainnya. Wafat beliau: Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan. Karya beliau sangat banyak, di antaranya: 1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits. 2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini hilang”. 3. Kitab Az-Zuhud 4. Kitab Fadhail Ahlil Bait 5. Kitab Jawabatul Qur’an 6. Kitab Al Imaan 7. Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah 8. Kitab Al Asyribah 9. Kitab Al Faraidh Terlalu sempit lembaran kertas untuk menampung indahnya kehidupan sang Imam. Sungguh sangat terbatas ungkapan dan uraian untuk bisa memaparkan kilauan cahaya yang memancar dari kemulian jiwanya. Perjalanan hidup orang yang meneladai panutan manusia dengan sempurna, cukuplah itu sebagai cermin bagi kita, yang sering membanggakannya namun jauh darinya. Dikumpulkan dan diterjemahkan dari kitab Siyar A’lamun Nubala Karya Al Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah. Sumber : http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/biografi-imam-ahmad-bin-hanbal/

0 Biografi Imam Malik bin Anas

Imam malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris Al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712-796 M. Berasal dari keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum datangnya islam maupun sesudahnya, tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya Abu Amir adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama islam pada tahun ke dua Hijriah. Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah, oleh sebab itu, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama ulama besarnya. Imam Malik menekuni pelajaran hadis kepada ayah dan paman pamannya juga pernah berguru pada ulama ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab Al Zuhri, Abu Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far AsShadiq. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama ulama besar Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya, menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa murid Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya. Karya Imam malik terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis hadis pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan hadis hadis dan membukukannya, Awalnya imam Malik enggan untuk melakukannya, namun setelah dipikir pikir tak ada salahnya melakukan hal tersebut Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini memuat 10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya memasukkan 1.720 hadis. Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang buku Al Mudawwanah Al Kubra. Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu. Sumber : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-imam-malik.html

0 Biografi Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia. Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri. Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia. Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok : 1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum. 2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran. 3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat. 4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah. 5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash. 6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu. 7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat. Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar. Sumber : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-imam-hanafi.html

0 Biografi Imam Syafi'i

Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif. Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya. Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam. Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “. Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnad berisi tentang hadis hadis Rasulullah yang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis. Sumber : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-imam-syafii.html